PT Vale Produksi 17.027 Ton Nikel Matte di Triwulan I 2025
Tri Yari Kurniawan
Selasa, 29 April 2025 - 21:11 WIB
PT Vale mengumumkan capaian produksi nikel dalam matte sebesar 17.027 metrik ton pada triwulan pertama tahun 2025 (1T25). Foto/Dok PT Vale
PT Vale Indonesia Tbk (“PT Vale” atau “Perseroan”, IDX Ticker: INCO) hari ini mengumumkan capaian produksi nikel dalam matte sebesar 17.027 metrik ton pada triwulan pertama tahun 2025 (1T25).
Volume produksi pada 1T25 tercatat sekitar 8% lebih rendah dibandingkan 4T24 dan 6% di bawah 1T24. Masing-masing yakni sebesar 18.528 metrik ton dan 18.199 metrik. Penurunan produksi terutama diakibatkan gangguan tak terduga pada salah satu tanur listrik karena masalah sistem elektroda.
Wakil Presiden Direktur dan Chief Operation and Infrastructure Officer PT Vale Indonesia, Abu Ashar, menyampaikan pihaknya sekaligus memanfaatkan kesempatan ini untuk mempercepat jadwal pemeliharaan dari triwulan ketiga ke triwulan pertama tahun 2025, sehingga kami dapat menyelaraskan operasi kami dengan lebih baik pada triwulan-triwulan selanjutnya.
"Meskipun menghadapi tantangan ini, kami telah mengimplementasikan langkah-langkah strategis untuk menjaga produksi kami tetap pada jalurnya. Kami tetap berkomitmen pada inovasi dan keunggulan serta menantikan peluang yang lebih baik di masa mendatang," kata Abu Ashar.
PT Vale Indonesia dilaporkan mengirim 17.096 ton nikel matte dan mencatat penjualan sebesar AS$206,5 juta, turun dari AS$241,8 juta pada 4T24. Penurunan ini disebabkan oleh volume pengiriman dan harga nikel rata-rata yang lebih rendah. Harga rata-rata yang direalisasikan adalah AS$11.932 per ton, turun 5% dari 4T24 dan 6% dari 1T24.
Untuk pertama kalinya, PT Vale juga berhasil menjual secara komersial sekitar 80.000 ton bijih saprolit kepada pembeli domestik. Ini menandai sumber pendapatan baru dan membuka prospek pertumbuhan positif. Penjualan ini akan terus meningkat menyusul persetujuan RKAB akhir tahun 2024, sebagai bagian dari target 290.000 ton hingga paruh pertama 2025.
Lebih lanjut, PT Vale mencatat penurunan Biaya Pendapatan sebesar 13% secara kuartalan menjadi AS$187,0 juta pada 1T25, juga lebih rendah 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini didukung oleh efisiensi pengadaan material secara massal serta penurunan harga komoditas.
Volume produksi pada 1T25 tercatat sekitar 8% lebih rendah dibandingkan 4T24 dan 6% di bawah 1T24. Masing-masing yakni sebesar 18.528 metrik ton dan 18.199 metrik. Penurunan produksi terutama diakibatkan gangguan tak terduga pada salah satu tanur listrik karena masalah sistem elektroda.
Wakil Presiden Direktur dan Chief Operation and Infrastructure Officer PT Vale Indonesia, Abu Ashar, menyampaikan pihaknya sekaligus memanfaatkan kesempatan ini untuk mempercepat jadwal pemeliharaan dari triwulan ketiga ke triwulan pertama tahun 2025, sehingga kami dapat menyelaraskan operasi kami dengan lebih baik pada triwulan-triwulan selanjutnya.
"Meskipun menghadapi tantangan ini, kami telah mengimplementasikan langkah-langkah strategis untuk menjaga produksi kami tetap pada jalurnya. Kami tetap berkomitmen pada inovasi dan keunggulan serta menantikan peluang yang lebih baik di masa mendatang," kata Abu Ashar.
PT Vale Indonesia dilaporkan mengirim 17.096 ton nikel matte dan mencatat penjualan sebesar AS$206,5 juta, turun dari AS$241,8 juta pada 4T24. Penurunan ini disebabkan oleh volume pengiriman dan harga nikel rata-rata yang lebih rendah. Harga rata-rata yang direalisasikan adalah AS$11.932 per ton, turun 5% dari 4T24 dan 6% dari 1T24.
Untuk pertama kalinya, PT Vale juga berhasil menjual secara komersial sekitar 80.000 ton bijih saprolit kepada pembeli domestik. Ini menandai sumber pendapatan baru dan membuka prospek pertumbuhan positif. Penjualan ini akan terus meningkat menyusul persetujuan RKAB akhir tahun 2024, sebagai bagian dari target 290.000 ton hingga paruh pertama 2025.
Lebih lanjut, PT Vale mencatat penurunan Biaya Pendapatan sebesar 13% secara kuartalan menjadi AS$187,0 juta pada 1T25, juga lebih rendah 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini didukung oleh efisiensi pengadaan material secara massal serta penurunan harga komoditas.