Jejak Pemberdayaan PT Vale: Kebun Nanas Wasuponda & Pujasera Towuti
Tim SINDOmakassar
Jum'at, 10 Oktober 2025 - 14:23 WIB
PT Vale hadir memberikan pendampingan teknis dan sarana produksi untuk pengelolaan kebun nanas di Wasuponda. Foto/Istimewa
Geliat ekonomi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, khususnya di kawasan Danau Towuti dan Danau Matano menunjukkan perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Di wilayah yang menjadi lingkar operasional tambang ini, masyarakat yang dahulu menggantungkan pendapatan pada perikanan dan pertanian sederhana kini mulai merasakan peluang ekonomi baru.
Kecamatan Wasuponda selama ini identik dengan pertanian skala kecil: kopi, kakao, kelapa, dan lada menjadi tumpuan hidup banyak keluarga. Sebagian lain menggeluti usaha informal dan berdagang di pasar lokal.
Namun pola ekonomi itu mulai berubah ketika warga berani mencoba mengembangkan komoditas yang lebih potensial. Contohnya terlihat jelas di Desa Tabarano.
Lahan kritis seluas lima hektare yang dahulu hanya menjadi padang rumput rawan terbakar kini berubah menjadi kebun nanas rakyat. Gagasan ini muncul setelah pandemi, ketika warga memutuskan menanam nanas dengan pengetahuan seadanya.
Pemerintah desa pun ikut mendorong lewat dukungan dana desa meski hasil awal belum begitu besar.
Pemilihan nanas bukan tanpa alasan. Sejak lama Wasuponda dikenal sebagai “tanah nanas”, bahkan nama wilayah ini secara etimologis berkaitan dengan tanaman tersebut yang mampu tumbuh di tanah berbatu. Komoditas ini bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi juga bagian dari identitas masyarakat.
Di wilayah yang menjadi lingkar operasional tambang ini, masyarakat yang dahulu menggantungkan pendapatan pada perikanan dan pertanian sederhana kini mulai merasakan peluang ekonomi baru.
Kecamatan Wasuponda selama ini identik dengan pertanian skala kecil: kopi, kakao, kelapa, dan lada menjadi tumpuan hidup banyak keluarga. Sebagian lain menggeluti usaha informal dan berdagang di pasar lokal.
Namun pola ekonomi itu mulai berubah ketika warga berani mencoba mengembangkan komoditas yang lebih potensial. Contohnya terlihat jelas di Desa Tabarano.
Lahan kritis seluas lima hektare yang dahulu hanya menjadi padang rumput rawan terbakar kini berubah menjadi kebun nanas rakyat. Gagasan ini muncul setelah pandemi, ketika warga memutuskan menanam nanas dengan pengetahuan seadanya.
Pemerintah desa pun ikut mendorong lewat dukungan dana desa meski hasil awal belum begitu besar.
Pemilihan nanas bukan tanpa alasan. Sejak lama Wasuponda dikenal sebagai “tanah nanas”, bahkan nama wilayah ini secara etimologis berkaitan dengan tanaman tersebut yang mampu tumbuh di tanah berbatu. Komoditas ini bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi juga bagian dari identitas masyarakat.