home lifestyle

Mengenal Dea Geraldine, Finalis Miss Universe Indonesia 2025 Asal Makassar

Kamis, 11 September 2025 - 21:06 WIB
Dea Geraldine (tengah), Top 16 Finalis Miss Universe Indonesia 2025 saat berbincang dengan awak media di salah satu kafe lingkup Trans Studio Mall Makassar, Kamis (11/9/2025) malam. Foto/Istimewa
Sosok Geraldine Nadya Talumewo, yang dikenal dengan nama panggung Dea Geraldine, menarik perhatian publik setelah berhasil masuk dalam Top 16 finalis Miss Universe Indonesia 2025. Perempuan asal Makassar, Sulawesi Selatan, berusia 27 tahun ini akan tampil dalam babak grand final pada 22 September mendatang.

Latar belakang pendidikan Dea menunjukkan perpaduan antara kreativitas dan intelektualitas. Ia menamatkan Interior Design di Lasalle College of the Arts, Singapura (2016–2019), mengikuti Architecture Short Course di Royal College of Art, London (2019), dan melanjutkan ke jenjang Magister di bidang International Business di Curtin University, Singapura (2021–2022).

Sebelumnya, ia juga menjalani program International Baccalaureate di Sekolah Pelita Harapan, Jakarta. Kini, Dea aktif mengelola berbagai bidang usaha, mulai dari interior design, fashion, hingga penyelenggaraan pameran bersama Debindo.

Sebagai putri asal Sulawesi Selatan, Dea berencana menonjolkan budaya lokal dalam ajang kecantikan ini. "Kalau nilai kebudayaan orang Bugis yang pantang menyerah dan jiwa berani tinggi ini secara personal juga terrefleksi dalam mengikuti kompetisi Miss Universe Indonesia dan ingin orang tahu bahwa ini adalah nilai kebudayaan yang juga bisa menjadi inspirasi," jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa kecantikan sejati tidak hanya berasal dari penampilan luar. "Yang bikin seorang perempuan benar-benar cantik luar dan dalam, intelektualitas bikin kita bisa ngobrol dengan isi, punya sudut pandang, dan peduli sama sekitar. Profesionalisme kelihatan dari bagaimana kita disiplin, konsisten, dan bisa diandalkan. Jadi menurut saya, kecantikan itu kombinasi antara luar dan dalam—penampilan, cara berpikir, dan sikap," jelasnya.

Menurut Dea, rendahnya angka perempuan di dunia kerja dibandingkan laki-laki merupakan isu serius terkait ketidaksetaraan gender, dan ini menjadi alasan kuat di balik advokasinya dalam pemberdayaan perempuan di sektor profesional.

Ketertarikannya pada budaya lokal juga tercermin dalam usahanya mengeksplorasi kriya khas daerah, seperti kain tenun dan kerajinan tangan. “Saya ingin mengangkat arts and craft dari Makassar dan Sulawesi Selatan, agar semakin dikenal luas,” tambahnya.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya