Petinggi TNI-Polri Diminta Beri Atensi Soal Netralitas Aparat di Pilwakot Makassar
Tim Sindomakassar
Rabu, 25 September 2024 - 03:16 WIB
Pilwalkot Makassar 2024 segera memasuki tahapan kampanye. Sebagai salah satu wilayah yang masuk kategori rawan konflik, netralitas aparat akan sangat penting di masa kampanye hingga pemilihan pada 27 November mendatang.
Penekanan sekaligus komitmen agar TNI-Polri bersikap netral dan tidak memihak salah satu pasangan calon dinilai vital karena munculnya kekhawatiran publik. Terlebih, angka pelanggaran netralitas TNI-Polri sangat tinggi jika belajar pada Pilkada 2020.
Sekadar diketahui, pada pilkada lalu, meski hanya dilakukan di 270 daerah, tapi tercatat ada 2.304 kasus pelanggaran netralitas aparat. Nah, Pilkada 2024 berlangsung di 548 daerah. Karena itu, kasus pelanggaran netralitas aparat berpotensi lebih tinggi, khususnya di daerah zona merah.
Salah satu daerah rawan konflik ialah Makassar, yang merupakan episentrum perpolitikan di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur. Apalagi, sudah merebak selentingan kabar bahwa salah satu pasangan calon sudah mencoba mencari back-up dari TNI-Polri untuk bisa memenangi Pilwalkot Makassar 2024.
Pengamat politik, Dr Hasrullah, pun mewanti-wanti pentingnya netralitas aparat TNI-Polri. Menurut dia, kewajiban bersikap netral sudah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), dan TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI Polri.
"TNI dan Polri sudah seharusnya bersikap netral. Itu konsekuensi dari pilihan hidup sebagai abdi negara. Netralitas di sini dalam artian tidak ikut campur membantu pasangan calon. Mereka harus taat norma. Karena menjadi TNI, ASN, atau Polri adalah pilihannya, maka konsekuensinya dia tidak boleh lagi terlibat politik demi menjaga kehormatan diri dan profesinya," kata Hasrullah, Selasa (24/9/2024).
Tokoh di balik Program KKN Kebangsaan Unhas yang sudah menasional ini juga mengingatkan sejarah manis TNI-Polri mengawal aksi reformasi lalu. "Kami yakin, TNI dan Polri tidak akan menodai sejarah kuatnya netralitas yang mereka pertontonkan mengawal demokrasi saat reformasi. Ini jangan sampai dicederai," tegasnya lagi.
Penekanan sekaligus komitmen agar TNI-Polri bersikap netral dan tidak memihak salah satu pasangan calon dinilai vital karena munculnya kekhawatiran publik. Terlebih, angka pelanggaran netralitas TNI-Polri sangat tinggi jika belajar pada Pilkada 2020.
Sekadar diketahui, pada pilkada lalu, meski hanya dilakukan di 270 daerah, tapi tercatat ada 2.304 kasus pelanggaran netralitas aparat. Nah, Pilkada 2024 berlangsung di 548 daerah. Karena itu, kasus pelanggaran netralitas aparat berpotensi lebih tinggi, khususnya di daerah zona merah.
Salah satu daerah rawan konflik ialah Makassar, yang merupakan episentrum perpolitikan di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur. Apalagi, sudah merebak selentingan kabar bahwa salah satu pasangan calon sudah mencoba mencari back-up dari TNI-Polri untuk bisa memenangi Pilwalkot Makassar 2024.
Pengamat politik, Dr Hasrullah, pun mewanti-wanti pentingnya netralitas aparat TNI-Polri. Menurut dia, kewajiban bersikap netral sudah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), dan TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI Polri.
"TNI dan Polri sudah seharusnya bersikap netral. Itu konsekuensi dari pilihan hidup sebagai abdi negara. Netralitas di sini dalam artian tidak ikut campur membantu pasangan calon. Mereka harus taat norma. Karena menjadi TNI, ASN, atau Polri adalah pilihannya, maka konsekuensinya dia tidak boleh lagi terlibat politik demi menjaga kehormatan diri dan profesinya," kata Hasrullah, Selasa (24/9/2024).
Tokoh di balik Program KKN Kebangsaan Unhas yang sudah menasional ini juga mengingatkan sejarah manis TNI-Polri mengawal aksi reformasi lalu. "Kami yakin, TNI dan Polri tidak akan menodai sejarah kuatnya netralitas yang mereka pertontonkan mengawal demokrasi saat reformasi. Ini jangan sampai dicederai," tegasnya lagi.