home news

Cahaya Ramadan: Keberagamaan Digital

Rabu, 05 Maret 2025 - 05:40 WIB
Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin Makassar.
Prof Hamdan Juhannis

(Rekktor UIN Alauddin Makassar).



ANDA
sering menggunakan alat saat bertasbih? Atau anda sudah terbiasa menggunakan garis-garis pada jari-jari tangan anda? Saya mencoba mengulas pola beragama kita seiring dengan arus digitalisasi saat ini. Saya ingin menegaskan bahwa derasnya arus digitalisasi berdampak pada perubahan perilaku kita dalam beragama.

Mari mencermati pada cara kita bertasbih. Awalnya kita sering menggunakan jari-jari tangan. Setelah itu ditemukanlah biji tasbih. Biji tasbih menjadi sangat populer dipakai oleh masyarakat Muslim sampai saat ini. Rata-rata biji tasbih itu berjumlah 99 butir. Belakangan ada yang memendekkan bentangannya menjadi 33 saja, lebih mudah dibawa dan dimasukkan ke kantong. Jenis biji yang dipakai juga beragam yang berdampak pada harganya.

Seiring dengan perubahan waktu, sistem penomoran berkembang pesat, lahirlah mesin tasbih yang berbentuk bulat kecil yang isinya berupa susunan angka-angka yang bisa menghasilkan jumlah ribuan. Saya sangat takjub, saat pertama kali melihat seorang jemaah memakainya di masjid. Ketakjuban saya adalah betapa nyamannya orang itu menghitung tasbih yang telah diucapkannya dalam sehari.

Cukup kentara juga kalau jemaah itu bertasbih, karena kedengaran bunyi gesekan pergantian nomornya setiap dia memencet. Saya pernah naik pesawat bersama teman yang bertasbih dengan memakai mesin tasbih seperti itu, saya agak mengeluh karena bunyi tindisannya membuat saya susah tidur di pesawat, ditambah lagi tidak begitu pintar tidur dengan cara duduk. Belakangan saya tahu alat itu bukan hanya untuk bertasbih karena pramugari di salah satu perusahaan pesawat terbang menggunakan alat sejenis itu untuk menghitung penumpang.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya