home news

Pesantren Runtuh: Iman Yang Kuat, Konstruksi yang Rapuh

Senin, 06 Oktober 2025 - 23:58 WIB
Wakil Sekretaris Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Provinsi Sulsel, Ir Fadly Ibrahim. Foto: Istimewa
Oleh: Ir Fadly Ibrahim

Wakil Sekretaris Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Provinsi Sulsel



PADA tahun ke-4 Hijriah, 70 sahabat Nabi Muhammad SAW yang hafal Al-Qur’an gugur di Bir Ma’unah setelah dikhianati dalam perjalanan dakwah. Dalam sejarah Islam Indonesia, tragedi serupa tercatat dalam penyerangan pesantren dan pembunuhan ulama oleh PKI.

Baru-baru ini kita dikejutkan, 52 santri meninggal di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo — bukan karena serangan dari luar, tapi muncul dari dalam lingkungan pesantren sendiri. Alih-alih karena paparan ideologi ekstrem atau persoalan mental seperti yang kerap menjadi motif penyerangan sekolah di Amerika, melainkan akibat kelalaian terhadap aspek keselamatan konstruksi.

Sebanyak 42.433 pondok pesantren di Indonesia (Kemenag RI, 2024) bisa jadi dibangun tanpa mengikuti prosedur teknis yang memadai. Bahkan Kementerian PU melaporkan hanya sekitar 50 pesantren yang tercatat memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya dan minimnya akses terhadap tenaga profesional di bidang konstruksi. Mayoritas pesantren hidup dari infaq dan sumbangan umat, sehingga pembangunan sarana dan prasarana menjadi bagian dari perjuangan panjang yang dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan kas yang ada.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya