Uang Santunan Rp300 Ribu Jadi Pemicu Ricuh Sidang Lakalantas di PN Jeneponto
Sulaiman Nai
Jum'at, 19 Desember 2025 - 14:46 WIB
Situasi di PN Jeneponto saat pembacaan amar putusan kasus lakalantas. Foto: SINDO Makassar/Dok
Sidang pembacaan putusan perkara kecelakaan lalu lintas (laka lantas) di Pengadilan Negeri Jeneponto, Sulawesi Selatan, pada Kamis sore kemarin berlangsung ricuh.
Sidang dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Ardyansyah Jintang, didampingi 2 hakim anggota yakni, Nurhidayah Amriani, dan Andi Hardianti Sakti.
Sidang awalnya berjalan aman dan lancar. Namun, tiba-tiba berubah ricuh, diduga dipicu pernyataan Ketua Majelis Hakim Ardyansyah Jintang yang menyebut adanya santunan dari terdakwa atau keluarganya kepada keluarga korban sebesar Rp300 ribu, meski klaim tersebut secara tegas dibantah pihak korban.
Selain itu, putusan vonis hakim kepada terdakwa dianggap terlalu ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yang menuntut terdakwa 4 tahun penjara lantaran menghilangkan nyawa korban.
Pernyataan santunan Rp300 ribu itu dibacakan langsung oleh ketua Majelis Hakim dalam amar putusan. Mendengar hal tersebut, orang tua dan keluarga korban spontan bereaksi keras dan meluapkan kekecewaan di dalam ruang sidang.
Mereka menilai penyebutan santunan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi selama proses persidangan.
“Kami tidak pernah menerima santunan sepeser pun. Itu tidak benar, siapa yang memberi dan siapa yang diberi uang 300 ribu, itu semua bohong,” teriak salah satu keluarga korban, disertai protes dari keluarga korban lainnya.
Sidang dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Ardyansyah Jintang, didampingi 2 hakim anggota yakni, Nurhidayah Amriani, dan Andi Hardianti Sakti.
Sidang awalnya berjalan aman dan lancar. Namun, tiba-tiba berubah ricuh, diduga dipicu pernyataan Ketua Majelis Hakim Ardyansyah Jintang yang menyebut adanya santunan dari terdakwa atau keluarganya kepada keluarga korban sebesar Rp300 ribu, meski klaim tersebut secara tegas dibantah pihak korban.
Selain itu, putusan vonis hakim kepada terdakwa dianggap terlalu ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yang menuntut terdakwa 4 tahun penjara lantaran menghilangkan nyawa korban.
Pernyataan santunan Rp300 ribu itu dibacakan langsung oleh ketua Majelis Hakim dalam amar putusan. Mendengar hal tersebut, orang tua dan keluarga korban spontan bereaksi keras dan meluapkan kekecewaan di dalam ruang sidang.
Mereka menilai penyebutan santunan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi selama proses persidangan.
“Kami tidak pernah menerima santunan sepeser pun. Itu tidak benar, siapa yang memberi dan siapa yang diberi uang 300 ribu, itu semua bohong,” teriak salah satu keluarga korban, disertai protes dari keluarga korban lainnya.