FGD Kaukus Seri VI: NTB jadi Destinasi Prioritas Nasional tapi Kemiskinan & Stunting Belum Teratasi
Tim SINDOmakassar
Sabtu, 05 Agustus 2023 - 12:52 WIB
Sebuah fakta menarik terungkap dari Focus Group Discussion (FGD) seri IV yang digelar Kaukus Timur secara daring pada Jumat (4/8) sore. FGD yang menghadirkan dua narasumber utama dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan disiarkan melalui kanal youtube Upi Show tersebut, bak zebra cross dengan lima seri FGD sebelumnya. Kedua narasumber dimaksud adalah Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof H Kadri, dan praktisi media Sukri Aruman.
Jika FGD seri Makassar, Papua, Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur, umumnya yang mencuat adalah keluhan atas perlakuan pemerintah pusat, maka FGD seri NTB ini justru sebaliknya. Nyaris tak ada keluhan terhadap kebijakan pemerintah pusat terhadap NTB. Sebaliknya, justru ucapan terima kasih atas kemajuan dan perhatian ekstra yang diberikan pemerintah pusat.
Kendati demikian, bukan berarti tidak ada problem kenegaraan di daerah yang beberapa tahun lalu luluh lantak diguncang gempa dahsyat. Meski berbilang megaproyek masuk ke daerah itu, salah satunya sirkuit MotoGP, Mandalika, provinsi yang terdiri atas delapan kabupaten dan dua kota serta 117 kecamatan dan 145 desa/kelurahan, ini masih berkubang masalah mendasar. Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), stunting (gangguan pertumbuhan pada anak) hingga angka kemiskinan yang melampaui rerata nasional.
Saat ini, ungkap Prof Kadri di awal sesi, NTB termasuk provinsi yang tidak beruntung jika dilihat dari IPM. Meski ada perubahan dari status rendah ke sedang dengan poin 69,46, tetapi IPM NTB itu masih dibawah rata-rata nasional di poin 72,09. “Secara peringkat, IPM NTB ada di urutan ke 29 secara nasional,” ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi ini.
Yang lebih mengenaskan, lanjut alumni Universitas Padjajaran Bandung itu, tingkat kemiskinan NTB nyaris dua kali lipat dari persentase rata-rata nasional. “Data kemiskinan NTB sekarang itu secara persentase malah 13,82 persen. Angka itu di atas rata-rata kemiskinan nasional yang 7,53 persen,” ujar Kadri yang masuk dalam Tim Penyelaras Kebijakan Publik NTB.
Jika menilik pada data kependudukan online Kemendagri, hingga 31 Desember 2022, total penduduk NTB adalah 5.534.583 orang dengan laki-laki sebesar 2.759.148 dan sisanya, 2.775.435 adalah perempuan. Nah, jika penduduk miskin NTB itu di angka 13,82 persen, seperti disebutkan Prof Kadri, itu berarti penduduk kategori miskin di provinsi ini tidak kurang dari 764.879 orang.
Tidak jauh berbeda dengan angka stunting. Berdasarkan data yang ada, angka stunting di NTB jauh di atas stunting nasional. Yakni 32,7 persen dari angka (stunting) nasional di angka 21,6 persen. “Itulah fakta yang terjadi di NTB sekarang. Mulai dari IPM, angka kemiskinan hingga stunting,” sebut Kadri.
Jika FGD seri Makassar, Papua, Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur, umumnya yang mencuat adalah keluhan atas perlakuan pemerintah pusat, maka FGD seri NTB ini justru sebaliknya. Nyaris tak ada keluhan terhadap kebijakan pemerintah pusat terhadap NTB. Sebaliknya, justru ucapan terima kasih atas kemajuan dan perhatian ekstra yang diberikan pemerintah pusat.
Kendati demikian, bukan berarti tidak ada problem kenegaraan di daerah yang beberapa tahun lalu luluh lantak diguncang gempa dahsyat. Meski berbilang megaproyek masuk ke daerah itu, salah satunya sirkuit MotoGP, Mandalika, provinsi yang terdiri atas delapan kabupaten dan dua kota serta 117 kecamatan dan 145 desa/kelurahan, ini masih berkubang masalah mendasar. Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), stunting (gangguan pertumbuhan pada anak) hingga angka kemiskinan yang melampaui rerata nasional.
Saat ini, ungkap Prof Kadri di awal sesi, NTB termasuk provinsi yang tidak beruntung jika dilihat dari IPM. Meski ada perubahan dari status rendah ke sedang dengan poin 69,46, tetapi IPM NTB itu masih dibawah rata-rata nasional di poin 72,09. “Secara peringkat, IPM NTB ada di urutan ke 29 secara nasional,” ungkap Guru Besar Ilmu Komunikasi ini.
Yang lebih mengenaskan, lanjut alumni Universitas Padjajaran Bandung itu, tingkat kemiskinan NTB nyaris dua kali lipat dari persentase rata-rata nasional. “Data kemiskinan NTB sekarang itu secara persentase malah 13,82 persen. Angka itu di atas rata-rata kemiskinan nasional yang 7,53 persen,” ujar Kadri yang masuk dalam Tim Penyelaras Kebijakan Publik NTB.
Jika menilik pada data kependudukan online Kemendagri, hingga 31 Desember 2022, total penduduk NTB adalah 5.534.583 orang dengan laki-laki sebesar 2.759.148 dan sisanya, 2.775.435 adalah perempuan. Nah, jika penduduk miskin NTB itu di angka 13,82 persen, seperti disebutkan Prof Kadri, itu berarti penduduk kategori miskin di provinsi ini tidak kurang dari 764.879 orang.
Tidak jauh berbeda dengan angka stunting. Berdasarkan data yang ada, angka stunting di NTB jauh di atas stunting nasional. Yakni 32,7 persen dari angka (stunting) nasional di angka 21,6 persen. “Itulah fakta yang terjadi di NTB sekarang. Mulai dari IPM, angka kemiskinan hingga stunting,” sebut Kadri.