Cahaya Ramadhan: Lakon Puasa Bermula dari Perut
Tim Sindomakassar
Kamis, 14 Maret 2024 - 23:13 WIB
Oleh: Dr dr H Khidri Alwi M Kes
(Wakil Dekan IV FKM UMI)
“Tidak ada sesuatu yang dipenuhi anak cucu Adam seperti dia memenuhi perutnya. Maka cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan sekedar menegakkan tulang punggungnya. Jika memang perlu ditambah maka bagilah sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara (HR Ahmad, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
Pernahkah kita memikirkan sudah berapa piring nasi kita sikat beserta teman-temannya selama hidup kita. Kalau dalam sehari kita makan tiga kali sehari (itu belum nomboknya) berarti dalam sebulan 90 piring. Bagaimana dalam setahun, ada 1080 piring, dan coba bayangkan jika usia kita 40, 50 atau 60 tahun. Jadi bisa kita bayangkan bagaimana perut itu bekerja setiap hari. Itu baru makanan pokok, belum makanan yang lain seperti cemilan dan sebagainya. Itulah sunatullah karena kita harus makan untuk menyambung hidup, agar bisa beraktifitas, mengganti sel yang usang dan berbagai manfaat lainnya.
Kalau kita melihat bagaimana mesin pencernaan itu bekerja mengolah makanan, dimulai dari pekerjan mulut yang dibantu dengan lidah dan gigi. Gigi memiliki peran yang sangat penting, yaitu mengunyah dan memecah makanan. Dari sinilah dimulai kerja besar, ketika makanan masuk dalam mulut, mulailah gigi kita beraktifitas, sesuai dengan fungsinya. Kemudian dibantu oleh lidah dan dipermudah pekerjaannya dengan adanya air liur (saliva). Ini penting agar proses penghancuran makanan dalam saluran makanan dapat diubah menjadi zat-zat yang dapat diserap (absropsi) oleh dinding halus setelah melewati lambung. Proses pencernaan ini berlangsung melalui dua tingkat. Pertama proses mekanik, yaitu proses pengunyahan makanan dalam mulut, dan kedua proses kimiawi yang dilakukan oleh enzim-enzim.
Bisa dibayangkan di luar bulan Ramadhan, salah satu pekerjaan rutin kita adalah makan di siang hari. Hal ini membawa konsekuensi yang besar terhadap alat-alat pencernaan kita. Dan, pengaruhnya bukan cuma di mulut, lambung, usus kecil (duodenum, yeyenum dan ileum), tetapi berlanjut ke usus besar (colon), pancreas, ginjal, hati, lien, empedu bahkan juga jantung. Aktifitas alat pencernaan sangat besar di luar Ramadhan, karena kita terus mengisi perut kita dengan makanan. Inilah pernyataan Nabi SAW dalam salah satu hadis beliau: “Tidak ada sesuatu yang dipenuhi anak cucu Adam seperti dia memenuhi perutnya.”
Lalu, bagaimana aktifitas alat pencernaan kita bekerja dan apa yang terjadi selama kita puasa. Aktivitas organ pencernaan kita secara umum akan menurun selama berpuasa. Saluran pencernaan kita mengalami kontraksi setiap 2 jam, mulai dari lambung dan bergerak menuju ke usus halus, dengan membawa serta sekresi saluran cerna, sisa-sisa makanan, dan sel yang mengalami deskuamasi. Aktivitas kandung empedu, pankreas, usus halus, dan usus besar juga mengalami penurunan.
(Wakil Dekan IV FKM UMI)
“Tidak ada sesuatu yang dipenuhi anak cucu Adam seperti dia memenuhi perutnya. Maka cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan sekedar menegakkan tulang punggungnya. Jika memang perlu ditambah maka bagilah sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara (HR Ahmad, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
Pernahkah kita memikirkan sudah berapa piring nasi kita sikat beserta teman-temannya selama hidup kita. Kalau dalam sehari kita makan tiga kali sehari (itu belum nomboknya) berarti dalam sebulan 90 piring. Bagaimana dalam setahun, ada 1080 piring, dan coba bayangkan jika usia kita 40, 50 atau 60 tahun. Jadi bisa kita bayangkan bagaimana perut itu bekerja setiap hari. Itu baru makanan pokok, belum makanan yang lain seperti cemilan dan sebagainya. Itulah sunatullah karena kita harus makan untuk menyambung hidup, agar bisa beraktifitas, mengganti sel yang usang dan berbagai manfaat lainnya.
Kalau kita melihat bagaimana mesin pencernaan itu bekerja mengolah makanan, dimulai dari pekerjan mulut yang dibantu dengan lidah dan gigi. Gigi memiliki peran yang sangat penting, yaitu mengunyah dan memecah makanan. Dari sinilah dimulai kerja besar, ketika makanan masuk dalam mulut, mulailah gigi kita beraktifitas, sesuai dengan fungsinya. Kemudian dibantu oleh lidah dan dipermudah pekerjaannya dengan adanya air liur (saliva). Ini penting agar proses penghancuran makanan dalam saluran makanan dapat diubah menjadi zat-zat yang dapat diserap (absropsi) oleh dinding halus setelah melewati lambung. Proses pencernaan ini berlangsung melalui dua tingkat. Pertama proses mekanik, yaitu proses pengunyahan makanan dalam mulut, dan kedua proses kimiawi yang dilakukan oleh enzim-enzim.
Bisa dibayangkan di luar bulan Ramadhan, salah satu pekerjaan rutin kita adalah makan di siang hari. Hal ini membawa konsekuensi yang besar terhadap alat-alat pencernaan kita. Dan, pengaruhnya bukan cuma di mulut, lambung, usus kecil (duodenum, yeyenum dan ileum), tetapi berlanjut ke usus besar (colon), pancreas, ginjal, hati, lien, empedu bahkan juga jantung. Aktifitas alat pencernaan sangat besar di luar Ramadhan, karena kita terus mengisi perut kita dengan makanan. Inilah pernyataan Nabi SAW dalam salah satu hadis beliau: “Tidak ada sesuatu yang dipenuhi anak cucu Adam seperti dia memenuhi perutnya.”
Lalu, bagaimana aktifitas alat pencernaan kita bekerja dan apa yang terjadi selama kita puasa. Aktivitas organ pencernaan kita secara umum akan menurun selama berpuasa. Saluran pencernaan kita mengalami kontraksi setiap 2 jam, mulai dari lambung dan bergerak menuju ke usus halus, dengan membawa serta sekresi saluran cerna, sisa-sisa makanan, dan sel yang mengalami deskuamasi. Aktivitas kandung empedu, pankreas, usus halus, dan usus besar juga mengalami penurunan.