Boikot Butuh Strategi Efektif Agar Tidak Memperburuk Kondisi Ekonomi
Tim Sindomakassar
Senin, 16 September 2024 - 17:35 WIB
Masyarakat diimbau untuk berhati-hati dan tidak sembarangan mengikuti seruan boikot. Pasalnya, boikot yang dilakukan tanpa strategi efektif dan terukur bisa berdampak negatif dan menjadi bumerang.
Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta, Dr. M. Muslich KS, menekankan boikot yang tidak terukur dapat memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan berdampak pada masyarakat.
Olehnya itu, strategi boikot mesti dirancang dengan hati-hati dan mesti efektif untuk menghindari dampak negatif yang luas. Termasuk tidak malah memperburuk kondisi ekonomi Indonesia.
"Dalam konteks isu (boikot) jangan ada korban kalau bisa. Tapi strategi boikot itu kita pola sedemikian rupa sehingga menjadikan isu itu tidak menjadi sesuatu bumerang bagi kita," kata Muslich.
Ia menyarankan agar kebijakan di tingkat pemerintah didorong untuk menghentikan hubungan government to government (G2G) dengan Israel. Meskipun Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, kedua negara tetap berhubungan dalam bidang perdagangan, pariwisata, dan keamanan.
Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor dari Israel ke Indonesia meningkat 336% secara tahunan dari Januari hingga April 2024, mencapai US$29,2 juta atau sekitar Rp479,6 miliar.
Perdagangan antara kedua negara mencakup produk fisik dan perangkat lunak, termasuk disinyalir teknologi penyadapan seperti Pegasus yang dijual oleh perusahaan asal Israel. Amnesty International mengungkapkan teknologi penyadapan ini dipesan oleh beberapa lembaga negara, termasuk Polri dan Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN).
Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta, Dr. M. Muslich KS, menekankan boikot yang tidak terukur dapat memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan berdampak pada masyarakat.
Olehnya itu, strategi boikot mesti dirancang dengan hati-hati dan mesti efektif untuk menghindari dampak negatif yang luas. Termasuk tidak malah memperburuk kondisi ekonomi Indonesia.
"Dalam konteks isu (boikot) jangan ada korban kalau bisa. Tapi strategi boikot itu kita pola sedemikian rupa sehingga menjadikan isu itu tidak menjadi sesuatu bumerang bagi kita," kata Muslich.
Ia menyarankan agar kebijakan di tingkat pemerintah didorong untuk menghentikan hubungan government to government (G2G) dengan Israel. Meskipun Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, kedua negara tetap berhubungan dalam bidang perdagangan, pariwisata, dan keamanan.
Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor dari Israel ke Indonesia meningkat 336% secara tahunan dari Januari hingga April 2024, mencapai US$29,2 juta atau sekitar Rp479,6 miliar.
Perdagangan antara kedua negara mencakup produk fisik dan perangkat lunak, termasuk disinyalir teknologi penyadapan seperti Pegasus yang dijual oleh perusahaan asal Israel. Amnesty International mengungkapkan teknologi penyadapan ini dipesan oleh beberapa lembaga negara, termasuk Polri dan Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN).