KPPU Segera Sidangkan Perkara Pinjol Rp1.650 Triliun, 97 Perusahaan Terlapor
Tim SINDOmakassar
Selasa, 29 April 2025 - 21:52 WIB
Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa. Foto/Istimewa
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menggelar Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan untuk menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol). Langkah ini menandai eskalasi serius atas indikasi pengaturan bunga secara kolektif di antara pelaku usaha berbasis teknologi keuangan.
Penyelidikan KPPU menemukan dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebanyak 97 perusahaan yang merupakan penyelenggara layanan pinjol ditetapkan sebagai Terlapor. Mereka diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Diketahui bahwa para pelaku menetapkan tingkat bunga pinjaman—yang mencakup biaya pinjaman dan biaya lain—dengan batas maksimal flat 0,8% per hari. Kebijakan ini kemudian berubah menjadi 0,4% per hari pada 2021.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," kata Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, dalam siaran pers yang diterima SINDO Makassar.
Dalam penyelidikan, KPPU menganalisis model bisnis, struktur pasar, dan keterkaitan antar pelaku industri pinjol. Sebagian besar model bisnis pinjol di Indonesia menggunakan sistem Peer-to-Peer (P2P) Lending, yang mempertemukan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.
Berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semua penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan tingkat konsentrasi tinggi.
Penyelidikan KPPU menemukan dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebanyak 97 perusahaan yang merupakan penyelenggara layanan pinjol ditetapkan sebagai Terlapor. Mereka diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Diketahui bahwa para pelaku menetapkan tingkat bunga pinjaman—yang mencakup biaya pinjaman dan biaya lain—dengan batas maksimal flat 0,8% per hari. Kebijakan ini kemudian berubah menjadi 0,4% per hari pada 2021.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," kata Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, dalam siaran pers yang diterima SINDO Makassar.
Dalam penyelidikan, KPPU menganalisis model bisnis, struktur pasar, dan keterkaitan antar pelaku industri pinjol. Sebagian besar model bisnis pinjol di Indonesia menggunakan sistem Peer-to-Peer (P2P) Lending, yang mempertemukan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.
Berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semua penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan tingkat konsentrasi tinggi.