OPINI: Topeng Politik
Tim Sindomakassar
Kamis, 08 Juni 2023 - 12:29 WIB
Basti Tetteng
Dosen Psikologi Politik Universitas Negeri Makassar
“…Buka dulu topengmu. Biar ku lihat warnamu….” ini adalah salah satu bait dari lagu yang pernah populer di masyarakat, masih asyik disenandungkan kapan saja, termasuk dalam momen kontestasi politik.
Psikolog Carl Gustav Jung (1953) menyebut topeng dengan istilah persona yaitu wajah sosial yang ditampilkan seseorang yang di satu sisi dirancang untuk memberi kesan tertentu kepada orang lain, dan di sisi lain untuk menyembunyikan sifat sebenarnya dari orang lain.
Murray Stein dalam bukunya yang berjudul “Map of the soul: 7, persona, shadow & ego in the world of BTS (2021)” mengatakan, persona bermakna seseorang sebagaimana yang tampak, bukan seseorang yang sebenarnya. Persona adalah konstruksi (buatan) sosial yang digunakan seseorang untuk motif tertentu. Motif persona dikendalikan dan digunakan oleh ego kita (aku dalam kesadaran diri) dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dengan cara menyembunyikan sisi gelap (shadow) diri yang sebenarnya, ia mendandani diri dengan kesan tertentu. Sebagai contoh ketika seseorang yang sebenarnya bukanlah pribadi yang penolong, namun supaya di anggap penolong oleh lingkungan sosial, maka ia menunjukkan persona penolong.
Topeng politik juga merupakan jenis perilaku “dramaturgi” dalam konsep Erving Goffman dalam bukunya “Presentation of Self in Everiday Life (1959)”, yaitu jenis perilaku yang penuh drama (sandiwara), penampilan di panggung depan (front stage) berbeda di panggung belakang (back stage). Penampilan di Panggung depan adalah sandiwara (permainan peran atau “citra ideal palsu” yang ditunjukkan), sementara di panggung belakang adalah bagian tersembunyi yang dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan dan menjadi tempat tampil seutuhnya dalam arti diri sebenarnya. Teori ini mengilustrasikan manusia sering “tidak tampil apa adanya di dalam kehidupan sosial”. Manusia ingin menampilkan “pertunjukkan terbaiknya” untuk mendapatkan citra yang baik dalam kehidupan sosial.
Baca juga: Daftar 40 Bacaleg, Demokrat Minta Kader Hindari Praktik Politik Uang
Dosen Psikologi Politik Universitas Negeri Makassar
“…Buka dulu topengmu. Biar ku lihat warnamu….” ini adalah salah satu bait dari lagu yang pernah populer di masyarakat, masih asyik disenandungkan kapan saja, termasuk dalam momen kontestasi politik.
Psikolog Carl Gustav Jung (1953) menyebut topeng dengan istilah persona yaitu wajah sosial yang ditampilkan seseorang yang di satu sisi dirancang untuk memberi kesan tertentu kepada orang lain, dan di sisi lain untuk menyembunyikan sifat sebenarnya dari orang lain.
Murray Stein dalam bukunya yang berjudul “Map of the soul: 7, persona, shadow & ego in the world of BTS (2021)” mengatakan, persona bermakna seseorang sebagaimana yang tampak, bukan seseorang yang sebenarnya. Persona adalah konstruksi (buatan) sosial yang digunakan seseorang untuk motif tertentu. Motif persona dikendalikan dan digunakan oleh ego kita (aku dalam kesadaran diri) dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dengan cara menyembunyikan sisi gelap (shadow) diri yang sebenarnya, ia mendandani diri dengan kesan tertentu. Sebagai contoh ketika seseorang yang sebenarnya bukanlah pribadi yang penolong, namun supaya di anggap penolong oleh lingkungan sosial, maka ia menunjukkan persona penolong.
Topeng politik juga merupakan jenis perilaku “dramaturgi” dalam konsep Erving Goffman dalam bukunya “Presentation of Self in Everiday Life (1959)”, yaitu jenis perilaku yang penuh drama (sandiwara), penampilan di panggung depan (front stage) berbeda di panggung belakang (back stage). Penampilan di Panggung depan adalah sandiwara (permainan peran atau “citra ideal palsu” yang ditunjukkan), sementara di panggung belakang adalah bagian tersembunyi yang dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan dan menjadi tempat tampil seutuhnya dalam arti diri sebenarnya. Teori ini mengilustrasikan manusia sering “tidak tampil apa adanya di dalam kehidupan sosial”. Manusia ingin menampilkan “pertunjukkan terbaiknya” untuk mendapatkan citra yang baik dalam kehidupan sosial.
Baca juga: Daftar 40 Bacaleg, Demokrat Minta Kader Hindari Praktik Politik Uang