home news

Opini

Asyura di Dapur: Mengaduk Peca', Mengganti Pecah Belah

Minggu, 06 Juli 2025 - 20:37 WIB
Tradisi 10 Muharram di Sulawesi Selatan: masyarakat berbelanja pecah belah dan memasak peca’ Sura sebagai simbol pembaruan, syukur, dan harapan baru. Illustrasi: ChatGPT
Di pasar-pasar tradisional Sulawesi Selatan, terutama di kota dan desa yang masih memegang teguh tradisi, ada satu pemandangan menarik setiap tanggal 10 Muharram: masyarakat ramai berbelanja pecah belah. Piring-piring keramik, sendok, ember ,danbaskom plastik berjejer di lapak-lapak, laris diborong oleh para ibu. Tak ada pengumuman resmi, tak ada selebaran imbauan. Tapi tradisi ini seolah hidup dengan sendirinya. Di tengah gema keagamaan tentang Asyura yang sarat makna spiritual, masyarakat lokal menyambutnya dengan sesuatu yang lebih membumi: menggantiperabot dapurdi rumah.

Tradisi ini tampak sederhana, tetapi menyimpan lapisan makna budaya dan spiritual yang kaya — perpaduan antara keyakinan Islam, warisan kalender lokal, dan tafsir simbolik atas kehidupan sehari-hari.

Hari yang Kecil Tapi Tak Sederhana

Banyak umat Islam menandai 10 Muharram dengan puasa sunah, sebagai bentuk pengharapan akan ampunan ilahi. Ada pula yang menundukkan kepala lebih dalam karena mengenang tragedi Karbala — di mana cucu Nabi, Imam Husain, gugur demi kebenaran. Namun di tanah-tanah Sulawesi Selatan, hari ini hadir dengan nada yang lebih halus: suara sendok dan piring baru yang dibungkus plastik, senyum para ibu yang kembali dari pasar sambil menenteng belanjaan.

Tak ada khutbah, tak ada seremoni. Tapi semua tahu ini bukan belanja biasa. Ada kesadaran bahwa waktu sedang suci, dan bahwa rumah perlu menyambutnya dengan layak. Dapur perlu bersih. Perabot lama diganti, seolah masa lalu ikut dilepas bersama piring yang telah retak.

Hari Para Nabi dan Permulaan Baru

Tradisi Islam mencatat 10 Muharram sebagai waktu yang penuh rahmat. Di hari ini, Nabi Nuh keluar dari bahtera setelah bumi dilanda banjir besar. Nabi Musa menyeberangi laut dan selamat dari Firaun. Nabi Yunus keluar dari perut ikan. Nabi Adam, dalam keterasingannya, diterima taubatnya.

Namun, tidak semua kenangan di hari ini bersifat bahagia. Dalam tradisi Syiah dan juga bagi sebagian umat Islam lainnya, 10 Muharram adalah hari duka. Pada tanggal inilah Imam Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad, gugur di Padang Karbala bersama para pengikutnya. Ia terbunuh karena memilih jalan kebenaran dan menolak tunduk pada kekuasaan yang zalim. Darah Husain menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, dan kepergiannya menggoreskan luka abadi dalam sejarah spiritual umat Islam.

Ada benang merah dari semua kisah itu: semua tokoh besar itu memulai kembali. Mereka selamat dari bencana, dari kesalahan, dari keterasingan. Maka Asyura adalah hari ketika hidup diberi kesempatan kedua. Sebuah waktu untuk kembali menyusun, membersihkan, memperbaiki. Tidak heran jika masyarakat, entah sadar atau tidak, ikut memaknai hari ini dengan tindakan yang serupa: merapikan rumah, mengganti alat makan, menyambut hidup baru.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya