Opini
In Memorial Ismail Masse: Pelembagaan Demokrasi dan Integritas Penyelenggara Pemilu
Tim SINDOmakassar
Senin, 04 Agustus 2025 - 14:07 WIB
Syarifuddin Jurdi, Dosen UIN Alauddin Makassar dan Komisioner KPU Prov. Sulsel 2018-2023. Foto: Istimewa
Oleh: Syarifuddin Jurdi
(Dosen UIN Alauddin Makassar, Komisioner KPU Provinsi Sulsel 2018-2023)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) suatau lembaga negara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, lembaga ini dibentuk berdasarkan UU No. 4 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Undang-undang ini mengatur tentang perubahan keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi non-partai politik. Pada pemilu 1999 keanggotaan KPU terdiri dari wakil pemerintah dan wakil-wakil partai politik peserta pemilu, jumlah anggota KPU pemilu 1999 mencapai 53 orang, 48 orang wakil partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Untuk menindaklanjuti UU tersebut, pada 2001 terbentuknya keanggotaan KPU RI berdasarkan keputusan Presiden No. 70 Tahun 2001 dengan keanggotaan 11 orang non parisan, umumnya berasal dari akademisi dan praktisi pemilu.
Pasca pembentukan KPU Pusat, sekitar tahun 2004 menjelang diselenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden dibentuklah KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota seluruh Indonesia, termasuk KPU di Sulawesi Selatan beserta kabupaten/kotanya. Problem utama KPU provinsi dan kabupaten/kota kala itu sumber daya pendukung tidak jelas, pemerintah daerah “setengah hati menghibahkan” sejumlah stafnya kepada KPU, meskipun demikian, tuntutan keadaan, Pemda menugaskan sejumlah stafnya untuk membantu operasional sekretariat KPU, umumnya staf yang dikirim berasal dari dinas yang tidak terlalu aktif, dengan dukungan sumber daya yang terbatas, KPU berhasil menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berhasil memenangkan pilpres, sementara pemenang pemilunya Golkar.
Dalam keterbatasan sumber daya itulah, KPU provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan mengambil langkah yang dimungkinkan oleh aturan untuk merekrut sejumlah anak-anak muda untuk mendukung programnya, memasuki 2005 sejumlah kabupaten/kota menyelenggarakan pemilihan kepala daerah langsung, untuk pertama kali dalam sejarah kepala daerah maupun presiden dipilih langsung oleh rakyat, KPU memiliki keterbatasan SDM, konsekuensinya merekrut semacam tenaga pendukung, tenaga honorer dan lainnya, karena rekrut PNS belum tersedia formasi untuk KPU, padahal pemerintah antara tahun 2004-2006 melakukan rekruitmen PNS yang cukup banyak untuk kementerian, lembaga negara, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota untuk berbagai posisi, tetapi belum ada formasi untuk KPU, padahal tugas KPU sangat banyak, termasuk urusan pengawasan dan Dewan Kehormatan KPU.
(Dosen UIN Alauddin Makassar, Komisioner KPU Provinsi Sulsel 2018-2023)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) suatau lembaga negara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, lembaga ini dibentuk berdasarkan UU No. 4 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Undang-undang ini mengatur tentang perubahan keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi non-partai politik. Pada pemilu 1999 keanggotaan KPU terdiri dari wakil pemerintah dan wakil-wakil partai politik peserta pemilu, jumlah anggota KPU pemilu 1999 mencapai 53 orang, 48 orang wakil partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Untuk menindaklanjuti UU tersebut, pada 2001 terbentuknya keanggotaan KPU RI berdasarkan keputusan Presiden No. 70 Tahun 2001 dengan keanggotaan 11 orang non parisan, umumnya berasal dari akademisi dan praktisi pemilu.
Pasca pembentukan KPU Pusat, sekitar tahun 2004 menjelang diselenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden dibentuklah KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota seluruh Indonesia, termasuk KPU di Sulawesi Selatan beserta kabupaten/kotanya. Problem utama KPU provinsi dan kabupaten/kota kala itu sumber daya pendukung tidak jelas, pemerintah daerah “setengah hati menghibahkan” sejumlah stafnya kepada KPU, meskipun demikian, tuntutan keadaan, Pemda menugaskan sejumlah stafnya untuk membantu operasional sekretariat KPU, umumnya staf yang dikirim berasal dari dinas yang tidak terlalu aktif, dengan dukungan sumber daya yang terbatas, KPU berhasil menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berhasil memenangkan pilpres, sementara pemenang pemilunya Golkar.
Dalam keterbatasan sumber daya itulah, KPU provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan mengambil langkah yang dimungkinkan oleh aturan untuk merekrut sejumlah anak-anak muda untuk mendukung programnya, memasuki 2005 sejumlah kabupaten/kota menyelenggarakan pemilihan kepala daerah langsung, untuk pertama kali dalam sejarah kepala daerah maupun presiden dipilih langsung oleh rakyat, KPU memiliki keterbatasan SDM, konsekuensinya merekrut semacam tenaga pendukung, tenaga honorer dan lainnya, karena rekrut PNS belum tersedia formasi untuk KPU, padahal pemerintah antara tahun 2004-2006 melakukan rekruitmen PNS yang cukup banyak untuk kementerian, lembaga negara, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota untuk berbagai posisi, tetapi belum ada formasi untuk KPU, padahal tugas KPU sangat banyak, termasuk urusan pengawasan dan Dewan Kehormatan KPU.