PT Aditarina Lestari Sah Pemilik 2,8 Hektare Lahan di Sudiang Raya
Tim SINDOmakassar
Selasa, 12 Agustus 2025 - 19:02 WIB
PT Aditarina Lestari memastikan kepemilikan sah atas lahan di Jalan Mannuruki, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. Foto/Istimewa
PT Aditarina Lestari memastikan kepemilikan sah atas lahan di Jalan Mannuruki, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. Kepastian ini diperoleh, setelah perusahaan memenangkan sengketa bidang tanah seluas 2,8 hektare, yang kini berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan lahan ini memegang hak kepemilikan resmi atas total 22 hektare di kawasan tersebut. Hal itu disampaikan Rahyuddin Nur, penanggung jawab PT Aditarina Lestari, saat ditemui di kantornya di Makassar, Selasa (12/8/2025).
“Kami bukan mafia tanah. Kami pemilik sah yang punya sertifikat resmi, dan semua proses hukum membuktikan tanah ini milik kami,” tegas Rahyuddin.
Rahyuddin menjelaskan, tanah yang disengketakan telah dibeli perusahaan sejak tahun 1993. Meski sempat tidak digarap selama puluhan tahun, hak perdata tetap melekat secara hukum.
Menurut dia, status hukum tersebut telah diuji di pengadilan melalui jalur perdata maupun pidana, dan semua putusan memperkuat posisi perusahaan sebagai pemilik sah.
Masalah muncul, ketika pihak yang tidak berwenang menjual lahan tersebut kepada masyarakat. “Pihak yang terlibat penjualan ilegal itu, kini sudah masuk daftar pencarian orang,” kata Rahyuddin.
Akibatnya, sebagian warga kini menempati rumah di atas lahan milik perusahaan, tanpa mengetahui status hukumnya.
Perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan lahan ini memegang hak kepemilikan resmi atas total 22 hektare di kawasan tersebut. Hal itu disampaikan Rahyuddin Nur, penanggung jawab PT Aditarina Lestari, saat ditemui di kantornya di Makassar, Selasa (12/8/2025).
“Kami bukan mafia tanah. Kami pemilik sah yang punya sertifikat resmi, dan semua proses hukum membuktikan tanah ini milik kami,” tegas Rahyuddin.
Rahyuddin menjelaskan, tanah yang disengketakan telah dibeli perusahaan sejak tahun 1993. Meski sempat tidak digarap selama puluhan tahun, hak perdata tetap melekat secara hukum.
Menurut dia, status hukum tersebut telah diuji di pengadilan melalui jalur perdata maupun pidana, dan semua putusan memperkuat posisi perusahaan sebagai pemilik sah.
Masalah muncul, ketika pihak yang tidak berwenang menjual lahan tersebut kepada masyarakat. “Pihak yang terlibat penjualan ilegal itu, kini sudah masuk daftar pencarian orang,” kata Rahyuddin.
Akibatnya, sebagian warga kini menempati rumah di atas lahan milik perusahaan, tanpa mengetahui status hukumnya.