home news

Bikin Konten Harus Perhatikan Hak Cipta Arsitektur

Sabtu, 08 November 2025 - 21:32 WIB
Bikin Konten Harus Perhatikan Hak Cipta Arsitektur
Aktivitas pembuatan konten visual di ruang publik kini semakin marak dilakukan oleh para fotografer, videografer, hingga kreator konten digital. Kebutuhan untuk menghasilkan karya visual menarik, baik untuk kepentingan prewedding, dokumentasi pribadi, promosi, maupun proyek komersial lainnya, membuat berbagai lokasi terbuka menjadi latar favorit.

Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit kegiatan pemotretan atau perekaman video tersebut yang justru menimbulkan persoalan baru. Selain dilakukan di ruang publik milik pemerintah yang memiliki aturan tertentu, seperti pembatasan penggunaan kamera profesional atau kewajiban izin lokasi, aktivitas pengambilan gambar terkadang juga melibatkan ruang privat milik perorangan atau perusahaan tanpa izin pemiliknya.

Situasi ini memperlihatkan bahwa isu seputar pengambilan gambar di ruang publik tidak hanya berkaitan dengan aspek estetika atau komersial, tetapi juga bersinggungan dengan hak privasi dan hak cipta atas karya arsitektur, desain, maupun properti visual lainnya.

Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI Arie Ardian Rishadi, memberikan penjelasan bahwa setiap karya arsitektur yang memiliki nilai desain dan orisinalitas memperoleh pelindungan hak cipta secara otomatis sejak diwujudkan pertama kali.

“Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa ciptaan yang berupa karya arsitektur, baik rumah, gedung, maupun bangunan lainnya, secara otomatis dilindungi secara otomatis tanpa perlu pencatatan terlebih dahulu. Hak cipta memberikan hak moral dan ekonomi kepada penciptanya,” ujar Arie.

Arie menjelaskan bahwa penggunaan karya arsitektur, termasuk pengambilan gambar atau video terhadap bangunan yang memiliki pelindungan hak cipta, perlu memperhatikan konteks penggunaannya. Jika dilakukan untuk kepentingan jurnalistik non komersial atau edukatif, penggunaan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggunaan wajar (fair use).

“Namun, apabila karya arsitektur digunakan sebagai bagian dari produksi konten komersial, seperti film, iklan, atau promosi yang menghasilkan keuntungan, maka sebaiknya dilakukan dengan izin dari pemegang hak cipta,” tambahnya.
Baca Selanjutnya
Bagikan artikel ini:
Berita Lainnya
berita lainnya