Gakkum KLHK Tangkap 2 Pelaku Perdagangan Satwa Dilindungi Lintas Provinsi di Makassar
Tim SINDOmakassar
Senin, 19 Februari 2024 - 18:26 WIB
Tim Operasi Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi menangkap dua pelaku perdagangan satwa liar dilindungi berinisial SJ (47) dan FN (22). Masing-masing berdomisili di Kota Makassar dan Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, terkait adanya perdagangan satwa dilindungi di Kota Makassar. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan pendalaman dan tindak lanjut dengan melakukan operasi, yang dilakukan secara terpadu antara Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa Makassar, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel dan BBKSDA Sulsel.
Dari penangkapan kedua pelaku tersebut, Tim Operasi berhasil mengamankan barang bukti berupa 56 ekor burung dilindungi. Terdiri dari 6 ekor jenis burung perkici dora (Trichoglossus ornatus), 1 ekor jenis burung kasturi kepala-hitam (Lorius lory), 1 ekor jenis burung tiong emas (Gracula religiosa) dan 2 ekor jenis burung Unidentified (diduga perkawinan silang antara jenis Lorius lory dan Trichoglossus haematodus) dalam keadaan hidup.
Selain itu, turut ditemukan 46 ekor burung jenis perkici dora (Trichoglossus ornatus) dalam keadaan mati. Selanjutnya kedua pelaku dibawa ke Kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Hasil pemeriksaan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, diketahui satwa burung tersebut berasal dari Daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah. Satwa itu dikirim menggunakan mobil dengan tujuan ke kediaman SJ (47) Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah membeli dan menerima satwa tersebut, SJ (47) kemudian menjualnya kembali melalui platform media sosial facebook. Tersangka SJ (47) mengaku menjual burung tersebut bervariasi untuk jenis burung nuri kepala hitam Rp1,5 juta, jenis burung nuri pelangi harga antara Rp400 ribu - Rp500 ribu, dan jenis perkici dora dengan harga Rp300.000 rupiah.
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan SJ (47) dan FN (22) sebagai tersangka. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Saat ini kedua tersangka dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahana Negara (Rutan) Polda Sulsel, Sabtu (17/02/2024).
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, terkait adanya perdagangan satwa dilindungi di Kota Makassar. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan pendalaman dan tindak lanjut dengan melakukan operasi, yang dilakukan secara terpadu antara Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa Makassar, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel dan BBKSDA Sulsel.
Dari penangkapan kedua pelaku tersebut, Tim Operasi berhasil mengamankan barang bukti berupa 56 ekor burung dilindungi. Terdiri dari 6 ekor jenis burung perkici dora (Trichoglossus ornatus), 1 ekor jenis burung kasturi kepala-hitam (Lorius lory), 1 ekor jenis burung tiong emas (Gracula religiosa) dan 2 ekor jenis burung Unidentified (diduga perkawinan silang antara jenis Lorius lory dan Trichoglossus haematodus) dalam keadaan hidup.
Selain itu, turut ditemukan 46 ekor burung jenis perkici dora (Trichoglossus ornatus) dalam keadaan mati. Selanjutnya kedua pelaku dibawa ke Kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Hasil pemeriksaan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, diketahui satwa burung tersebut berasal dari Daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah. Satwa itu dikirim menggunakan mobil dengan tujuan ke kediaman SJ (47) Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah membeli dan menerima satwa tersebut, SJ (47) kemudian menjualnya kembali melalui platform media sosial facebook. Tersangka SJ (47) mengaku menjual burung tersebut bervariasi untuk jenis burung nuri kepala hitam Rp1,5 juta, jenis burung nuri pelangi harga antara Rp400 ribu - Rp500 ribu, dan jenis perkici dora dengan harga Rp300.000 rupiah.
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan SJ (47) dan FN (22) sebagai tersangka. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Saat ini kedua tersangka dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahana Negara (Rutan) Polda Sulsel, Sabtu (17/02/2024).