Cahaya Ramadan: Jejaring dan Mobil Mogok
Tim SINDOmakassar
Kamis, 28 Maret 2024 - 13:32 WIB
Prof Hamdan Juhannis
(Rektor UIN Alauddin)
APAKAH betul saya sudah kaya secara jejaring, modal sosial yang saya eluk-elukkan? Izinkan saya bercerita sedikit, semoga anda sabar membacanya. Kejadiannya tiga hari lalu.
Setelah turun dari pesawat di Cengkareng bersama Wakil Rektor Akademik kami, Prof. Kamal, kami menaiki taksi menuju sebuah hotel. Situasinya hujan dan banyak genangan air di jalan. Saya mencoba memanfaatkan situasi macet di jalan tol dengan mengaji. Sambil mobil bergerak pelan, kami melewati sebuah mobil mogok. Kata orang, jenis mobil mogok itu mobil mahal. Saking mahalnya mobil itu, di kota saya saja yang sudah metropolis, saya hanya melihat mobil seperti itu melintas sekali dalam beberapa bulan.
Baca Juga: Cahaya Ramadan: Spirit Komunikasi Transendental Puasa Ramadan
Ternyata ban mobil mahal itu kempes. Penumpang mobil itu keluar dari mobil dan naik mobil ke taksi yang datang menjemputnya. Saya berhenti mengaji, mengamati kempesnya ban mobil mahal itu, dan berpindahnya seorang penumpang ke taksi, yang kemungkinan pemiliknya. Saya hanya bilang ke Pak Warek, mobil itu mahal, sambil saya lanjutkan mengaji.
Sambil mengaji ada yang menggelayut sangat kuat di pikiran saya, yaitu ingin membahas khusus dengan Pak Warek, masalah mobil mahal yang kempes bannya itu. Pemandangan itu betul "mengganggu" benak saya, apa relevansi kemahalan sebuah mobil kalau bannya masih bisa kempes? Saya berpikir bukankah salah satu yang membuat mahal sebuah mobil karena bannya bisa bertahan dalam situasi apa saja.
(Rektor UIN Alauddin)
APAKAH betul saya sudah kaya secara jejaring, modal sosial yang saya eluk-elukkan? Izinkan saya bercerita sedikit, semoga anda sabar membacanya. Kejadiannya tiga hari lalu.
Setelah turun dari pesawat di Cengkareng bersama Wakil Rektor Akademik kami, Prof. Kamal, kami menaiki taksi menuju sebuah hotel. Situasinya hujan dan banyak genangan air di jalan. Saya mencoba memanfaatkan situasi macet di jalan tol dengan mengaji. Sambil mobil bergerak pelan, kami melewati sebuah mobil mogok. Kata orang, jenis mobil mogok itu mobil mahal. Saking mahalnya mobil itu, di kota saya saja yang sudah metropolis, saya hanya melihat mobil seperti itu melintas sekali dalam beberapa bulan.
Baca Juga: Cahaya Ramadan: Spirit Komunikasi Transendental Puasa Ramadan
Ternyata ban mobil mahal itu kempes. Penumpang mobil itu keluar dari mobil dan naik mobil ke taksi yang datang menjemputnya. Saya berhenti mengaji, mengamati kempesnya ban mobil mahal itu, dan berpindahnya seorang penumpang ke taksi, yang kemungkinan pemiliknya. Saya hanya bilang ke Pak Warek, mobil itu mahal, sambil saya lanjutkan mengaji.
Sambil mengaji ada yang menggelayut sangat kuat di pikiran saya, yaitu ingin membahas khusus dengan Pak Warek, masalah mobil mahal yang kempes bannya itu. Pemandangan itu betul "mengganggu" benak saya, apa relevansi kemahalan sebuah mobil kalau bannya masih bisa kempes? Saya berpikir bukankah salah satu yang membuat mahal sebuah mobil karena bannya bisa bertahan dalam situasi apa saja.