Cahaya Ramadan: Spirit Komunikasi Transendental Puasa Ramadan

Tim Sindomakassar
Senin, 25 Mar 2024 11:10
Cahaya Ramadan: Spirit Komunikasi Transendental Puasa Ramadan
Dr Abd. Majid, S Sos I M Si (Dosen Ilmu Komunikasi/ Wakil Dekan III Fakultas Sastra UMI). Foto: Istimewa
Comment
Share
Dr Abd. Majid, S Sos I M Si
(Dosen Ilmu Komunikasi/ Wakil Dekan III Fakultas Sastra UMI)
PADA
penanggalan tahun Hijriah, terdapat salah satu bulan yang sangat istimewa yang diciptakan Tuhan yaitu Ramadan karim. Momentum umat Islam di seluruh dunia mendekatkan dirinya kepada PenciptaNya. Puasa sebagai ibadah yang universal terdapat syariat setiap umat merupakan sumber kearifan, wisdom serta hikmahnya diamalkan oleh umat manusia dengan mengejar Ridho Allah SWT atau Hamblumminallah.

Ramadan dari akar kata bahasa Arab ramiḍa atau ar-ramaḍ, berarti panas yang menghanguskan atau kekeringan, biasanya di Timur Tengah dan di tanah air kita bulan Ramadan disertai dengan suhu panas meningkat, pertanyaannya kemudian adalah apa yang dibakar dan dihanguskan oleh Allah pada bulan ini? hikmahnya adalah Allah SWT kembali membakar semangat beribadah kita, untuk mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah kita perbuat dan terbebas dari siksa neraka.



Umat Islam di tengah imsak dan shaum lapar dan dahaga tidak surut kekuatannya, tetap istiqomah beribadah, jika iman diibaratkan dengan emas murni dibakar dengan suhu yang luar biasa panasnya untuk membuktikan kadar kemurnian emas tersebut, laksana keimanan kita ditengah cuaca panas dan keringnya tenggorokan, membuat seorang hamba semakin meningkat dengan penciptanya.

Komunikasi antara hamba dan Khalik di Ramadan termanifetasikan dengan rangkaian perintah puasa oleh Allah SWT dalam Al Quran surat Al baqarah Ayat 183 sampai 187 ibadah Istimewa yang meliputi perintah puasa, kiyamul lail, tadarus Al quran, zakat infaq shadaqah, saling memaafkan, menjaga semangat berjamaah, I’tikaf dengan memperbanyak zikir, doa dan bertaubat kepada Allah SWT.

Rangkaian ibadah tersebut mendapatkan ganjaran pahala berlipat ganda dibanding di luar Ramadan yang tujuan utamanya adalah mendapatkan predikat Muttaqien, Ibadah puasa perwujudan tiga dimensi penting dalam komunikasi spiritual yang menjadi fondasi fundamental dalam aktivitas Ibadah yakni Islam, Iman dan Ihsan.

Ketiga hal itu sangat menentukan kualitas komunikasi manusia dengan Tuhan-Nya, Konsep Ihsan menjadikan sorang menghadirkan Allah dalam hati setiap mukmin dalam ibadah yakin bahwa Allah melihatnya dalam setiap Ibadah yang lakukan.

Bulan Ramadan juga sebagai bulan Ibadah Syahrul Ibadah. Sebagaimana manusia tujuan utamanya adalah beribadah yang disyariatkan Islam bertujuan untuk mendidik manusia agar senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Bunyi firman Allah SWT “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku,” (QS. Adz-Dzariyat 51: 56).

Hakikat beribadah melaksanakan segala sesuatu yang disukai Allah SWT dan yang diridai-Nya, baik berupa perkataan atau perbuatan, baik terang- terangan maupun diam-diam tidak sebatas pada ibadah shalat, puasa, zakat serta haji. Namun, segala perkataan baik, menjauhi gibah, membantu orang tua, dan sebagainya tergolong ibadah karena tergolong aktivitas yang diridhai Allah SWT.

Ibadah yang dilaksanakan dengan keimanan dengan tujuan mendapatkan ridho-Nya, dalam bentuk pertama Ibadah Mahdah bentuk amalan yang pelaksanaannya (syarat, rukun, dan tata caranya) sudah ditetapkan oleh nas Al-Quran atau hadis, seperti salat, puasa, zakat, haji, yang dikerjakan karena ada wahyu, berdasarkan perintah dari Allah SWT untuk mendirikannya.



Kedua, ibadah Ghairu Mahdah tidak diatur secara spesifik pelaksanaannya, Seperti tidur merupakan perbuatan mubah tidak memperoleh dosa atau tidak mendatangkan pahala, apabila tidur siang agar tidak terjebak dengan perbuatan yang sia-sia seperti gossip dan bermaian media sosial yang menahan jari-jemarinya dengen berita bohong atau hoax, atau tidur lebih awal agar bersemangat bangun mendirikan salat tahajud menjadi bernilai ibadah di sisi Allah SWT sebagaimana dikutip dari Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer (2008).

Pancaran komunikasi vertikal yang berdimensi horizontal atau sosial. bernilai baik bagi diri sendiri atau lingkungan sekitar, nilai iman dan amal sholeh terpaut menjadi satu, sehingga melahirkan kepekaan membantu orang miskin, menolong orang tua, menghijaukan lingkungan, kerja bakti dan bakti sosial.

Ramadan menjadi bulan Komunikasi spritulitas yang dinanti kedatangannya dan ditangisi kepergiannya, menyegarkan jasmani dan rohani. Umat Islam menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw membumikan puasa dengan peristiwa komunikasi transendental, menyeru kepada manusia-manusia yang beriman, menyemarakkan gema Ramadhan agar semua menjadi finalis Ramadhan yang masuk pada level sholihin, shiddiqin dan muqarrabin.
(GUS)
Berita Terkait
Berita Terbaru