OPINI: Kejahatan Koperasi Indosurya
Tim Sindomakassar
Kamis, 09 Maret 2023 - 11:11 WIB
Amir Ilyas
Guru Besar Ilmu Hukum Unhas
Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta, yang menyebabkan 23 ribu orang korban, tidak dapat lagi mengambil kembali simpanannya, dengan jumlah secara keseluruhan Rp106 triliuan. Tiba-tiba mengingatkan saya kejadian ini pada tipologi kejahatan korporasi yang pernah dikemukakan oleh Steven Box.
Dikemukakan olehnya bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, dengan ruang lingkup di antaranya: (1) Crimes for corporation, yakni kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi dalam mencapai usaha dan tujuan tertentu guna memperoleh keuntungan; (2) Criminal corporation, yaitu korporasi yang bertujuan semata-mata untuk melakukan kejahatan. (dalam hal ini korporasi hanya sebagai kedok dari suatu organisasi kejahatan); dan (3) Crimes against corporation, yaitu kejahatan-kejahatan terhadap korporasi seperti pencurian atau penggelapan milik korporasi, dalam hal ini korporasi sebagai korban.
Mencermati modus operandi kejahatan keuangan yang dilakukan oleh KSP Indosurya melalui pimimpinannya, Hendry Surya. Yaitu mendirikan koperasi dengan tujuan menghimpun dana dari banyak orang, dengan tawaran bunga hingga 7,75 persen dalam tempo satu bulan. Kemudian sebagian besar dana fulus itu disalurkan ke 33 perusahaan, lalu digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarga, seperti membeli sejumlah properti senilai Rp 129 miliar, kendaraan mewah senilai Rp 21,6 miliar, dan perhiasan senilai Rp 186 miliar. Juga tak luput ia gunakan untuk biaya ulang tahun mewah anggota keluarganya di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat.
Jika demikian keadaannya, memanglah benar Hendry Surya mendirikan KSP hanyalah semata-mata sebagai kedok untuk menutupi kejahatannya, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya tanpa perlu kontrol eksternal dari pemerintah, seperti OJK ataukah dengan melalui pimpinan Bank Indonesia.
Guru Besar Ilmu Hukum Unhas
Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta, yang menyebabkan 23 ribu orang korban, tidak dapat lagi mengambil kembali simpanannya, dengan jumlah secara keseluruhan Rp106 triliuan. Tiba-tiba mengingatkan saya kejadian ini pada tipologi kejahatan korporasi yang pernah dikemukakan oleh Steven Box.
Dikemukakan olehnya bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, dengan ruang lingkup di antaranya: (1) Crimes for corporation, yakni kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi dalam mencapai usaha dan tujuan tertentu guna memperoleh keuntungan; (2) Criminal corporation, yaitu korporasi yang bertujuan semata-mata untuk melakukan kejahatan. (dalam hal ini korporasi hanya sebagai kedok dari suatu organisasi kejahatan); dan (3) Crimes against corporation, yaitu kejahatan-kejahatan terhadap korporasi seperti pencurian atau penggelapan milik korporasi, dalam hal ini korporasi sebagai korban.
Mencermati modus operandi kejahatan keuangan yang dilakukan oleh KSP Indosurya melalui pimimpinannya, Hendry Surya. Yaitu mendirikan koperasi dengan tujuan menghimpun dana dari banyak orang, dengan tawaran bunga hingga 7,75 persen dalam tempo satu bulan. Kemudian sebagian besar dana fulus itu disalurkan ke 33 perusahaan, lalu digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarga, seperti membeli sejumlah properti senilai Rp 129 miliar, kendaraan mewah senilai Rp 21,6 miliar, dan perhiasan senilai Rp 186 miliar. Juga tak luput ia gunakan untuk biaya ulang tahun mewah anggota keluarganya di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat.
Jika demikian keadaannya, memanglah benar Hendry Surya mendirikan KSP hanyalah semata-mata sebagai kedok untuk menutupi kejahatannya, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya tanpa perlu kontrol eksternal dari pemerintah, seperti OJK ataukah dengan melalui pimpinan Bank Indonesia.