Dampak Efisiensi Anggaran, Industri Perhotelan di Sulsel Mulai Rumahkan Karyawan

Selasa, 25 Mar 2025 22:42
Dampak Efisiensi Anggaran, Industri Perhotelan di Sulsel Mulai Rumahkan Karyawan
Gabungan asosiasi industri perhotelan dan pariwisata di Sulsel menggelar konferensi pers soal kondisi terkini mengenai dampak negatif efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Foto/Tri Yari
Comment
Share
MAKASSAR - Efisiensi anggaran membawa dampak buruk bagi sejumlah pelaku usaha, termasuk industri perhotelan dan pariwisata di Sulsel. Kebijakan ini memaksa mereka memangkas banyak biaya operasional dan bahkan menurunkan harga untuk menjaga kelangsungan bisnis. Banyak juga yang terpaksa mengurangi jumlah karyawan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga, menjelaskan bahwa tingkat okupansi hotel di daerah ini rata-rata kurang dari 20 persen. Kondisi itu membuatnya harus memangkas operasional, termasuk merumahkan karyawan.

"Dengan rata-rata okupansi di bawah 20 persen, ya sudah pasti 'kapal' dalam kondisi oleng. Konsekuensinya ya bakal ada pengurangan (PHK/merumahkan karyawan)," ungkap Anggiat, saat konferensi pers mengenai kondisi industri perhotelan di Sulsel, Selasa (25/3/2025).

Industri perhotelan di Sulsel diketahui mempekerjakan sekitar 20 ribu karyawan. Sejauh ini, beberapa hotel telah merumahkan rata-rata 30 persen karyawan. Bahkan, disebut ada yang merumahkan 65 persen karyawan.

Jika kondisi ini terus berlanjut, pihaknya khawatir industri perhotelan bakal kolaps. Anggiat menegaskan, pihaknya tidak lagi berbicara tentang dampak efisiensi anggaran, tetapi hanya meminta 50 persen anggaran yang tersisa segera dicairkan agar ekonomi, termasuk sektor perhotelan bisa bergerak.

Menurut dia, sektor perhotelan menyumbang cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Kucurkan 50 persen anggaran itu supaya ekonomi bergerak. Tolonglah pemerintah,” pinta Anggiat.

Perwakilan Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Sulsel, Darwinsyah Sandolong, mengungkapkan jumlah karyawan hotel yang dirumahkan cukup besar. Langkah itu terpaksa dilakukan agar industri dapat bertahan di tengah keterpurukan akibat dampak efisiensi anggaran.

“Ini langkah yang diambil untuk bisa mengantisipasi ke depannya. Jika berlangsung lama, bisa saja beberapa bulan kemudian akan kolaps,” ujarnya.

Darwinsyah juga mengungkapkan bahwa pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan sudah terlambat, meskipun sesuai aturan hal ini melanggar ketentuan. Namun, keputusan tersebut diambil karena menurunnya daya beli di industri, meskipun harga sudah dipangkas.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulsel, Suhardi, turut mengomentari kondisi tersebut. Ia mengatakan, dengan menurunnya daya beli di industri, pelaku usaha akan sangat kesulitan.

“Pemerintah harus melihat sisi lain, bukan hanya anggaran yang harus berkurang, tetapi juga melihat sektor lain yang terdampak,” ujarnya.

Sementara itu, mewakili Asita Sulsel, Abdullah Bazergan menilai dampak efisiensi anggaran akan sangat luas. Termasuk maraknya kekerasan dan tidak ada lagi investasi yang masuk ke Sulsel.

“Semua terdampak, termasuk travel agent, hotel, dan sebagainya. Kita minta segera realisasikan anggaran,” pungkas dia.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru