Nasabah Gugat OCBC NISP Makassar, Tuduh Lakukan Pelanggaran Lelang Agunan

Rabu, 24 Sep 2025 20:18
Nasabah Gugat OCBC NISP Makassar, Tuduh Lakukan Pelanggaran Lelang Agunan
Kuasa hukum BS, Mochtar Djuma (kacamata) dan Prawidi Wisanggeni, saat ditemui di Warkop Pojok, Jl. Onta, Selasa (23/9/2025). Foto: SINDO Makassar/Dewan Ghiyats Yan G
Comment
Share
MAKASSAR - Seorang warga di Kota Makassar berinisial BS menggugat Bank OCBC NISP. Lewat kuasa hukumnya, BS mempersoalkan langkah bank yang melelang agunan tanpa penetapan tertulis sebagai kredit macet, sehingga menilai ada indikasi permainan dalam proses lelang.

Kuasa Hukum BS, Mochtar Djuma secara runut membeberkan duduk persoalan ini. Semua berawal pada 2016, BS ditawari kredit oleh pihak Bank OCBC Cabang Kota Makassar. Akan tetapi, jumlah yang dicairkan oleh pihak bank tidak sesuai dengan janji yang disampaikan oleh Marketing OCBC.

"Karena Pandemi Covid 19, klien kami mengajukan beberapa kali restrukturisasi, dengan meminta penurunan bunga pinjaman serta penghapusan denda dan bunga. Bahwa sesuai POJK Nomor 40/POJK.03/2019, sektor perumahan merupakan salah satu sektor usaha yang termasuk dalam usaha yang terdampak dan layak diberikan restruk, serta terhadap nilai kredit di bawah Rp10 miliar termasuk yang harus memperoleh kemudahan restruk dari perbankan, namun klien kami tidak memperoleh kemudahan-kemudahan tersebut," ujar Mochtar.

Mantan Plt Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Makassar itu mengungkapkan bahwa kliennya telah menyampaikan Surat Permohonan pada 9 April 2021 kepada Bank OCBC NISP, tetapi belum mendapat respons atau tanggapan resmi dari pihak bank tersebut.

"Akhirnya terjadi kredit macet, karena memang benar sektor usaha perumahan yang dijalankan oleh klien kami, sangat terimbas oleh Pandemi Covid-19, sehingga terjadi gagal bayar. Namun dari Pihak OCBC tidak menetapkan klien kami sebagal Debitor Macet (Kredit Macet) padahal telah memenuhi syarat kualifikasi sebagaimana ketentuan pada Peraturan OJK Nomor 4O/POJK.03/2019," tambahnya.

Pria yang akrab disapa MJ ini menegaskan bahwa dalam ketentuan hukum, pihak bank wajib menetapkan aset produktif menjadi macet sebelum melakukan pengambilalihan AYDA (Agunan Yang Diambil Alih).

"Bank OCBC wajib mengeluarkan penetapan secara tertulis kapada klien kami, jika kualitas kredit ditetapkan menjadi kredit macet, sebelum dilakukan AYDA melalui lelang pada KPKNL Makassar, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh OCBC. Klien Kami telah memenuhi kriteria sebagai kredit macet, karena telah berulang kali mengajukan restrukturisasi, karena kondisi Pandemi Covid-19 mengakibatkan usaha klien kami sulit untuk pulih dan tunggakan pokok dan bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh hari kerja)," jelasnya.

Sementara, kuasa hukum BS lainnya, Prawidi Wisanggeni, membeberkan bahwa ada beberapa hal dugaan yang dilakukan pihak bank terkait pelelangan. Kata dia, setelah adanya upaya pelelangan, pihak bank tidak menerbitkan penetapan kredit macet.

"Padahal, seharusnya pihal bank wajib menetapkan nasabah itu adalah kredit macet, setelah 180 hari pokok dan bunga tidak bisa dibayar. Imbasnya adalah ketika sudah ada penetapan baru lah bank menyampaikan kepada nasabah untuk agunan itu diajukan lelang. Kalau belum ditetapkan sebagai kredit macet, maka AYDA itu tidak bisa diproses. Jadi harus ada AYDA dulu kemudian bank mengajukan lelang ke KPKNL," bebernya saat ditemui.

Pada saat pihaknya mengajukan Peninjauan Kembali (PK), ternyata pihak bank melaksanakan lelang tanpa persetujuan AYDA. Setelah dilakukan lelang, lanjutnya, ternyata utang BS semakin bertambah.

"Kemudian dilakukan lelang, harga lelangnya Rp4 miliar lebih, maka didapatlah harga Rp1,4 miliar sisa pokoknya. Namun pada saat yang bersamaan, ditambahkan dengan bunga dan denda yang nilainya ±Rp8 miliar. Sehingga, pada saat itu hutangnya ±Rp13 miliar. Setelah berjalan, kami melakukan perlawanan namun eksekusi lelang itu sudah ada batas waktunya, maka dilaksanakan lelang," sebutnya.

Prawidi menambahkan bahwa harga lelang rumah BS ditaksir Rp8 miliar, tetapi dihargai Rp2,5 miliar pada saat dilelang. Ia menilai ada indikasi pihak lain untuk memainkan harga tersebut. Pihaknya juga belum menerima pengumuman lelang resmi dari Bank OCBC maupun pihak KPKNL, tetapi disampaikan oleh oknum peserta lelang.

"Ada peserta lelang yang sudah bermain, karena jauh hari sebelum pengumuman lelang bahwa ada calon pembeli sudah menghubungi klien kami. Katanya, itu rumah harganya cuman Rp2,5 miliar, kalau mau kembali lagi itu rumah, bayar saja Rp4 miliar. Padahal dia (peserta lelang) tidak punya legal standing, artinya dia sudah yakin bahwa objek itu ia akan miliki, sehingga ia menawarkan. Kan ini rumah masih dimiliki dan dihuni, belum ada eksekusi lelang dari pengadilan. Makanya kami berkesimpulan bahwa ada permainan ini antara pihak bank dengan peserta lelang," tukasnya.

Pihaknya juga berharap kepada Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, agar kejadian ini dievaluasi dan memberi pengawasan kepada bank-bank swasta agar tidak terjadi kesalahan yang sama di masa yang akan datang. Dirinya juga mengaku bahwa telah mendapatkan 10 lebih kasus serupa dengan nominal yang berbeda-beda.

"Kalau perlu ditegur, karena ini sangat membahayakan. Apalagi dana alokasi Rp200 triliun itu kan sudah turun ke Himbara dan pasti akan tersebar ke bank-bank swasta. Ini kan perangkap, kita tidak tahu ke depan seperti apa, tiba-tiba collabs, mereka (nasabah) tidak punya perlindungan hukum, seperti peraturan Bank Indonesia, Menteri Keuangan, PJOK. Tapi kalau bank-bak swasta tidak mengindahkan ini, pasti akan sangat dirugikan pengusaha-pengusaha lainnya," tutup Prawidi.

Redaksi berupaya menghubungi pihak Pimpinan Bank OCBC Kota Makassar, yakni Ariel Wahyudi Yoseph dan Santo, via WhatsApp untuk menjawab persoalan ini, namun tidak direspons.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru