Akademisi: Kerja Sama Freeport - Amman Jaga Hilirisasi Tetap Jalan

Senin, 17 Nov 2025 22:24
Akademisi: Kerja Sama Freeport - Amman Jaga Hilirisasi Tetap Jalan
Tiga akademisi sekaligus pakar menjadi pembicara dalam diskusi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi di Makassar, Senin (17/11/2025). Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mendorong PT Freeport Indonesia (PTFI) menyerap konsentrat tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mendapat dukungan dari berbagai akademisi di Makassar, Sulawesi Selatan. Langkah tersebut dinilai tepat untuk menjaga keberlanjutan operasional smelter Freeport sekaligus memastikan agenda hilirisasi tetap berjalan di tengah terganggunya pasokan bahan baku.

“Jadi kan industri smelter-nya Freeport itu kan bahan baku tidak ada, sementara smelter sudah siap. Ya pasti dia harus ambil material dari AMNT. Kebijakan pemerintah ini tepat dilakukan supaya memutar roda perekonomian,” ujar pakar energi dan dosen Universitas Muslim Indonesia Makassar, Syarifuddin, dalam diskusi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi di Makassar, Senin (17/11/2025).

Syarifuddin menambahkan bahwa pembatasan ekspor bahan mentah yang telah berlangsung beberapa tahun membuat pemanfaatan fasilitas pengolahan dalam negeri menjadi semakin penting. Ia menilai langkah Freeport mengolah konsentrat milik perusahaan lain menunjukkan fleksibilitas industri nasional dalam menghadapi kondisi darurat pasokan.

Selain menjaga operasi industri, kebijakan ini juga dianggap mendukung program hilirisasi pemerintahan Prabowo–Gibran. Dengan pengolahan konsentrat di dalam negeri, nilai tambah ekonomi dapat diperoleh melalui penerimaan pajak yang lebih besar, penyerapan tenaga kerja, serta keberlanjutan aktivitas industri.

“Hilirisasi itu pasti nilai tambah. Kan nilai tambah produknya lebih bagus lagi. Jadi pajak juga masuk ke negara lebih banyak,” ujarnya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, M. Kafrawy Saenong, menilai pemanfaatan fasilitas smelter dalam negeri sebagai langkah logis, terutama pasca-longsongnya tambang Grasberg yang menyebabkan pasokan Freeport tersendat.

Menurutnya, pemerintah tidak boleh membiarkan fasilitas pengolahan nasional berhenti beroperasi. "Kalau pemerintah memanfaatkan kemampuan fasilitas dalam negeri, tentu itu sebagai hal yang sangat menggembirakan. Karena pemerintah tidak perlu capek-capek mencari pembeli di luar sana, tapi kita bisa mendayagunakan, memanfaatkan potensi-potensi yang ada," kata Kafrawy.

Ia menjelaskan bahwa kerja sama Freeport dan AMNT merupakan bentuk kolaborasi yang semestinya dilakukan secara terbuka demi keberlanjutan sektor energi dan pertambangan. Model seperti ini, lanjutnya, perlu diperluas untuk mengantisipasi situasi darurat pasokan maupun gangguan operasional.

“Apa yang terjadi di misalnya PT AMNT, kemudian mereka saling menutupi dengan PT Freeport, itu adalah kolaborasi yang tidak harus ditutupi, bahkan harus dibuka seluas-luasnya sehingga pemerintah bisa memberikan keberlanjutan kerja-kerja energi yang ada di Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Sutardjo Tui, menilai pembelian konsentrat AMNT oleh Freeport berperan penting dalam menjaga stabilitas tenaga kerja dan aktivitas ekonomi di Mimika. Menurutnya, langkah ini dapat meredam potensi guncangan ekonomi yang muncul akibat terganggunya pasokan tambang.

"Kalau misalnya defisitnya kecil, nggak usah berputar. Tapi kalau dia punya impact, tenaga kerja, apa semua, itu harus dibantu. Dan dia bisa itu, karena uangnya banyak," tegasnya.

Ia menilai kemampuan finansial Freeport memungkinkan perusahaan tetap menjaga roda ekonomi daerah bergerak meski operasi tambang belum sepenuhnya pulih. Karena itu, dukungan pemerintah terhadap kolaborasi Freeport–AMNT dianggap sebagai keputusan realistis dalam menjaga stabilitas sektor pertambangan dan perekonomian lokal.

Seperti diketahui, aktivitas tambang Freeport di Grasberg mengalami kendala akibat longsor beberapa waktu lalu, sehingga smelter Freeport di Gresik kekurangan pasokan. Di saat yang sama, smelter milik AMNT berhenti beroperasi karena kondisi kahar, membuat perusahaan tidak bisa mengolah konsentratnya dan berencana mengekspor ke luar negeri.

Untuk menjaga keberlanjutan industri, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kemudian mendorong kerja sama penjualan konsentrat tembaga dari AMNT kepada Freeport. Dengan begitu, smelter Freeport di Gresik tetap bisa beroperasi, sementara AMNT tidak perlu mengekspor konsentratnya ke luar negeri.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru