'Land and Hand' Jadi Tema MIWF 2025, Fokus Isu Kerentanan Ruang Hidup

Selasa, 27 Mei 2025 22:50
'Land and Hand' Jadi Tema MIWF 2025, Fokus Isu Kerentanan Ruang Hidup
MIWF 2025 akan kembali digelar pada 29 Mei - 1 Juni mendatang di Benteng Fort Rotterdam. Tahun ini, tema yang diangkat adalah "Land and Hand." Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025 kembali menyapa para pecinta sastra dan seni. Festival literasi terbesar di Indonesia Timur ini akan berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 2025 di Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan. Dengan tema 'Land and Hand', MIWF 2025 bertujuan untuk mengangkat isu kerentanan ruang hidup dan upaya merawat serta mempertahankannya.

“MIWF 2025 menjadikan isu perampasan ruang hidup sebagai tema utama. Kami bahkan menyebut Land and Hand bukan sekadar tema, melainkan seruan untuk bersama-sama memikirkan, membicarakan, dan melawan segala bentuk perampasan ruang hidup,” ujar Direktur MIWF, M. Aan Mansyur, dalam siaran pers yang diterima SINDO Makassar.

Tema ini menjadi landasan bagi berbagai diskusi tentang isu-isu lokal, nasional, hingga global, yang akan disajikan selama empat hari. Semua program dan sesi akan fokus pada pentingnya mempertahankan dan melindungi ruang hidup, khususnya untuk kelompok rentan.

Selain menjadi ajang perayaan sastra, MIWF 2025 juga merupakan platform yang relevan untuk membahas isu-isu mendesak, seperti feminisme, krisis ekologi, kebebasan berekspresi, dan genosida di Palestina serta wilayah lainnya. Festival ini tetap berkomitmen untuk inklusivitas, menjadikan acara ini dapat diakses oleh semua kalangan.

“Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami ingin memastikan festival ini tetap menjadi ruang yang kritis, aman, dan nyaman untuk mempercakapkan isu-isu penting. Kami berharap festival ini bisa menjadi ruang bagi penulis, pembaca, aktivis, jurnalis, seniman, dan publik umum dari berbagai latar belakang,” jelas Aan Mansyur.

Prinsip "No All-Male Panel" juga diterapkan di festival ini, di mana tidak ada sesi yang seluruh pembicaranya terdiri dari laki-laki, untuk mendukung kesetaraan gender dan memperkaya perspektif. Selain itu, MIWF 2025 juga mengedepankan keberlanjutan lingkungan melalui penerapan low carbon dan zero waste.

MIWF tetap berkomitmen untuk menjadi ruang yang menyuarakan beragam perspektif dan suara. Seperti tahun-tahun sebelumnya, festival ini tidak memungut biaya untuk pengunjung yang ingin menikmati berbagai rangkaian acara.

Lebih dari 150 Pembicara
MIWF 2025 akan menghadirkan lebih dari 150 pembicara dari berbagai latar belakang, baik dari Indonesia maupun internasional. Mereka akan berbagi cerita dalam diskusi panel, peluncuran buku, lokakarya, dan presentasi karya. Setiap sesi dirancang untuk membuka wawasan dan merayakan keberagaman pengalaman.

“Tema ‘Land and Hand’ tak jauh berbeda dari tema sebelumnya, m/othering. Jika m/othering menekankan perawatan, ‘Land and Hand’ menegaskan pentingnya mempertahankan. Keduanya saling melengkapi,” ungkap Mariati Atkah, salah satu kurator MIWF 2025.

Festival ini juga akan menghadirkan lebih dari 100 program dan aktivitas menarik, seperti lokakarya "Seni dan Pemulihan" yang membahas seni sebagai terapi untuk penyintas kekerasan, serta "Kritik Sastra" bersama Doni Ahmadi dan Iin Farliani. Berbagai komunitas turut menyajikan program bersama MIWF, seperti 30 Hari Bercerita yang merayakan tradisi bertutur dan presentasi karya dari kolektif WANUA (Belanda) serta penampil dari Australia, Tony Yap.

MIWF 2025 juga mengundang para penulis dan pembicara dari Indonesia Timur, seperti Ibe S. Palogai (penulis fiksi), Aziziah Diah Aprilya (fotografer), Faisal Oddang (penulis fiksi), dan banyak lagi.

Kolaborasi Lebih Luas
Selain program utama, MIWF 2025 juga akan menggelar forum Konsorsium Festival yang mempertemukan pelaksana festival sastra dari seluruh Indonesia untuk membahas penguatan kerja sama antar-festival sastra.

Program Taman Rasa, yang menawarkan pengalaman kuliner bebas plastik, tetap hadir untuk mengedukasi pengunjung tentang keberlanjutan lingkungan.

Penyelenggaraan festival ini didukung oleh berbagai pihak, seperti Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Greenpeace Indonesia, Amnesty International, dan banyak lainnya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru