Sulsel Zona Merah, BBKHIT Gencarkan Sosialisasi Kewaspadaan Penyebaran PMK

Rabu, 22 Jan 2025 19:44
Sulsel Zona Merah, BBKHIT Gencarkan Sosialisasi Kewaspadaan Penyebaran PMK
Kepala BBKHIT Sulsel, Sitti Chadidjah, memberikan pengarahan saat sosialisasi Surat Edaran Nomor 38 Tahun 2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan Penyebaran PMK. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Sulawesi Selatan (Sulsel) masuk zona merah penyebaran Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) yang menyerang hewan ternak, seperti kerbau dan sapi.

Balai Besar Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan (BBKHIT) Sulawesi Selatan (Sulsel) merespons itu dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi bersama seluruh pihak terkait. Salah satunya dengan menggencarkan sosialisasi Surat Edaran Nomor 38 Tahun 2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan Penyebaran PMK.

Terbaru, sosialisasi dilaksanakan BBKHIT Sulsel secara hybrid di kantornya, Rabu (22/1/2025). Sosialisasi itu dipimpin langsung oleh Kepala BBKHIT Sulsel, Sitti Chadidjah. Hadir pula secara daring yakni Direktur Tindakan Karantina Hewan Badan Karantina Indonesia, Cicik Sri Sukarsih.

Sosialisasi dibawakan oleh Ketua Tim Kerja Karantina Hewan, Indra Dewa. Adapun para peserta meliputi perwakilan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel maupun kabupaten/kota, Dinas Perhubungan Sulsel maupun kabupaten/kota, Balai Besar Veteriner Maros, para pelaku usaha, dan jajaran BBKHIT di daerah, serta unsur mahasiswa.

Kepala BBKHIT Sulsel, Sitti Chadidjah, menyampaikan PMK merupakan ancaman serius bagi sektor peternakan. Penyebaran wabah PMK dapat menimbulkan ancaman ekonomi. Olehnya itu, upaya pencegahan dan pengendalian diperlukan. "Nah, surat edaran ini merupakan salah satu upaya pencegahan dan menjadi prioritas," katanya.

Saat ini, laporan kasus PMK mengalami kenaikan, termasuk di Sulsel. Pemerintah sendiri telah mengidentifikasi daerah penyebaran berbasis pulau. Mulai zona hijau, zona kuning, hingga zona merah.

Laporan per tanggal 16 Januari 2025 dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, tercatat ada 849 kasus di lima kabupaten/kota. Di antaranya yakni di Gowa, Bone, Takalar, Palopo, dan Toraja Utara. Langkah pencegahan untuk memastikan wabah PMK tidak semakin meluas pun telah dilakukan.

"Kami terus berkolaborasi, bersinergi dengan semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dari penyebaran PMK. Kerja sama ini perlu untuk melindungi sektor peternakan dari ancaman PMK," tegasnya.

Direktur Tindakan Karantina Hewan Badan Karantina Indonesia, Cicik Sri Sukarsih, mengapresiasi BBKHIT Sulsel yang telah menginisiasi sosialisasi ini. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen Badan Karantina Indonesia untuk menjaga NKRI dari hama penyakit hewan karantina, dalam hal ini PMK.

"Kami berkomitmen agar ternak di Indonesia sehat. Sebenarnya, Indonesia sudah bebas PMK sejak 1990 tapi pada Mei 2022 kembali ada wabah tapi sempat melandai. Baru kembali muncul Desember 2024," jelasnya.

Diakuinya wabah PMK sangat berbahaya dan merugikan. Potensi kerugian dari wabah PMK ditaksir mencapai Rp9,99 triliun per tahun. "Karena untuk penyakit PMK belum ada obatnya, hanya bisa dicegah dengan vaksinasi. Penularannya sangat cepat karena lewat kontak langsung dan udara," tuturnya.

Pada kesempatan itu, Cicik menegaskan arahan untuk memperketat pengawasan di tempat pengeluaran, sebagaimana surat edaran. Harus benar-benar memperhatikan segala ketentuan dan persyaratan. Termasuk memperketat pengawasan lalu lintas ternak, penanganan hewan rentan, dan implementasi biosecurity.

Ketua Tim Kerja Karantina Hewan, Indra Dewa, pada kesempatan itu membahas teknis mengenai lalu lintas hewan ternak mengacu pada zonasi. Ditegaskan untuk lalu lintas hewan ternak dari zona merah ke zona hijau telah dilarang.

Adapun untuk zona hijau ke zona merah dan kuning maupun zona merah ke merah atau zona kuning ke kuning masih memungkinkan. Meski demikian, ada persyaratan dan ketentuan ketat yang harus dipenuhi untuk memastikan penyebaran PMK dapat ditekan. Mulai dari dokumen kelengkapan, tindakan karantina, hingga vaksinasi PMK.

Sejauh ini, BBKHIT Sulsel tegas memberlakukan segala persyaratan dan ketentuan untuk melindungi daerahnya dari penyebaran PMK yang lebih luas maupun hama penyakit lainnya. BBKHIT Sulsel bahkan melakukan penolakan terhadap 60 kerbau dari Sumatera Utara dan 10 sapi dari Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru