10 Negara Berpartisipasi di Ajang MQK Internasional Pertama di Wajo

Kamis, 02 Okt 2025 19:58
10 Negara Berpartisipasi di Ajang MQK Internasional Pertama di Wajo
Sebanyak 10 negara ikut ambil bagian pada ajang Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025, yang digelar di Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan. Foto/Istimewa.
Comment
Share
WAJO - Sebanyak 10 negara ikut ambil bagian pada ajang Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025, yang digelar di Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan. Kegiatan berskala internasional perdana itu dibuka langsung oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.

MQK Internasional yang memperlombakan pembacaan dan pengkajian kitab kuning ini diikuti peserta dari 10 negara. Di antaranya yakni Myanmar, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Timor Leste, Kamboja, dan Indonesia selaku tuan rumah.

“Ini adalah momen bersejarah. Untuk pertama kalinya, santri Indonesia bertanding membaca kitab kuning bersama peserta internasional,” kata Menteri Nasaruddin.

Mengangkat tema merawat lingkungan dan menebar perdamaian, MQK Internasional tidak semata-mata sebagai ajang kompetisi, tetapi juga menjadi ruang bertemunya ulama, santri, dan akademisi dari berbagai negara dalam semangat persaudaraan keilmuan.

“Tema ini relevan dengan kondisi global saat ini, baik dari sisi perubahan iklim maupun persoalan perang yang masih terjadi,” ujar dia.

Dalam pidatonya, Menteri Nasaruddin juga menyinggung dampak besar dari dua krisis dunia: perang dan perubahan iklim.

Ia menyebutkan bahwa konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan agresi di Timur Tengah telah menyebabkan lebih dari 67 ribu korban jiwa, sedangkan akibat perubahan iklim, lebih dari 4 juta orang telah meninggal hingga tahun 2025.

“Kita bisa membandingkan betapa besarnya bahaya perubahan iklim dibandingkan dampak perang. Karena itulah, kami memilih tema lingkungan dan perdamaian sebagai pesan utama dalam MQK ini,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap alam menjadi faktor utama kerusakan lingkungan, dan karena itu agama harus hadir untuk memperbaiki hubungan manusia dengan alam.

Melalui MQK Internasional, ia berharap diskusi dan kajian kitab-kitab klasik bisa memperkuat pemahaman tentang pentingnya menjaga bumi.

“Mari kita gali warisan turats mengenai pelestarian alam. Kini saatnya Kementerian Agama mendukung apa yang kami sebut sebagai ekoteologi, yakni kerja sama antara manusia, alam, dan Tuhan,” terang Menag.

Ia juga menyebut MQK sebagai bagian dari diplomasi budaya pesantren yang memperkenalkan wajah Islam Indonesia ke dunia internasional.

“Pesantren adalah pusat perdamaian. Kita ingin memperlihatkan bahwa Islam di Indonesia berkembang melalui dakwah yang ramah, bersahabat, dan menghargai kearifan lokal,” tutup Menteri Nasaruddin.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru