Sentuhan Vale di Pujasera Petahineando, UMKM Lokal Kian Bergairah

Sabtu, 22 Nov 2025 17:57
Sentuhan Vale di Pujasera Petahineando, UMKM Lokal Kian Bergairah
Pujasera Petahineando di Kecamatan Towuti menjadi bagian dari Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri (PKPM) PT Vale Indonesia Tbk. Foto/IST
Comment
Share
LUWU TIMUR - Aktivitas ekonomi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan kian menunjukkan denyut baru dalam lima tahun terakhir. Jika sebelumnya masyarakat lebih bergantung pada perikanan, pertanian subsisten, dan usaha kecil yang terpencar, kini wajah ekonomi lokal mulai terkonsolidasi—salah satunya melalui hadirnya Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) Petahineando di Kecamatan Towuti.

Pujasera yang dibangun pada 2022 ini menjadi bagian dari Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Mandiri (PKPM) PT Vale Indonesia Tbk. Berlokasi di simpang strategis Jalan Ahmad Yani dan Jalan Jenderal Sudirman, Wowondula–Towuti, kawasan ini menjelma menjadi magnet baru aktivitas warga, terutama pada sore hingga malam hari.

Sebanyak 26 lapak dari lima desa—Lioka, Baruga, Wawondula, Asuli, dan Langkea Raya—serta satu lapak perwakilan kecamatan kini terpusat di satu lokasi. Sebelumnya, para pedagang berjualan secara terpisah tanpa daya tarik kolektif. Kehadiran Pujasera membuat usaha kecil yang tersebar kini terkonsolidasi dan lebih mudah diakses masyarakat.

“Setelah ada Pujasera, Towuti jadi semakin ramai. Bukan hanya warga sekitar, tapi juga dari luar wilayah yang datang untuk nongkrong dan makan,” ujar Frengky, Manajer Lapangan Bumdesma Moiko Morokono selaku pengelola Pujasera Petahineando.

Lebih dari sekadar pusat kuliner, Pujasera juga menjadi ruang interaksi sosial. Tempat ini mempertemukan warga lintas desa, memperkuat solidaritas, sekaligus membuka peluang ekonomi baru. Harapannya, Pujasera dapat menjadi ikon Towuti dan sumber penghidupan yang berkelanjutan.

Dampak ekonomi itu dirasakan langsung oleh para pedagang. Ayu Pratiwi, salah satu pelaku usaha, mengaku kehidupannya berubah sejak berjualan di Pujasera. “Alhamdulillah cukup membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau akhir pekan pasti ramai,” tuturnya.

Menariknya, Pujasera Petahineando tidak hanya menampilkan kuliner siap saji, tetapi juga menjadi etalase produk olahan lokal, termasuk aneka produk turunan nanas seperti selai, dodol, keripik, asinan, dan sirup. Bahan baku nanas tersebut berasal dari Kecamatan Wasuponda, wilayah tetangga Towuti, yang dalam beberapa tahun terakhir bangkit melalui pertanian rakyat.

Di Desa Tabarano, Wasuponda, lahan kritis yang dulunya berupa padang rumput kering kini berubah menjadi kebun nanas seluas lima hektare. Inisiatif pasca pandemi ini berkembang berkat kolaborasi pemerintah desa, masyarakat, dan dukungan PT Vale melalui pendampingan teknis serta penyediaan sarana produksi. Nanas dipilih bukan hanya karena ketahanannya di lahan berbatu, tetapi juga karena identitas historis Wasuponda yang dikenal sebagai “nanas di atas batu”.

Produksi nanas rakyat terus meningkat. Pada 2024, hasil panen mencapai sekitar 500 kilogram dan naik menjadi 600 kilogram pada 2025, dengan target perluasan kebun hingga 10 hektare. Sebagian hasil kini tidak lagi dijual mentah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tambah yang dipasarkan melalui Pujasera Towuti.

Head of External Relations PT Vale, Endra Kusuma, menjelaskan bahwa pembangunan Pujasera Petahineando dirancang sebagai simpul ekonomi lokal yang saling terhubung.

“Dengan adanya Pujasera, pelaku usaha yang tadinya terpencar kini terkonsolidasi, lebih mudah dipromosikan, dan memiliki daya tarik wisata. Ini juga membuka ruang bagi produk-produk lokal seperti olahan nanas dari Wasuponda,” jelasnya.

Rantai ekonomi dari kebun nanas hingga meja makan di Pujasera menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Luwu Timur tidak berdiri sendiri. Infrastruktur pendukung seperti Jalan Sorowako–Malili sepanjang 80 kilometer turut memperlancar distribusi barang dan mobilitas warga, memperkuat keterhubungan antarwilayah.

Dari kebun rakyat di Wasuponda hingga lapak-lapak kuliner di Towuti, Pujasera Petahineando menjadi bukti bahwa kolaborasi lintas desa, BUMDes, masyarakat, dan dunia usaha mampu menghadirkan model pembangunan ekonomi yang inklusif. Bagi warga, harapannya sederhana: Pujasera dan usaha lokal yang tumbuh di sekitarnya dapat terus bertahan, berkembang, dan menjadi warisan ekonomi bagi generasi berikutnya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru