Lombok Kuning Simpati: Dari Warung Bakmi, Jangkau 1.500 Toko, dan Impian Pasar Mancanegara

Sabtu, 12 Apr 2025 09:42
Lombok Kuning Simpati: Dari Warung Bakmi, Jangkau 1.500 Toko, dan Impian Pasar Mancanegara
Ridwan Wahyudi Chandra memegang botol Lombok Kuning Simpati dengan latar deretan penghargaan dan foto bersama tokoh-tokoh lokal dan nasional. Foto: SINDO Makassar/Luqman Zainuddin
Comment
Share
MAKASSAR - Masyarakat Indonesia sangat akrab dengan lombok. Ketika menyantap makanan, menambah lombok, baik yang mentah maupun olahan menjadi sesuatu yang wajib bagi kebanyakan orang.

Di Indonesia Timur, Lombok Kuning Simpati merupakan nama lombok populer yang kerap jadi pendamping kuliner masyarakat. Ia memberi rasa pedis yang menggigit, layaknya tagline mereka.

Ridwan Wahyudi Chandra adalah sosok di balik Lombok Kuning Simpati ini. Resep lombok kuning tersebut diturunkan orang tuanya. Ia lalu menyempurnakan resep itu, memasarkan dan menjualnya dari hanya satu toko menjadi 1.500-an toko di berbagai daerah.

Namun, cerita di balik kesuksesan UMKM binaan Rumah BUMN ini tidaklah ringkas. Ia melalui perjalanan yang sangat panjang, bahkan nyaris 3 dekade.

"Awalnya ini tahun 1998, dari jualan bakmi ayam. Terus sambelnya kita yang racik sendiri, ya lombok kuning itu. Lama-lama, yang datang mau beli sambel saja," Ridwan memulai ceritanya ketika di kediamannya, Jalan Sulawesi, Kota Makassar, Kamis 10 April 2025.

Dari situ, keluarga Ridwan lalu memproduksi lombok kuning itu lebih banyak lagi untuk dijual. Hanya saja, barulah pada 2017, Ridwan membuat merek dagang Lombok Kuning Simpati. Tujuannya, agar produk tersebut dapat dijual di toko-toko.

"Pada 2017, saya berfikir, kenapa bukan saya yang jemput bola. Jadi saya buatkan brand, orang tua kasih nama Simpati. Saya buatkan merek, saya urus semua legalitasnya, halal, PIRT, HAKI. Kemudian saya tawarkan ke toko-toko. Awalnya toko oleh-oleh," sambung bapak 3 anak itu.

Namun, menawarkannya ke toko rupanya tidak semudah yang Ridwan bayangkan. Kadang, produknya ditolak. Jika beruntung, pihak toko akan menerima, sembari melontarkan narasi pesimistis, bahwa barang itu sulit laku karena faktor pesaing dan merek baru.

Ridwan tak ambil pusing. Ia meminta agar produknya dipajang di toko. Andai tidak laku, Ridwan bersedia mengambil produknya kembali.

"Beberapa bulan kemudian, ada telepon, permintaan repeat order, di situ saya mulai percaya diri," cerita Ridwan sumringah.

Kepercayaan diri yang tumbuh, membuatnya memperbaiki kualitas produk, baik dari sisi kemasan maupun rasa. Ia juga mulai pede menawarkan produknya ke supermarket hingga minimarket di bawah perusahaan perdagangan retail berjejaring, seperti Alfamart, Alfamidi, hingga Indomaret.

"Saya memberanikan diri masuk ke Indomaret, puji sukur diterima. Selama 4 tahun diberikan 60 toko, bagi saya sebenarnya itu terlalu kecil, tapi yang penting masuk dulu, karena yang masuknya itu susah. Setelah 4 tahun dibukakan 600 toko Indomaret," sambung suami Melyana Khohari ini.

Tak cukup hanya satu perusahaan retail, Ridwan pun menawarkan produknya ke perusahaan retail lain. Strategi yang ia gunakan agar produknya diterima sederhana, namun efektif.

"Setelah itu saya masuk ke kompetitornya, Alfa. Saya cuma bilang 'di sebelah (Indomaret) sudah ada'. Langsung gol," ucap Ridwan sembari tertawa.

Dari gabungan dua perusahaan perdagangan berjejaring itu, Ridwan kini menjangkau tidak kurang daru 1.500-an toko di Sulsel hingga Sulawesi Barat, dan sekitarnya.

Murni Cabai

Lombok Kuning Simpati diproduksi di Jalan Sulawesi, Kota Makassar. Di sana, 7 pekerja Ridwan bekerja memproduksi 150 kilogram olahan Lombok Kuning dalam sehari. Satu bulan, olahan lombok yang diproduksi berada pada kisaran 2-3 ton.

Ridwan pun mengajak SINDO Makassar melihat bagaimana proses produksi berlangsung. Mulai dari pemilihan cabai, pencucian, proses masak, penggilingan kasar dan halu, sampai pengemasan. Semua dilakukan bersih dan higienis.

Bahan baku utama Lombok Kuning Simpati berasal dari beberapa daerah di Sulsel, seperti Kabupaten Jeneponto, Takalar, sampai Enrekang. Jenis cabainya tidak sembarangan, yakni jenis Cakra.

"Kalau dari bahan baku, ada spek yang kita pilih, tidak sembarangan. Yang membedakan, kita punya 100 persen cabai, tidak pakai campuran singkong atau wartel. Pemilihan cabai jadi kunci," kata Ridwan.

Andai pembaca hendak tahu warna kuning tersebut dari mana, Ridwan tidak segan membocorkannya. Ia menegaskan tak ada pewarna dalam proses produksi Lombok Kuning Simpati, murni takaran seimbang antara cabai hijau dan merah.

"Nah, kalau mau tau kenapa kuning, yah itu, campuran cabai hijau dan kuning yang takarannya 1:1. Tidak pakai pewarna," beber pria kelahiran 23 April 1981 itu.

Salah satu bukti produknya bebas pewarna kata Ridwan, bisa dilihat pada lombok yang sudah dikemas. Pada beberapa kemasan yang masa produksinya berbeda hari, ada yang warnanya kuning terang, ada pula gelap. Artinya, kuningnya tidak konsisten.

"Nah kalau pakai pewarna, sudah pasti kuningnya itu konsisten," Ridwan memberi penegasan.

Gabung Rumah BUMN

Ridwan mengembangkan UMKM Lombok Kuning Simpati dengan memaksimalkan berbagai potensi. Termasuk dengan mengambil pembiayaan hingga menjadi binaan Rumah BUMN, sebuah program yang memberdayakan dan mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Bergabung di rumah BUMN kata Ridwan, membuat relasinya semakin besar karena berkesempatan dilibatkan pada pameran-pameran lokal hingga nasional.

"Kita berusaha cari cuan, jadi bagus kita bergabung dengan Rumah BUMN, pasaran kita semakin dikenal di mana-mana. Biasa ada pelatihan, kalau pemasaran kan produk kita dipasang di galerinya, ikut pameran," beber Ridwan.

Dari pelatihan itu, Ridwan juga mendapat masukan tentang brand. Ia bercerita, sebelum menjangkau pasar yang lebih luas, di kemasan Lombok Kuning Simpati tertulis Khas Makassar.

"Dulu saya punya kemasan, ada tertulis Khas Makassar, kemudian ikut pelatihan, diajari, kalau sudah mau keluar dari Sulsel, tidak bisa lagi bawa nama Makassar. Pertimbangannya, nama daerah terbawa, sementara produk sudah mau main di pasar nasional," sambung Ridwan.

Selain di Indonesia timur, pasar Lombok Kuning Simpati sudah menjangkau Jakarta. Ke depan, ia berencana memperluas pasarnya, tidak hanya di Indonesia tetapi hingga pasar mancanegara.

Perlahan, targetnya itu dimulai dengan merombak lokasi produksi, menambah mesin, dan meningkatkan izin edar, dari pangan industri rumah tangga (PIRT) menjadi MD BPOM agar memenuhi syarat ekspor.

"Kemarin kita sudah sempat kirim ke New Zealand dan Jepang, tapi skala UMKM, hanya dus. Ini yang mau kita tingkatkan," katanya lagi.

Upaya lain Ridwan adalah meningkatkan brand awareness Lombok Kuning Simpati ke masyarakat. Selain metode tradisional dari mulut ke mulut, ia juga memanfaatkan influencer, khususnya di bidang kuliner.

Ia bercerita, food vlogger Magdalena Fridawati pernah memasarkan produknya secara cuma-cuma. Efek penjualan yang ia rasakan cukup besar. Makanya, saat ini ia tidak segan memanfaatkan influencer guna memasarkan produknya.

Saat ini, Lombok Kuning Simpati juga dipasarkan di market place dan reseller, informasi penjualan saat ini termasuk dapat diakses di laman https://lomboksimpati.co.id/.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru