OPINI: Melindungi Hakim dari Ancaman & Risiko di Balik Palu Peradilan

Tim Sindomakassar
Senin, 09 Sep 2024 20:19
OPINI: Melindungi Hakim dari Ancaman & Risiko di Balik Palu Peradilan
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Suci Ambar Wati. Foto/Dok Pribadi
Comment
Share
Suci Ambar Wati -
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Ketika berbicara tentang peradilan, gambaran yang kerap kali muncul adalah seorang hakim yang duduk di kursi tinggi, mengayunkan palu untuk menentukan nasib seseorang. Namun, apakah kita benar-benar memahami beban dan tanggung jawab yang dipikul oleh mereka yang berada di balik palu peradilan tersebut?

Dalam panggung peradilan yang sarat dengan kompleksitas dan ketegangan, hakim merupakan maestro yang mengarahkan simfoni keadilan.

Sebagai pengatur utama dalam orksetra hukum, hakim menyelaraskan berbagai elemen sistem peradilan untuk memastikan bahwa setiap elemen berfungsi secara efektif dan harmonis. Hakim tidak hanya memiliki peran sebagai pengambil keputusan, tetapi jugaberperan sebagai penavigasi ulung yang mengarungi gelombang perdebatan hukum, mengintegrasikan fakta dan bukti untuk membentuk keputusan yang sah, adil dan martarbat.

Dalam setiap keputusan, hakim menggabungkan pengetahuan hukum yang mendalam dengan intuisi moral untuk memastikan putusan sesuai hukum serta mencerminkan nilai-nilai keadilan dan martabat manusia.

Putusan-putusan hakim menentukan nasib seseorang sehingga menjadikan mereka figur otoritas di mata masyarakat. Toga hitam yang gagah, duduk di kursi yang lebih tinggi dan memegang palu keadilan memperkuat kewibawaan mereka.

Namun, di balik itu, tersimpan beragam risiko seperti ancaman fisik dari pihak yang merasa dirugikan, tekanan psikologis dari beratnya tanggung jawab hingga godaan suap yang dapat menggoyahkan integritas hakim.

Mari kita lihat kasus Hakim Pengadilan Agama Lumajang, Jawa Timur, Zulkifli yang menerima lemparan kursi dari Sunandiono, suami yang digugat cerai istrinya, Ulik Humairoh.

Peristiwa tersebut terjadi setelah putusan cerai dibacakan pada 20 Oktober 2022. Kursi tersebut dilempar ke arah majelis hakim sehingga mengenai Zulkifli pada pipi kiri bagian bawah mata sehingga menimbulkan luka sobek sekitar 4 sentimeter.

Dalam terminologi Komisi Yudisial (KY), Peristiwa tersebut tergolong dalam perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH).

Berdasarkan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Advokasi Hakim, menjelaskan bahwa PMKH adalah Perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan.

Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa terdapat uraian PMKH pada peraturan Komisi Yudisial?

Komisi Yudisial (KY) mungkin tidak sepopuler lembaga hukum lainnya, tetapi perannya sangat vital. Bayangkan seorang hakim harus memutuskan nasib seseorang, mengahadapi ancaman, tekanan maupun hal yang dapat menggoyahkan integritasnya.

Di sinilah KY muncul sebagai benteng penjaga kehormatan dibalik toga hitam yang sering kali tak terlihat. Lantas apa upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah PMKH?

Upaya pencegahan PMKH oleh KY diimplementasikan melalui berbagai inisiatif yang melibatkan kolaborasi antara lembaga peradilan, masyarakat, maupun perguruan tinggi.

KY bekerjasama dengan Mahkamah Agung dan lembaga peradilan lainnya agar meningkatkan koordinasi dan sinergitas dalam upaya menjaga martabat dan keluhuran hakim.

Selain itu, peran masyarakat tak kalah penting terkait proses pemantauan dan pengawasan terhadap hakim. KY mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan setiap tindakan yang merendahkan martabat hakim.

Dengan adanya dukungan dan partisipsai aktif dari masyarakat, kita bisa memastikan bahwa para hakim tetap berwibawa dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya. Kemudian, melalui program Klinik Etik dan Advokasi dengan menggandeng tujuh perguruan tinggi sebagai mitra aktif.

Kegiatan tersebut melibatkan mahasiswa dengan meliputi kegiatan kajian, laboratorium, praktik dan pengabdian masyarakat serta kampanye di media sosial yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang etika dalam peradilan seperti pentingnya mematuhi protokol keamanan peradilan dan tata tertib persidangan sesuai yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Lingkungan Pengadilan.

Dengan demikian, hakim bukan hanya memegang palu, tapi juga bertaruh nyawademi keadilan. Komisi Yudisial (KY) berperan sebagai perisai melalui kolaborasi dan edukasi. Namun, keberhasilan pencegahan PMKH juga bergantung pada penguatan kapasitas dan integritas pribadi hakim. Dukungan masyarakat sama pentingnya dalam rangka memastikan keadilan tetap tegak dengan martabat dan wibawa.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru