PT Vale dan Revolusi Hijau Tambang Nikel di Sulawesi Selatan

Kamis, 04 Sep 2025 21:24
PT Vale dan Revolusi Hijau Tambang Nikel di Sulawesi Selatan
PT Vale Indonesia Tbk tengah menjalankan proyek Sorowako Limonite Ore (Sorlim), yang bertujuan mengolah bijih nikel kadar rendah menjadi bahan baku penting untuk baterai kendaraan listrik. Foto/IST
Comment
Share
MAKASSAR - Dulu dianggap limbah, kini jadi komoditas bernilai miliaran dolar. PT Vale Indonesia Tbk tengah menjalankan proyek ambisius bernama Sorowako Limonite Ore (Sorlim), yang bertujuan mengolah bijih nikel kadar rendah menjadi bahan baku penting untuk baterai kendaraan listrik.

Proyek ini tidak main-main. Nilainya mencapai US$1,86 miliar atau sekitar Rp29,25 triliun, dan merupakan bagian dari strategi besar PT Vale untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya lokal dan mendukung transisi energi global. Hal ini sekaligus menandai revolusi hijau tambang nikel di Sulawesi Selatan.

"Tujuan proyek ini sangat mulia: mengubah yang dulu dibuang menjadi sesuatu yang bernilai tinggi," ujar Suharpiyu Wijaya, Head of Sorowako Limonite Project.

Suharpiyu menceritakan perjalanannya hingga dipercaya memimpin proyek prestisius ini. Dengan pengalaman hampir 20 tahun di dunia pertambangan, ia merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari proyek yang tidak hanya berdampak bisnis, tetapi juga sosial dan lingkungan.

"Meski tantangannya besar, saya justru melihatnya sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian. Apalagi banyak yang siap membantu karena tahu tujuan proyek ini membawa manfaat luas," tuturnya.

Limonit: Dulu Dibuang, Kini Diburu
Selama ini, bijih nikel limonit—dengan kadar nikel di bawah 1,5 persen—hanya menjadi limbah penambangan. Tapi kini, melalui teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), material ini bisa diolah menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), komponen utama baterai kendaraan listrik.

Proyek ini dijalankan bersama mitra teknologi yang memiliki keahlian dalam proses lanjutan pengolahan limonit. PT Vale sendiri bertanggung jawab atas penambangan dan penyediaan bahan baku.

"Kami ingin membuktikan bahwa praktik pertambangan yang baik bisa berjalan beriringan dengan teknologi dan keberlanjutan," tambah Suharpiyu.

Tak hanya fokus pada produksi, proyek Sorlim juga mengedepankan dampak sosial dan lingkungan. Sekitar 90 persen tenaga kerja berasal dari Luwu Timur, serta melibatkan lima kontraktor lokal.

Langkah-langkah pelestarian lingkungan pun sudah dijalankan sejak sebelum tahap produksi, termasuk restorasi mangrove dan transplantasi terumbu karang.

"Kami siapkan ekosistemnya sejak awal agar setelah tambang nanti, kondisi lingkungan bisa kembali seperti semula—atau bahkan lebih baik," jelasnya.

Saat ini proyek tengah memasuki fase konstruksi, dengan pembangunan fasilitas pengolahan yang akan berlokasi di pesisir Balantang, Malili. Fasilitas ini juga akan dilengkapi dengan pusat pemilahan limbah untuk mendukung operasi yang lebih hijau.

PT Vale menargetkan fasilitas ini akan beroperasi penuh pada 2027. Suharpiyu menegaskan pentingnya perencanaan matang agar seluruh proses berjalan lancar sejak awal, tanpa menunggu hingga proyek diserahterimakan ke tim operasional.

“Persiapan dari sekarang kunci keberhasilan. Kami pastikan proyek ini memberi manfaat maksimal bagi semua pihak.”

Logam Tanah Jarang
Tak hanya menghasilkan nikel, proyek ini juga membuka peluang besar terhadap pemanfaatan logam tanah jarang seperti scandium, kobalt, dan platinum, yang terkandung dalam bijih nikel Indonesia.

Prof. Adi Maulana dari Universitas Hasanuddin menyebut, dalam bijih nikel Indonesia tersimpan potensi besar yang belum tergarap maksimal. Penelitiannya bahkan menjadi rujukan ilmuwan asing dalam eksplorasi logam tanah jarang.

“Scandium saja bisa mencapai 200–400 ppm. Ini logam strategis yang akan sangat penting di masa depan,” tegasnya.

Cadangan bijih limonit Indonesia yang bisa diolah menggunakan HPAL diperkirakan mencapai 359 juta ton, dengan potensi menghasilkan lebih dari 1.300 ton scandium—logam penting untuk industri energi dan elektronik.

Komitmen Keberlanjutan
Di usia ke-57 tahun, PT Vale membuktikan komitmennya pada keberlanjutan lewat berbagai penghargaan, termasuk PROPER Emas dari Kementerian LHK pada 2024.

Wakil Presiden Direktur PT Vale, Abu Ashar, menegaskan bahwa proyek-proyek perusahaan tak hanya mengejar profit, tapi juga dirancang untuk mensejahterakan masyarakat dan melindungi lingkungan.

"Kami ingin Indonesia bukan sekadar pengekspor bahan mentah, tapi pemimpin industri pengolahan mineral berkelanjutan," katanya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru