Rencana Presiden Prabowo Bangun Jalur Kereta di Luar Jawa Diapresiasi

Rabu, 05 Nov 2025 11:23
Rencana Presiden Prabowo Bangun Jalur Kereta di Luar Jawa Diapresiasi
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa. Foto: Istimewa
Comment
Share
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa.

Menurutnya, kebijakan tersebut sangat penting untuk memperkuat sistem angkutan logistik, distribusi hasil sumber daya alam, serta angkutan massal penumpang.

Pemilik sapaan akrab BHS ini menilai rencana Presiden Prabowo tersebut, sejalan dengan upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke berbagai wilayah Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa.

Menurut BHS, pembangunan jaringan kereta api sebenarnya sudah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu, pengembangannya difokuskan di empat pulau besar, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dengan total panjang rel mencapai sekitar 7.300 kilometer.

“Sebagai contoh, di Pulau Sumatera telah dibangun sekitar 2.200 kilometer jalur rel yang digunakan untuk transportasi publik dan logistik massal. Konsep tersebut sebenarnya sudah mengarah pada sistem kereta Trans Sumatera,” jelasnya.

BHS berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat melanjutkan kembali pembangunan sistem rel konvensional di luar Jawa sebagai salah satu prioritas nasional.

“Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang belum terealisasi sepanjang sekitar 1.300 kilometer, untuk menyambungkan jalur Trans Sumatera dari Lampung hingga Aceh,” kata BHS di Jakarta, (5/11/2025).

Ia menambahkan, jika biaya pembangunan rel kereta api diperkirakan sekitar Rp40 miliar per kilometer, maka total kebutuhan dana untuk menyelesaikan proyek Trans Sumatera hanya sekitar Rp52 triliun.

“Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya.

BHS menambahkan, pemerintah juga bisa mengadakan tambahan 100 rangkaian kereta api (Rolling-Stock) seharga sekitar 100 Milyar per rangkaian atau total sekitar 10 triliun rupiah, dimana rangkaian kereta api terdiri dari rangkaian kereta penumpang kapasitas 10 gerbong, termasuk lokomotif.Serta sebagian bisa digunakan untuk kereta barang ( logistik ) dengan rangkaian 30 gerbong kereta barang, beserta lokomotifnya per rangkaian.

"Dengan manfaat itu, sudah bisa dipastikan kereta api konvensional mampu memindahkan jutaan penumpang tiap tahun serta seluruh logistik sumber daya alam (SDA) maupun Agriculture yang jumlahnya miliaran ton logistik per tahunnya dari hasil wilayah Sumatera," ungkapnya.

Lebih lanjut, BHS mengungkapkan Trans Sulawesi sepanjang 1750 Km dengan biaya kilometer panjang rel tidak lebih dari Rp60 Triliun, ini jauh lebih kecil tetapi memiliki dampak yang besar bagi Ekonomi Wilayah sekitar.

Maka ekonomi di Pulau Sulawesi akan berkembang pesat dengan adanya logistik sumber daya alam seperti agrikultur dalam jumlah miliaran ton dan penumpang jutaan per tahun dapat diangkut oleh transportasi massal kereta api di Sulawesi. Tentu, lebih efektif dan murah.

"Dengan biaya yang tidak lebih dari Rp200 triliun, Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk membangun ekonomi di sekitar 10 provinsi di Sumatera dan 6 Provinsi di Sulawesi, sehingga pertumbuhan ekonomi akan menggeliat, dan tentu akan terjadi pemerataan ekonomi akibat adanya transportasi publik massal tersebut," jelasnya.

"Karena yang lebih bisa menumbuhkan ekonomi adalah perpindahan logistik yang cepat dalam jumlah besar daripada perpindahan penumpang,” jelasnya.

Ia menyampaikan, pembangunan sistem kereta api di Provinsi Aceh sangat mendesak demi mengantisipasi pembangunan infrastruktur pelabuhan yang terintegerasi dengan kawasan industri.

Selain itu juga untuk berkompetisi dengan Singapura dan Malaysia yang telah lama menguasai sebagian besar logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda sebagai ALKI 1.

"Dengan potensi pasar Singapura dan Malaysia masing - masing 30 juta TEUS per tahun dan ditambah wacana pembangunan selat Kra di Thailand, kita harus berusaha mengambil pasar tersebut dengan membuat sistem transportasi kereta api di Sumatera," ujarnya.

Tujuannya agar bisa mengangkut bahan mentah (raw material) menuju industri penghasil bahan jadi di Sumatera dan didistribusikan ke Jawa dan wilayah domestik maupun ekspor setelahnya.

Pemerintah RI diharapkan meninjau kembali untuk memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia, karena perpindahan logistik maupun penumpang dengan jumlah jauh lebih besar untuk pemerataan ekonomi seluruh Indonesia.

"Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta - Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi," kata dia.
(GUS)
Berita Terkait
Berita Terbaru