Anggota DPR RI Bambang Haryo Dukung Presiden Prabowo Bangun Jalur Kereta di Luar Jawa
Rabu, 05 Nov 2025 11:13
Anggota Komisi VII DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa. Foto/IST
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat penting untuk memperkuat sistem angkutan logistik, distribusi hasil sumber daya alam, serta transportasi massal penumpang.
Politikus yang akrab disapa BHS ini menilai, rencana Presiden Prabowo sejalan dengan upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa.
BHS menjelaskan bahwa pembangunan jaringan kereta api di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak masa kolonial Belanda. Saat itu, pengembangan difokuskan di empat pulau besar—Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi—dengan total panjang rel mencapai sekitar 7.300 kilometer.
“Sebagai contoh, di Pulau Sumatera telah dibangun sekitar 2.200 kilometer jalur rel yang digunakan untuk transportasi publik dan logistik massal. Konsep tersebut sebenarnya sudah mengarah pada sistem kereta Trans Sumatera,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat melanjutkan kembali pembangunan rel konvensional di luar Jawa sebagai salah satu prioritas nasional.
“Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang belum terealisasi sepanjang sekitar 1.300 kilometer, untuk menyambungkan jalur Trans Sumatera dari Lampung hingga Aceh,” kata BHS di Jakarta, 5 November 2025.
Menurutnya, jika biaya pembangunan rel kereta api diperkirakan sekitar Rp40 miliar per kilometer, maka total kebutuhan dana untuk menyelesaikan proyek Trans Sumatera hanya sekitar Rp52 triliun.
“Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya.
BHS juga menilai pemerintah perlu menambah 100 rangkaian kereta api (rolling stock) dengan estimasi biaya sekitar Rp100 miliar per rangkaian atau total sekitar Rp10 triliun. Rangkaian tersebut terdiri atas kereta penumpang berkapasitas 10 gerbong beserta lokomotif, serta sebagian digunakan untuk kereta barang (logistik) dengan 30 gerbong per rangkaian.
“Dengan manfaat itu, sudah bisa dipastikan kereta api konvensional mampu memindahkan jutaan penumpang tiap tahun serta seluruh logistik sumber daya alam (SDA) maupun agriculture yang jumlahnya miliaran ton logistik per tahunnya dari hasil wilayah Sumatera,” ungkapnya.
Lebih lanjut, BHS menambahkan bahwa pembangunan jalur Trans Sulawesi sepanjang 1.750 kilometer dengan biaya tidak lebih dari Rp60 triliun juga sangat potensial.
“Maka ekonomi di Pulau Sulawesi akan berkembang pesat dengan adanya logistik sumber daya alam seperti agrikultur dalam jumlah miliaran ton dan penumpang jutaan per tahun dapat diangkut oleh transportasi massal kereta api di Sulawesi. Tentu, lebih efektif dan murah,” ujarnya.
BHS memperkirakan, dengan biaya kurang dari Rp200 triliun, proyek Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 10 provinsi di Sumatera dan 6 provinsi di Sulawesi.
“Dengan biaya yang tidak lebih dari 200 triliun, Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk membangun ekonomi di sekitar 10 provinsi di Sumatera dan 6 Provinsi di Sulawesi, sehingga pertumbuhan ekonomi akan menggeliat, dan tentu akan terjadi pemerataan ekonomi akibat adanya transportasi publik massal tersebut.”
"Karena yang lebih bisa menumbuhkan ekonomi adalah perpindahan logistik yang cepat dalam jumlah besar daripada perpindahan penumpang,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan sistem kereta api di Provinsi Aceh untuk mengantisipasi pembangunan pelabuhan terintegrasi dengan kawasan industri, sekaligus meningkatkan daya saing dengan Singapura dan Malaysia yang telah lama menguasai sebagian besar logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda sebagai ALKI 1.
"Dengan potensi pasar Singapura dan Malaysia masing-masing 30 juta TEUS per tahun dan ditambah wacana pembangunan Selat Kra di Thailand, kita harus berusaha mengambil pasar tersebut dengan membuat sistem transportasi kereta api di Sumatera," ujarnya.
Menurut BHS, tujuan pembangunan tersebut adalah untuk mengangkut bahan mentah (raw material) menuju industri penghasil bahan jadi di Sumatera, yang kemudian didistribusikan ke Jawa maupun wilayah ekspor.
BHS menekankan pentingnya pemerintah memprioritaskan pembangunan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh Indonesia.
“Pemerintah RI diharapkan meninjau kembali untuk memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia, karena perpindahan logistik maupun penumpang dengan jumlah jauh lebih besar untuk pemerataan ekonomi seluruh Indonesia.”
"Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta - Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi," pungkasnya.
Politikus yang akrab disapa BHS ini menilai, rencana Presiden Prabowo sejalan dengan upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa.
BHS menjelaskan bahwa pembangunan jaringan kereta api di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak masa kolonial Belanda. Saat itu, pengembangan difokuskan di empat pulau besar—Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi—dengan total panjang rel mencapai sekitar 7.300 kilometer.
“Sebagai contoh, di Pulau Sumatera telah dibangun sekitar 2.200 kilometer jalur rel yang digunakan untuk transportasi publik dan logistik massal. Konsep tersebut sebenarnya sudah mengarah pada sistem kereta Trans Sumatera,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dapat melanjutkan kembali pembangunan rel konvensional di luar Jawa sebagai salah satu prioritas nasional.
“Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pembangunan rel kereta api konvensional di Sumatera yang belum terealisasi sepanjang sekitar 1.300 kilometer, untuk menyambungkan jalur Trans Sumatera dari Lampung hingga Aceh,” kata BHS di Jakarta, 5 November 2025.
Menurutnya, jika biaya pembangunan rel kereta api diperkirakan sekitar Rp40 miliar per kilometer, maka total kebutuhan dana untuk menyelesaikan proyek Trans Sumatera hanya sekitar Rp52 triliun.
“Dengan modal sebesar itu, Indonesia sudah bisa memiliki jaringan kereta api Trans Sumatera yang strategis bagi konektivitas logistik nasional,” tegasnya.
BHS juga menilai pemerintah perlu menambah 100 rangkaian kereta api (rolling stock) dengan estimasi biaya sekitar Rp100 miliar per rangkaian atau total sekitar Rp10 triliun. Rangkaian tersebut terdiri atas kereta penumpang berkapasitas 10 gerbong beserta lokomotif, serta sebagian digunakan untuk kereta barang (logistik) dengan 30 gerbong per rangkaian.
“Dengan manfaat itu, sudah bisa dipastikan kereta api konvensional mampu memindahkan jutaan penumpang tiap tahun serta seluruh logistik sumber daya alam (SDA) maupun agriculture yang jumlahnya miliaran ton logistik per tahunnya dari hasil wilayah Sumatera,” ungkapnya.
Lebih lanjut, BHS menambahkan bahwa pembangunan jalur Trans Sulawesi sepanjang 1.750 kilometer dengan biaya tidak lebih dari Rp60 triliun juga sangat potensial.
“Maka ekonomi di Pulau Sulawesi akan berkembang pesat dengan adanya logistik sumber daya alam seperti agrikultur dalam jumlah miliaran ton dan penumpang jutaan per tahun dapat diangkut oleh transportasi massal kereta api di Sulawesi. Tentu, lebih efektif dan murah,” ujarnya.
BHS memperkirakan, dengan biaya kurang dari Rp200 triliun, proyek Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 10 provinsi di Sumatera dan 6 provinsi di Sulawesi.
“Dengan biaya yang tidak lebih dari 200 triliun, Trans Sumatera dan Trans Sulawesi dapat terealisasi untuk membangun ekonomi di sekitar 10 provinsi di Sumatera dan 6 Provinsi di Sulawesi, sehingga pertumbuhan ekonomi akan menggeliat, dan tentu akan terjadi pemerataan ekonomi akibat adanya transportasi publik massal tersebut.”
"Karena yang lebih bisa menumbuhkan ekonomi adalah perpindahan logistik yang cepat dalam jumlah besar daripada perpindahan penumpang,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pembangunan sistem kereta api di Provinsi Aceh untuk mengantisipasi pembangunan pelabuhan terintegrasi dengan kawasan industri, sekaligus meningkatkan daya saing dengan Singapura dan Malaysia yang telah lama menguasai sebagian besar logistik di Selat Malaka dan Selat Sunda sebagai ALKI 1.
"Dengan potensi pasar Singapura dan Malaysia masing-masing 30 juta TEUS per tahun dan ditambah wacana pembangunan Selat Kra di Thailand, kita harus berusaha mengambil pasar tersebut dengan membuat sistem transportasi kereta api di Sumatera," ujarnya.
Menurut BHS, tujuan pembangunan tersebut adalah untuk mengangkut bahan mentah (raw material) menuju industri penghasil bahan jadi di Sumatera, yang kemudian didistribusikan ke Jawa maupun wilayah ekspor.
BHS menekankan pentingnya pemerintah memprioritaskan pembangunan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh Indonesia.
“Pemerintah RI diharapkan meninjau kembali untuk memprioritaskan kereta api konvensional sebagai transportasi massal di seluruh wilayah Indonesia, karena perpindahan logistik maupun penumpang dengan jumlah jauh lebih besar untuk pemerataan ekonomi seluruh Indonesia.”
"Setelah kereta api seluruh Indonesia tercukupi, baru kita bicara soal kereta cepat untuk Jakarta - Surabaya, bahkan hingga ke Banyuwangi," pungkasnya.
(TRI)
Berita Terkait
News
Rencana Presiden Prabowo Bangun Jalur Kereta di Luar Jawa Diapresiasi
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membangun jaringan kereta api di luar Pulau Jawa.
Rabu, 05 Nov 2025 11:23
News
Prabowo Lantik Dewan Komisioner LPS 2025–2030, Anggito Resmi Jabat Ketua
Presiden RI Prabowo Subianto telah melantik dan mengambil sumpah Anggota Dewan Komisioner LPS periode 2025–2030 di Istana Negara pada 8 Oktober 2025.
Kamis, 09 Okt 2025 11:38
News
Prabowo Sampaikan DPR Bakal Cabut Besaran Tunjangan
Presiden Prabowo Subianto menyebutkan bahwa DPR telah menyampaikan bakal mencabut beberapa kebijakan, termasuk persoalan tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Minggu, 31 Agu 2025 17:30
News
Hadiri Acara APKASI, Prabowo: Saudara Harusnya Paling Peka Kesulitan Rakyat
Presiden Prabowo Subianto menegaskan peran penting kepala daerah sebagai pemimpin yang paling dekat dengan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Presiden dalam sambutannya saat membuka Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
Kamis, 28 Agu 2025 18:42
News
Presiden Lantik Sejumlah Kepala dan Wakil Kepala Badan di Istana Negara
Presiden Prabowo Subianto melantik Kepala dan Wakil Kepala Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa, Kepala Badan Industri Mineral, Kepala Badan Narkotika Nasional, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 25 Agustus 2025.
Senin, 25 Agu 2025 18:37
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Kasus Prof Karta Jayadi Disebut Pintu Masuk Evaluasi Proses Penjaringan Rektor
2
Hadji Kalla Tegaskan Tak Terikat Putusan Soal Eksekusi Lahan GMTD di Tanjung Bunga
3
Sulsel Export Day 2025 Gerakkan Ekonomi di Hari Pahlawan
4
Prof Karta Nonaktif sebagai Rektor UNM Sampai Proses Hukum Rampung
5
Penjualan Suzuki di Sulselbar Tembus Seribu Unit, Pasar Hybrid Kian Bergairah
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Kasus Prof Karta Jayadi Disebut Pintu Masuk Evaluasi Proses Penjaringan Rektor
2
Hadji Kalla Tegaskan Tak Terikat Putusan Soal Eksekusi Lahan GMTD di Tanjung Bunga
3
Sulsel Export Day 2025 Gerakkan Ekonomi di Hari Pahlawan
4
Prof Karta Nonaktif sebagai Rektor UNM Sampai Proses Hukum Rampung
5
Penjualan Suzuki di Sulselbar Tembus Seribu Unit, Pasar Hybrid Kian Bergairah