Bantah Klaim GMTD, KALLA Lanjutkan Proyek Properti Terintegrasi di Tanjung Bunga

Minggu, 16 Nov 2025 08:36
Bantah Klaim GMTD, KALLA Lanjutkan Proyek Properti Terintegrasi di Tanjung Bunga
KALLA siap melanjutkan pembangunan proyek properti terintegrasi dengan konsep mixed use pada lahan 16 Ha di Tanjung Bunga. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - PT Hadji Kalla menegaskan kepemilikan dan penguasaan fisik atas lahan seluas 16 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar. Chief Legal & Sustainability Officer KALLA, Subhan Djaya Mappaturung, mengatakan lahan tersebut telah dikuasai sejak 1993 dan memiliki sertifikat HGB yang diterbitkan BPN serta telah diperpanjang hingga 2036. Penguasaan itu juga diperkuat dengan dokumen Akta Pengalihan Hak.

“Kami tetap melanjutkan pemagaran dan pematangan lahan 16 hektare sebagai bagian dari rencana pembangunan proyek properti terintegrasi dengan konsep mixed use. Ini merupakan bentuk konsistensi KALLA dalam berkontribusi pada pengembangan Kota Makassar selama 73 tahun,” ujar Subhan.

Ia juga menanggapi klaim PT GMTD Tbk terkait penguasaan lahan melalui eksekusi. Menurutnya, klaim itu telah dibantah secara resmi oleh juru bicara PN Makassar dan BPN, yang menegaskan bahwa objek eksekusi yang dimaksud tidak pernah dilakukan konstatering.

“Dengan adanya bantahan tersebut, seharusnya GMTD dapat menunjukkan secara jelas lokasi lahan yang mereka klaim telah dieksekusi,” tegas Subhan.

Ia menjelaskan, keterlibatan KALLA dalam pengembangan kawasan Tanjung Bunga sudah berlangsung sejak akhir 1980-an melalui PT Bumi Karsa. Saat itu, KALLA mengerjakan proyek normalisasi Sungai Jeneberang I–IV sebagai upaya mitigasi banjir, yang kemudian dilanjutkan dengan pembangunan Waduk Tanjung Bunga sebagai long storage bagi kepentingan umum.

Pada periode itu pula, KALLA melakukan pembebasan lahan seluas sekitar 80 hektare—yang kala itu masih berupa rawa—untuk lokasi pembuangan lumpur hasil pengerukan. Seluruh lahan tersebut telah bersertifikat resmi terbitan BPN Kota Makassar.

Terkait tudingan GMTD bahwa perolehan lahan pihak lain di Tanjung Bunga pada 1991–1998 tidak sah, Subhan menilai pernyataan itu sebagai bentuk arogansi.

“Yang menentukan sah atau tidaknya perolehan lahan adalah pemerintah. Bukan GMTD, bukan pula Lippo,” tegasnya.

Subhan menambahkan, Lippo baru masuk sebagai investor di PT GMTDC pada 1994 dan mengubah komposisi pemegang saham yang sebelumnya mayoritas dimiliki pemerintah daerah dan yayasan.

Selain itu, Lippo juga mengubah maksud dan tujuan pendirian GMTDC dari pembangunan kawasan pariwisata menjadi usaha real estate sebagai bidang usaha utama.

“Tidak mengherankan jika yang menonjol di Tanjung Bunga saat ini justru ekosistem bisnis Lippo—seperti RS Siloam, Sekolah Dian Harapan, GTC, dan kawasan real estate—bukan kawasan pariwisata sebagaimana yang awalnya diharapkan pemerintah daerah dan masyarakat Sulawesi Selatan,” ujar Subhan.

Ia menilai ada indikasi bahwa Lippo menjadikan GMTD seolah-olah milik pemerintah daerah untuk menjadi tameng atas tindakan yang merugikan pihak lain.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru