Kasus TBC di Bulukumba Diperkirakan 1.533, Baru Separuh yang Terlapor
Eky Hendrawan
Kamis, 11 Mei 2023 20:05
Jumlah kasus TB di Bulukumba pada 2022 diperkirakan 1.533 kasus, namun yang ditemukan baru mencapai 767 atau sekitar 50,2 persen. Foto/Eky Hendrawan
BULUKUMBA - Saat ini Indonesia merupakan negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi dan menempati posisi kedua di dunia setelah India. Berdasarkan Laporan Global TB pada 2021, estimasi kasus TBC di Indonesia sebanyak 969 ribu kasus, 28 ribu orang dengan TBC Resisten Obat dan 144 ribu kematian akibat TBC.
Dari total kasus tersebut, hanya 443.235 kasus atau hanya sekitar 46 persen yang terlaporkan, sehingga masih terdapat 525.765 kasus TBC yang belum ditemukan dan dilaporkan.
Menyikapi kondisi ini, Dinas Kesehatan Bulukumba melaksanakan pertemuan dan penandatanganan MoU antara Puskesmas dan Klinik/Dokter Praktik Mandiri (DPM) di WoW Cafe, Jalan Lanto Dg Pasewang Bulukumba.
Pertemuan tersebut membahas sejumlah poin kerja sama sebagai mekanisme implementasi dari mekanisme jejaring yang telah dibentuk yaitu District –Based Public Private Mix ( DPPM) di bawah koordinasi Dinas Kesehatan.
Pengelola Program Tuberkulosis Dinas Kesehatan Bulukumba, Ahmad, menyampaikan jumlah kasus TB di wilayahnya pada 2022 diperkirakan 1.533 kasus, namun yang ditemukan baru mencapai 767 atau sekitar 50,2 persen. Dari jumlah yang terlapor tersebut, termasuk 14 kasus TBC Resisten Obat, 60 kasus anak dan 16 kematian akibat TBC.
"Ada sekitar 766 kasus yang belum ditemukan sehingga berpotensi menularkan kepada 10-15 orang di sekitarnya," ungkap Ahmad.
Kondisi ini, lanjutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk stigma yang buruk mengenai penyakit Tuberkulosis. Orang dengan gejala TBC, kata Ahmad malu memeriksakan diri ke fasilitas kesehata, terutama fasilitas kesehatan milik pemerintah. Sehingga, pasien datang pada kondisi TBC sudah dengan kerusakan jaringan paru yang parah misalnya muntah darah.
Bahkan, menurut dia, ada yang menganggap bahwa penyakit TBC tersebut disebabkan oleh guna-guna dan tidak bisa disembuhkan. Padahal penyakit TBC ini bisa disembuhkan dengan pengobatan yang teratur sesuai anjuran petugas kesehatan.
Lebih jauh, ia menyampaikan sebagian besar penderita mencari pengobatan di fasilitas kesehatan swasta dan pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotik. Namun sayangnya obat yang dibeli tergantung kemampuan anggaran yang dimiliki oleh pasien. Sementara Pemerintah Pusat melalui Program Tuberkulosis telah menyiapkan dan dapat diperoleh secara gratis.
"Kebanyakan terputus minum obat karena tidak mampu lagi membeli obat TBC yang mahal, sehingga pengobatannya tidak sesuai strategi Dots dan memicu terjadinya TBC resistensi Obat," terangnya.
Potret perilaku penderita TBC ini sejalan dengan kajian Patient Pathway Analisys. Pada 2017 terdata 74 persen masyarakat dengan gejala TBC dalam hal mencari pengobatan awal lebih memilih fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) swasta. Rasio pencarian pengobatan di Fasyankes swasta paling besar ada di farmasi/apotek (52%), DPM (19%) dan Rumah Sakit (3%).
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Bulukumba, Haslianto, berjanji akan melakukan pemantauan langsung ke apotik dan mengimbau untuk tidak menjual obat Tuberkulosis. Ia juga mengimbau petugas apotik agar dapat mengedukasi orang dengan gejala TBC untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain MoU, kegiatan ini dirangkaikan dengan peningkatan kapasitas bagi petugas pelayanan di Kabupaten Bulukumba dan dihadiri beberapa pimpinan/ perwakilan Klinik dan DPM, organisasi Profesi Kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia(IAI) dan Pengelola Program Tuberkulosis puskesmas.
Dari total kasus tersebut, hanya 443.235 kasus atau hanya sekitar 46 persen yang terlaporkan, sehingga masih terdapat 525.765 kasus TBC yang belum ditemukan dan dilaporkan.
Menyikapi kondisi ini, Dinas Kesehatan Bulukumba melaksanakan pertemuan dan penandatanganan MoU antara Puskesmas dan Klinik/Dokter Praktik Mandiri (DPM) di WoW Cafe, Jalan Lanto Dg Pasewang Bulukumba.
Pertemuan tersebut membahas sejumlah poin kerja sama sebagai mekanisme implementasi dari mekanisme jejaring yang telah dibentuk yaitu District –Based Public Private Mix ( DPPM) di bawah koordinasi Dinas Kesehatan.
Pengelola Program Tuberkulosis Dinas Kesehatan Bulukumba, Ahmad, menyampaikan jumlah kasus TB di wilayahnya pada 2022 diperkirakan 1.533 kasus, namun yang ditemukan baru mencapai 767 atau sekitar 50,2 persen. Dari jumlah yang terlapor tersebut, termasuk 14 kasus TBC Resisten Obat, 60 kasus anak dan 16 kematian akibat TBC.
"Ada sekitar 766 kasus yang belum ditemukan sehingga berpotensi menularkan kepada 10-15 orang di sekitarnya," ungkap Ahmad.
Kondisi ini, lanjutnya dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk stigma yang buruk mengenai penyakit Tuberkulosis. Orang dengan gejala TBC, kata Ahmad malu memeriksakan diri ke fasilitas kesehata, terutama fasilitas kesehatan milik pemerintah. Sehingga, pasien datang pada kondisi TBC sudah dengan kerusakan jaringan paru yang parah misalnya muntah darah.
Bahkan, menurut dia, ada yang menganggap bahwa penyakit TBC tersebut disebabkan oleh guna-guna dan tidak bisa disembuhkan. Padahal penyakit TBC ini bisa disembuhkan dengan pengobatan yang teratur sesuai anjuran petugas kesehatan.
Lebih jauh, ia menyampaikan sebagian besar penderita mencari pengobatan di fasilitas kesehatan swasta dan pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotik. Namun sayangnya obat yang dibeli tergantung kemampuan anggaran yang dimiliki oleh pasien. Sementara Pemerintah Pusat melalui Program Tuberkulosis telah menyiapkan dan dapat diperoleh secara gratis.
"Kebanyakan terputus minum obat karena tidak mampu lagi membeli obat TBC yang mahal, sehingga pengobatannya tidak sesuai strategi Dots dan memicu terjadinya TBC resistensi Obat," terangnya.
Potret perilaku penderita TBC ini sejalan dengan kajian Patient Pathway Analisys. Pada 2017 terdata 74 persen masyarakat dengan gejala TBC dalam hal mencari pengobatan awal lebih memilih fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) swasta. Rasio pencarian pengobatan di Fasyankes swasta paling besar ada di farmasi/apotek (52%), DPM (19%) dan Rumah Sakit (3%).
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Bulukumba, Haslianto, berjanji akan melakukan pemantauan langsung ke apotik dan mengimbau untuk tidak menjual obat Tuberkulosis. Ia juga mengimbau petugas apotik agar dapat mengedukasi orang dengan gejala TBC untuk memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain MoU, kegiatan ini dirangkaikan dengan peningkatan kapasitas bagi petugas pelayanan di Kabupaten Bulukumba dan dihadiri beberapa pimpinan/ perwakilan Klinik dan DPM, organisasi Profesi Kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia(IAI) dan Pengelola Program Tuberkulosis puskesmas.
(TRI)
Berita Terkait
Sulsel
Pemkab Bulukumba akan Hadirkan Sirkuit Titik Nol di Tanjung Bira
Pemerintah Kabupaten Bulukumba melalui Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2024 akan melakukan pembangunan sirkuit balapan motor yang diberi nama Sirkuit Titik Nol.
Kamis, 13 Jun 2024 16:35
Sulsel
Kasus Demam Berdarah di Bulukumba Tembus 130 Sepanjang 2024
Kasus demam berdarah dengue menunjukkan tren peningkatan di Kabupaten Bulukumba. Tercatat, dari Januari hingga Maret 2024, sudah ada 130 kasus demam berdarah.
Rabu, 13 Mar 2024 11:03
Sulsel
Kabupaten Bulukumba Terima Sertifikat Bebas Frambusia
Kabupaten Bulukumba menerima penghargaan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia berupa Sertifikat Bebas Frambusia, Rabu 6 Maret.
Kamis, 07 Mar 2024 12:37
Sulsel
Penanaman Bibit Nangka Madu di Bulukumba, Pj Gubernur Bahtiar: Jangan Biarkan Lahan Kosong
Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Bahtiar Baharuddin dan Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf, memulai program ketahanan pangan Penanaman Bibit Nangka Madu.
Sabtu, 25 Nov 2023 16:49
Sulsel
Bupati Bulukumba Luncurkan Rumah Singgah Sementara ODGJ Terlantar
Rumah singgah yang berada di posko PSC ini menjadi salah satu alternatif solusi dalam menangani orang yang mengalami gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar dari luar daerah.
Rabu, 11 Okt 2023 19:28
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Klien Dianiaya, Penasihat Hukum Minta Polisi Tak Gunakan Pasal Tunggal
2
Tingkatkan Kapabilitas Kemitraan, Konsorsium PTV Sultanbatara Adakan Pelatihan
3
Unik! 300 Roti Bakar Disusun jadi Diorama Benteng Rotterdam
4
Amir Uskara Timbang 2 Nama Calon Wakil di Pilkada Gowa 2024
5
Ayah Bupati Bulukumba Andi Utta Tutup Usia, IAS Sampaikan Duka Mendalam
6
Trans Snow World Makassar Sukses Gelar BRICKS Competition Pertama di Sulsel
7
Pengusaha Enrekang Serahkan Ambulans Gratis untuk Kampung Halamannya