Cahaya Ramadan: Context Awareness dan Shaum

Tim Sindomakassar
Minggu, 31 Mar 2024 13:37
Cahaya Ramadan: Context Awareness dan Shaum
Dr Hamdan, Akademisi Universitas Al-Asyariah Mandar. Foto: Istimewa
Comment
Share
Dr Hamdan eSA
(Akademisi Universitas Al-Asyariah Mandar)

DALAM suatu senja pertama Ramadan, Nasrudin Hoja (seorang Sufi asal Akshehir, Turki) akan segera melewati puasa perdananya dengan lancar. Bersama istrinya, mereka telah bersiap diri di ruang makan, menunggu suara tabuhan bedug sebagai tanda waktu berbuka.

Lalu suara bedug pun bergema, disusul azan magrib yang syahdu pertama di bulan Ramadan itu. Dalam kesyahduan, tiba-tiba istri Hoja mulai menangis dengan tersedu-sedu sambil memegang mangkuk yang siap diisi dengan sup.



Hoja bertanya, “Kenapa kamu menangis?”
“Aku teringat almarhumah Ibuku. Ramadan tahun lalu, beliau masih bersama kita, berbuka puasa bersama di meja ini.” Jawab istri Hoja sambil sesekali terisak.

Hoja hanya mendengarkan curhatan istrinya sambil menyendok sup ke mangkuknya. Dengan telinga yang dipasang dengan baik, ia terus mendengarkan sang istri yang mengenang ibunya.

Namun tanpa disadari, Hoja pun menangis, ikut meneteskan air mata. Istri Hoja pun bertanya, “Kenapa kamu menangis, Mas?”
“Aku juga teringat ibumu. Ibu yang baik, yang telah melahirkan perempuan seperti kamu. Perempuan yang tidak memberitahu jika supnya ternyata masih panas.” Jawab Nasrudin Hoja sambil menjulurkan lidahnya yang kepanasan.

Kisah Hoja di atas setidaknya menghadirkan di hadapan kita dua kesadaran, yakni; (1) kesadaran Istri Hoja yang mengalami perpindahan dari ruang-waktu kekinian ke ruang-waktu yang telah lewat, dan (2) kesadaran Hoja yang meski sempat ikut larut ke masa lalu, tetapi cepat tersadar dalam ruang-waktu kekinian.

Kesadaran istri Hoja larut pada masa lalu dan tercerabut dari konteks buka puasa perdana saat itu. Konteks adalah situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Akibat dari tercabutnya kesadaran terhadap konteks “kekinian” dan “kedisinian”, baik Hoja maupun istrinya kehilangan kesadaran atas panasnya sup hidangan berbuka.

Kesadaran konteks (context awareness) saat ini lebih banyak menjadi perhatian dalam dunia teknologi komunikasi. Kesadaran konteks adalah kemampuan perangkat komputasi untuk “merasakan” dan bereaksi terhadap lingkungannya. Contoh sederhana yang paling dekat dengan keseharian kita adalah smartphone.

Ia mengubah orientasi layarnya tergantung ke arah mana ia dimiringkan. Secara otomatis dapat beralih dari orientasi potret ke lanskap atau sebaliknya.



Contoh yang lebih kompleks adalah kemampuan smartphone menyesuaikan waktu dan tanggal, tergantung pada lokasi kita. Jika bepergian dari Makassar ke berbagai negara misalnya, waktu dan tanggal yang ditampilkan langsung berubah saat smartphone dihidupkan kembali setelah pesawat mendarat.

Selain orientasi layar serta penyesuaian tanggal dan waktu, beberapa fitur kesadaran konteks yang populer antara lain; lokasi yang menyesuaikan keberadaan anda dengan peta dan memberi petunjuk arah yang tepat ke mana pun anda ingin pergi, serta info cuaca.

Masih banyak fitur atau aplikasi lain yang memperlihatkan pentingnya kesadaran konteks, seperti ejaan teks, statistik kesehatan, kondisi lingkungan, dan sebagainya yang mengandalkan sensor dan pemicu untuk terhubung dengan kesadaran konteks.

Shaum melatih kita mempertahankan kesadaran terhadap ruang dan waktu yang sedang melingkupi kita. Shaum melatih kita untuk stay tuned dalam frekwensi “kekinian” dan “kedisinian”, meskipun pikiran dan perasaan sedang berada jauh di masa lalu atau jauh di masa depan.

Shaum tidak menghendaki kita untuk tenggelam bernostalgia pada dosa-dosa masa lalu atau keshalehan masa lalu. Shaum juga tidak menghendaki kita untuk mabuk berfantasi tentang nikmatnya surga atau dihantui neraka kelak di akhirat.

Shaum menghendaki agar kesadaran yang sedang jauh ke masa lalu atau ke masa depan, agar selalu kembali “di sini” dan “saat ini”. Olehnya itu setiap muslim yang ber-shaum, mestinya memiliki kemampuan automatik menahan diri agar tetap berada dalam context awareness.

Keshalehan dan kesalahan masa lalu hanya dapat bermakna bila disikapi dalam konteks di sini dan saat ini. Demikian pula janji-janji dan ancaman di akhirat, hanya memberi makna bila dipandang menggunakan kesadaran konteks, saat ini dan di sini.

Shaum merupakan fitur yang berfungsi membuat orang puasa memiliki context awareness. Melalui context awareness inilah, iman yang abstrak dapat diterapkan ke dalam ruang dan waktu di mana pun kita berada. Karena itulah, tujuan puasa adalah mencpai kualitas dan derajat “taqwa”, yakni terpeliharanya diri untuk tetap taat pada perintah Allah dan menjauhi larangannya kapan dan di mana pun berada. Tanpa context awareness, dapat dipastikan bahwa derajat ketaqwaan sebagai tujuan shaum, tidak akan dapat tercapai.

Hadis Rasulullah menegaskan; ittaqillah haitsuma kunta, wa atbi'issayyiatal hasanata tamhuha, wa khaliqinnasa bi khuluqin hasanin (bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, dan berinteraksilah pada manusia dengan adab yang baik).
(GUS)
Berita Terkait
Berita Terbaru