Kasus Gugatan Media & Jurnalis di Makassar, LBH Pers Jakarta Ajukan Amicus Curiae

Tri Yari Kurniawan
Selasa, 07 Mei 2024 20:25
Kasus Gugatan Media & Jurnalis di Makassar, LBH Pers Jakarta Ajukan Amicus Curiae
Suasana diskusi publik sengketa pers bertema Amicus Curiae dalam Sistem Peradilan, yang berkaitan dengan kasus gugatan media dan jurnalis di Makassar. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Kasus gugatan terhadap media dan jurnalis di Kota Makassar hingga saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) setempat. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta pun memasukkan Amicus Curiae sebagai opini kepada majelis hakim.

Direktur LBH Jakarta, Ade Wahyudi, mengatakan Amicus Curiae merupakan upaya atau langkah yang dilakukan untuk memberikan pertimbangan terhadap hakim terkait gugatan terhadap media dan jurnalis.

"Ini menjadi salah satu upaya selain menjadi pendampingan secara langsung, menjadi kuasa hukum ataupun kampanye non litigasi," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa, 7 Mei 2024.

Ia juga mengatakan, majelis hakim memiliki kewajiban untuk melihat rasa keadilan. Ketika hakim ingin melihat rasa keadilan sumbernya bisa dari mana saja.

"Saya pikir sumbernya dari manapun baik itu penggugat, tergugat, masyarakat, termasuk Amicus Curiae," ungkapnya.

Ia memandang, gugatan ini bukan layaknya seperti sipil biasa, tapi ada kepentingan publik yang berpotensi terhambat. Karena yang tergugat adalah perusahaan media dan jurnalis.

"Perusahaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Pers mendapatkan perlindungan hukum tapi ini malah jadi tergugat," ujarnya.

Meskipun pengadilan tidak bisa menolak gugatan namun penggugat yang juga merupakan mantan pejabat publik harus disoroti. Karena konten yang dijadikan gugatan memiliki kepentingan publik yang luas.

"Ini bukan semata-mata gugatan biasa. Tapi dibalik itu ada motif misalnya pembangkrutan media," ujarnya.

Perwakilan Ombudsman RI Sulsel, Aswiwin Sirua, mengatakan seorang pejabat publik harus terbuka karena pada prinsipnya mereka ada untuk melayani masyarakat. Sehingga paradigma melayani itu harus melekat.

"Paradigma melayani itu yang harus melekat pada seorang pejabat publik mulai dari yang paling bawah sampai pejabat yang paling atas," ujarnya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru