Perambahan Hutan di Lutim Marak: Ancaman Terhadap Lingkungan & Masa Depan
Sabtu, 12 Apr 2025 12:34

Dosen antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Yahya. Foto/Istimewa
LUWU TIMUR - Tanamalia, salah satu blok hutan lindung di Loeha Raya, Luwu Timur (Lutim), saat ini tengah berada dalam ancaman nyata. Dari kejauhan, mungkin tampak seperti kawasan pertanian produktif. Namun di balik hijaunya tanaman merica yang menjulang, tersimpan kisah tentang tekanan terhadap hukum, ekosistem, dan masa depan generasi mendatang.
Di atas lahan yang secara hukum telah ditetapkan sebagai konsesi penggunaan kawasan hutan (PPKH), praktik pembukaan kebun tanpa izin terus berlangsung.
Sebagai seorang peneliti sosial yang telah lama mengamati dinamika di kawasan ini, dosen antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Yahya, menyampaikan kekhawatiran yang semakin dalam atas maraknya perambahan lahan untuk kepentingan pertanian komersial. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal arah dan masa depan tata kelola lingkungan di Indonesia.
Menurut dia, isu krisis iklim memang banyak dikaitkan dengan industri ekstraktif. Tapi, yang jauh lebih berbahaya ketika petani atau masyarakat yang cuma menanam jenis tanaman berorientasi market, berujung pada profitisasi dan menyebabkan alih fungsi lahan hutan yang tidak terkontrol.
“Masyarakat petani sekarang cenderung pragmatis. Sementara membuka lahan merica di kawasan PPKH itu mereka anggap tidak pernah rugi. Sudah untung penjualan, ketika perusahaan mau ambil alih, mereka dapat ganti rugi lagi. Ganti ruginya dihitung berapa rupiah per tegakan. Jadi jelas sekali keuntungannya,” ungkap dia, 11 April 2025.
Menurut dia, sebenarnya penegakan hukum kepada penggarap lahan kebun lada di hutan-hutan lindung itu urusan pemerintah. Namun menjadi persoalan, ada kepentingan politik praktis yang ikut mencampuri.
“Para pemangku kepentingan kan, butuh suara ketika mencalonkan diri saat maju Pilkada atau Pilcaleg. Sehingga, sulit untuk melakukan tindakan tegas. Apalagi, terkait janji kampanye dan masyarakat itu adalah pendukungnya saat pemilu,” lanjutnya.
Konsekuensinya, jelas: deforestasi. Merica memang tanaman bernilai tinggi di pasar global, namun permintaan yang “luar biasa dahsyat” ini telah menciptakan alih fungsi lahan hutan secara tidak terkendali.
Menurut dia, salah satu pengalaman yang bisa dilihat adalah di PT Vale, hutan rusak karena tanaman merica dan tidak bisa sama sekali dikontrol.
Yang kerap luput dari perhatian adalah kenyataan bahwa banyak aktivitas masyarakat tidak lagi sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Tidak semua bentuk pertanian mendukung konservasi; sebagian justru mempercepat degradasi lingkungan jika tidak diarahkan secara tepat.
Sementara itu, dari sisi tata kelola, otoritas kehutanan di tingkat daerah juga telah menegaskan batas hukum yang berlaku.Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Larona, Pasi Nikmad Ali, menyampaikan bahwa secara regulasi, lahan yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai PPKH tidak bisa digarap oleh masyarakat, apalagi dijadikan kebun.
“Padahal tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu. Kalaupun ingin tetap menggarap kebun di lahan PPKH, maka negosiasinya harus ke pemegang PPKH. Itu pun tidak sembarang menebang pohon,” tegasnya.
Dalam konteks pengembangan hilirisasi nasional, menjaga integritas kawasan operasi bukan hanya kepentingan ekologi, tetapi juga kepastian investasi dan keberlanjutan sosial.
Pihak perusahaan sendiri juga memahami tantangan yang dihadapi di lapangan, dan upaya kolaborasi harus dijalankan oleh semua pihak.Di tengah kompleksitas ini, kita butuh perspektif yang menyeluruh: tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan jangka panjang.
Masyarakat perlu diedukasi agar tidak hanya terjebak dalam logika ekonomi sesaat. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, sementara dunia usaha harus terus hadir bukan hanya sebagai operator, tapi sebagai mitra pembangunan masyarakat dalam mewujudkan hilirisasi negara. Karena kemajuan tidak hanya soal membangun industri, tapi juga menjaga agar pondasinya—yaitu lingkungan dan sosial—tetap kokoh.
Tanamalia hari ini adalah cerminan dari banyak wilayah di Indonesia. Jika dikelola dengan bijak dan kolaboratif, kawasan ini bukan hanya bisa menjadi pusat produksi, tetapi juga simbol keberhasilan kita membangun masa depan yang seimbang antara ekonomi, ekologi, dan kemanusiaan.
Di atas lahan yang secara hukum telah ditetapkan sebagai konsesi penggunaan kawasan hutan (PPKH), praktik pembukaan kebun tanpa izin terus berlangsung.
Sebagai seorang peneliti sosial yang telah lama mengamati dinamika di kawasan ini, dosen antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Yahya, menyampaikan kekhawatiran yang semakin dalam atas maraknya perambahan lahan untuk kepentingan pertanian komersial. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal arah dan masa depan tata kelola lingkungan di Indonesia.
Menurut dia, isu krisis iklim memang banyak dikaitkan dengan industri ekstraktif. Tapi, yang jauh lebih berbahaya ketika petani atau masyarakat yang cuma menanam jenis tanaman berorientasi market, berujung pada profitisasi dan menyebabkan alih fungsi lahan hutan yang tidak terkontrol.
“Masyarakat petani sekarang cenderung pragmatis. Sementara membuka lahan merica di kawasan PPKH itu mereka anggap tidak pernah rugi. Sudah untung penjualan, ketika perusahaan mau ambil alih, mereka dapat ganti rugi lagi. Ganti ruginya dihitung berapa rupiah per tegakan. Jadi jelas sekali keuntungannya,” ungkap dia, 11 April 2025.
Menurut dia, sebenarnya penegakan hukum kepada penggarap lahan kebun lada di hutan-hutan lindung itu urusan pemerintah. Namun menjadi persoalan, ada kepentingan politik praktis yang ikut mencampuri.
“Para pemangku kepentingan kan, butuh suara ketika mencalonkan diri saat maju Pilkada atau Pilcaleg. Sehingga, sulit untuk melakukan tindakan tegas. Apalagi, terkait janji kampanye dan masyarakat itu adalah pendukungnya saat pemilu,” lanjutnya.
Konsekuensinya, jelas: deforestasi. Merica memang tanaman bernilai tinggi di pasar global, namun permintaan yang “luar biasa dahsyat” ini telah menciptakan alih fungsi lahan hutan secara tidak terkendali.
Menurut dia, salah satu pengalaman yang bisa dilihat adalah di PT Vale, hutan rusak karena tanaman merica dan tidak bisa sama sekali dikontrol.
Yang kerap luput dari perhatian adalah kenyataan bahwa banyak aktivitas masyarakat tidak lagi sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Tidak semua bentuk pertanian mendukung konservasi; sebagian justru mempercepat degradasi lingkungan jika tidak diarahkan secara tepat.
Sementara itu, dari sisi tata kelola, otoritas kehutanan di tingkat daerah juga telah menegaskan batas hukum yang berlaku.Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Larona, Pasi Nikmad Ali, menyampaikan bahwa secara regulasi, lahan yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai PPKH tidak bisa digarap oleh masyarakat, apalagi dijadikan kebun.
“Padahal tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu. Kalaupun ingin tetap menggarap kebun di lahan PPKH, maka negosiasinya harus ke pemegang PPKH. Itu pun tidak sembarang menebang pohon,” tegasnya.
Dalam konteks pengembangan hilirisasi nasional, menjaga integritas kawasan operasi bukan hanya kepentingan ekologi, tetapi juga kepastian investasi dan keberlanjutan sosial.
Pihak perusahaan sendiri juga memahami tantangan yang dihadapi di lapangan, dan upaya kolaborasi harus dijalankan oleh semua pihak.Di tengah kompleksitas ini, kita butuh perspektif yang menyeluruh: tidak hanya soal hukum, tetapi juga soal keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan jangka panjang.
Masyarakat perlu diedukasi agar tidak hanya terjebak dalam logika ekonomi sesaat. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan, sementara dunia usaha harus terus hadir bukan hanya sebagai operator, tapi sebagai mitra pembangunan masyarakat dalam mewujudkan hilirisasi negara. Karena kemajuan tidak hanya soal membangun industri, tapi juga menjaga agar pondasinya—yaitu lingkungan dan sosial—tetap kokoh.
Tanamalia hari ini adalah cerminan dari banyak wilayah di Indonesia. Jika dikelola dengan bijak dan kolaboratif, kawasan ini bukan hanya bisa menjadi pusat produksi, tetapi juga simbol keberhasilan kita membangun masa depan yang seimbang antara ekonomi, ekologi, dan kemanusiaan.
(TRI)
Berita Terkait

News
Gakkum Sulawesi Ingatkan Sanksi Hukum bagi Pelaku Perambahan di Kawasan PPKH
Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Sulawesi memperingatkan adanya sanksi hukum, baik pidana maupun perdata, bagi pelaku perambahan atau pembalakan liar di kawasan PPKH.
Jum'at, 11 Jul 2025 13:45

News
PT Vale Raih Prestasi Ganda di AREA 2025 Bangkok Berkat Program Lingkungan & Komunitas
Dalam ajang AREA 2025 yang digelar di Bangkok, PT Vale Indonesia meraih dua penghargaan bergengsi sekaligus: kategori Green Leadership dan Social Empowerment.
Senin, 30 Jun 2025 18:45

News
Wali Kota Makassar Beri Penghargaan Lingkungan untuk PLN UID Sulselrabar
Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup, PT PLN (Persero) UID Sulselrabar menerima penghargaan dari Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.
Minggu, 29 Jun 2025 19:52

Makassar City
Komitmen Jaga Lingkungan, MaRI Raih Penghargaan dari Pemkot Makassar
Pemkot Makassar menganugerahkan penghargaan kepada Mal Ratu Indah (MaRI) atas Ketaatan Terhadap Kewajiban Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Makassar Tahun 2025.
Minggu, 29 Jun 2025 15:23

News
Astra Daihatsu Makassar Urip Raih Penghargaan Lingkungan Hidup 2025
Penghargaan lingkungan hidup diserahkan langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, kepada perwakilan Astra Daihatsu Makassar Urip.
Minggu, 29 Jun 2025 15:04
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

PSI Umumkan DPT Pemilihan Raya, 187.306 Orang Berhak Memilih Ketum
2

DPRD Sulsel Heran, Perusahaan Penambang Emas di Sinjai Mangkir dari RDP
3

Kisah Owner Hermin Salon Vivi Hadapi Diskriminasi Gender karena Budaya Patriarki
4

PT Semen Tonasa dan Unhas Luncurkan Program Assamaturu 2025
5

Penabrak KLM Asia Mulia Belum Ditangkap, Keluarga Bakal Lapor ke Pusat
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

PSI Umumkan DPT Pemilihan Raya, 187.306 Orang Berhak Memilih Ketum
2

DPRD Sulsel Heran, Perusahaan Penambang Emas di Sinjai Mangkir dari RDP
3

Kisah Owner Hermin Salon Vivi Hadapi Diskriminasi Gender karena Budaya Patriarki
4

PT Semen Tonasa dan Unhas Luncurkan Program Assamaturu 2025
5

Penabrak KLM Asia Mulia Belum Ditangkap, Keluarga Bakal Lapor ke Pusat