Ngadu ke DPRD Sulsel, Hayat Gani Desak Pemprov Bayar Hak Kepegawaian Rp8 Miliar

Senin, 16 Jun 2025 15:31
Ngadu ke DPRD Sulsel, Hayat Gani Desak Pemprov Bayar Hak Kepegawaian Rp8 Miliar
Komisi A DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat terkait persoalan yang menimpa eks Sekretaris Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani di Gedung Tower pada Senin (16/06/2025). Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Komisi A DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat terkait persoalan yang menimpa eks Sekretaris Provinsi Sulsel, Abdul Hayat Gani di Gedung Tower pada Senin (16/06/2025). Hadir BKD, Biro Hukum, BKAD hingga Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM).

Hayat Gani sedang memperjuangkan hak-hak kepegawaiannya yang saat itu sebagai Sekda Provinsi Sulsel berupa gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lainnya yang belum dibayarkan sejak bulan Desember 2022 sampai dengan Januari 2025. Adapun nilainya sebesar Rp8.038.270.000.

Hayat Gani merupakan Sekprov Sulsel yang dinonaktifkan pada akhir 2022 lalu. Ia tak terima, sebab menurutnya hal ini cacat administrasi.

Ia kemudian melakukan rangkaian tuntutan yang pada akhirnya dimenangkan dari tingkat PTUN hingga kasasi Mahkamah Agung. Rinciannya, perkara nomor 12/G/2023/PTUN.JKT yang diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 290/K/TUN/224.

Lalu, Presiden Prabowo Subianto melalui surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo nomor : HK.06.02/01/2025 ditujukan ke Mendagri, meminta agar Abdul Hayat Gani dikembalikan ke jabatannya semula sebagai Sekprov Sulsel dan hak-hak pegawainya berupa gaji dan tunjangan dikembalikan senilai lebih dari Rp 8 Miliar.

"Saya memberikan fakta hukum, produk hukum bahwa saya sekarang dalam posisi inkrah berkutatan hukum tetap. Saya mengalahkan Bapak Presiden waktu itu. Resikonya, konsekuensi dari itu, bayarkan hak kepegawaian saya yang melekat sejak 2022," kata Hayat Gani saat ditemui usai RDP.

"Katanya legal standynya enggak jelas, bagaimana suatu keputusan inkrah yang berkekuatan hukum tetap, apakah bukan itu legal standing yang yang harus diditerapkan ke Bawah," sambungnya.

Hayat Gani menuturkan, RDP ini sekaligus meminta kepada Komisi A DPRD Sulsel untuk menjadi fasilitator mediasi. Apalagi dirinya sudah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, upaya ini sekaligus agar kedepan tidak ada yang bisa melemahkan hukum. Sebab putusan Tata Usaha Negara (TUN) mestinya sudah membuahkan hasil. Percuma kalau tidak ada outputnya.

"Teman-teman yang di fakultas hukum mengatakan inkrah berkekuatan hukum tetap itu sudah keputusan yang tertinggi. Nah kenapa mau minta lagi pendapa, (sementara) itu dasarnya. Siapa mau tangkapko kalua misalnya kau bayar saya dan sudah ada legal standingnya seperti itu," tuturnya.

Hayat menilai, Pemprov Sulsel memang tidak niat untuk menyelesaikan hak-haknya. Ia juga menyinggung soal dirinya yang tidak masuk kantor selama gugatan.

"Mana ada putusan sementara menggugat orang, masuk kantor. Nah ditunggu dulu itu putusan baru, kalah saya atau menang saya. Itu kalau kalah saya, saya mengembalikan loh. Tapi karena kebetulan menang. Iya konsekuensi menang itu ya hak-hak saya. Itu hak-hak yang melekat, belum materi dan immateri," bebernya.

Kepala Biro Hukum Pemprov Sulsel, Herwin Firmansyah mengungkapkan Pemprov Sulsel tidak masuk dalam persoalan hukum yang dipersoalkan Hayat Gani. Sebab yang digugat ialah presiden, karena merupakan keputusan presiden.

"Jadi yang bisa kami sampaikan terkait pelaksanaan putusan, tentu kami berpedoman dan menyerahkan arahan dari pemerintah pusat. Jadi betul pernah ada surat dari BKN, untuk melakukan koordinasi terkait hak-hak keuangan yang belum dibayarkan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan BPK," ungkapnya.

Herwin menuturkan, pada 31 Januari 2025, pihaknya bersurat ke BPK perihal permohonan pendapat. Pada 11 Maret 2025, BPK menjawab bahwa penyelesaian masalah kepegawaian bukan kewenangan BPK, sehingga tidak bisa memberikan pendapat.

Pada 11 April 2025, Kemendagri bersurat ke Gubernur Sulsel bahwa sebagai tindaklanjut putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap, dengan arahan agar mengambil keputusan Pemprov terlebih dahulu berkoordinasi dengan BKN.

Pada 17 April 2025, Pemprov Sulsel bersurat ke BKN terkait persoalan Hayat Gani. Dan pada 30 April 2025, ada surat BKN yang berisi bahwa langkah-langkah terkait status Hayat Gani hanya memiliki dua SK pengangkatan yakni sebagai Pelaksana dan Staf Ahli.

"Beliau tidak memiliki surat keputusan presiden untuk Kembali menjadi sekretaris daerah setelah pemberhentiannya. Sehingga tidak ada dasar hukum untuk menerima hak keuangan sebagai sekretaris daerah," tandas Herwin.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo menemukan bahwa memang pemberhentian Hayat Gani sebagai Sekda Provinsi Sulsel cacat administrasi.

"Oleh karenanya, kami merekomendasikan untuk hal tersebut untuk di kepada gubernur permasalahan ini, harus dilaksanakan komunikasi intens kepada pihak terkait. Dalam hal ini Pak Hayat Gani dengan bapak Gubernur beserta seluruh perangkatnya," ungkapnya.

Aan mengaku, pihaknya menemukan multitafsir dalam surat BKN dan Kemendagri yang meminta menyelesaikan seluruh hak-hak kepegawaian Abdul Hayat. Sementara BKD menilai bahwa seluruh hak-haknya sudah diselesaikan berdasarkan SK yang bersangkutan.

"Makanya kami Komisi A akan melakukan konsultasi ke BKN yang juga Pj Gubernur saat itu, Prof Zudan. Kami akan konsultasi karena di sini serba kehati-hatian dalam rangka menyelesaikan permasalahan ini," tuturnya.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru