Kebijakan Listrik Desa Diapresiasi: Dorong Ekonomi hingga Keadilan Sosial

Senin, 17 Nov 2025 20:44
Kebijakan Listrik Desa Diapresiasi: Dorong Ekonomi hingga Keadilan Sosial
Suasana diskusi bertema “Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi” di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (17/11/2025). Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Pakar energi sekaligus dosen Universitas Muslim Indonesia Makassar, Syarifuddin Nojeng, menilai langkah pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menggelontorkan anggaran Rp4,3 triliun untuk mempercepat elektrifikasi di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) sebagai kebijakan yang tepat.

Ia menyebut program listrik desa menjadi kunci peningkatan rasio elektrifikasi menuju 100 persen sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat terpencil.

"Target rasio elektrifikasi Indonesia kan harus 100 persen. Persoalannya kan banyak di daerah-daerah kita tidak semua bisa teraliri listrik karena persoalan lokasi yang terpencil itu. Jadi untuk mencapai 100 persen itu memang butuh pendanaan yang luar biasa," ujar Syarifuddin dalam diskusi bertema “Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi” di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (17/11/2025).

Ia menjelaskan bahwa upaya menjangkau wilayah terpencil merupakan langkah realistis meski tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat. Beberapa daerah bahkan membutuhkan sistem pembangkit hybrid agar listrik dapat menyala 24 jam karena infrastruktur PLN berbasis PLTU belum menjangkau pelosok.

“Jadi kalau mau dibangun, itu harus melalui dengan hybrid, apakah Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) digabung dengan PLT Surya, atau dengan diesel,” ujarnya.

Dukungan dan apresiasi turut disampaikan pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Sutardjo Tui. Menurutnya, kehadiran listrik di desa bukan hanya meningkatkan kenyamanan masyarakat, tetapi juga langsung menggerakkan roda ekonomi daerah.

Ia menilai sumber-sumber usaha baru dapat tumbuh, kualitas pendidikan meningkat, dan aktivitas ekspor komoditas lokal menjadi lebih cepat dengan adanya akses listrik. “Efeknya adalah, kalau listrik desa itu dibangun di sana, akan tumbuh sumber untuk bahan ekspor. Artinya ekonomi itu berputar,” kata Sutardjo.

Sutardjo juga yakin target elektrifikasi 100 persen bisa dicapai jika pemerintah memegang komitmen kuat. Ia menilai Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah sehingga kendala teknis mestinya dapat diatasi.

“Harusnya masalah teknis bisa teratasi dan saya yakin bisa. Banyak sekali, kok, ada tenaga air, ada segala macam itu, bisa kok itu dimanfaatkan,” ujarnya.

Dari perspektif kebijakan publik, Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, M. Kafrawy Saenong, menilai alokasi anggaran Rp4,3 triliun tergolong rasional. Namun ia menekankan bahwa kebijakan publik harus disertai pengawasan agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.

"Ya tentu, kalau kami dari sisi kebijakan ya, itu (listrik desa) harus diperjuangkan. Setelah diperjuangkan ya tentu harus diawasi bahwa betul-betul kebijakan ini berdaya guna," kata Kafrawy.

Ia juga menilai prioritas pemerintah terhadap daerah 3T sudah tepat karena wilayah tersebut sering terabaikan dan membutuhkan perhatian khusus. Meski demikian, Kafrawy mengingatkan agar daerah di luar 3T yang masih belum mendapatkan akses listrik juga tidak dikesampingkan.

"Ya kalau kita melihat dari sisi pemilihan tempat, ya itu sudah sangat tepat ya. Namun pemerintah juga tidak boleh abai dengan teman-teman saudara-saudara kita yang tidak terjangkau oleh daerah 3T ini. Karena tentu wilayah 3T ini ada klasifikasi wilayahnya, ada klasifikasi tempatnya. Sehingga saudara-saudara kita yang tidak berada dalam persyaratan 3T ini betul-betul juga mendapatkan kebijakan yang adil bagi pemerintah, sehingga betul-betul semuanya terlapisi sebagai masyarakat yang diberikan kesejahteraan dalam bentuk energi listrik seperti itu," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia meresmikan penyalaan 100 rumah tangga pertama dari total target 292 penerima Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) di Fakfak, Papua Barat, sepanjang 2025.

"Melalui BPBL, masyarakat sekarang dapat menikmati akses listrik yang layak tanpa harus memikirkan biaya pemasangan,” kata Bahlil dalam siaran pers yang dikutip Senin (17/11/2025).

Masuknya listrik di wilayah pesisir Fakfak disebut membuka peluang usaha mikro berbasis komoditas ikan. Rumah tangga kini dapat memanfaatkan mesin pendingin, menyimpan hasil tangkapan lebih lama, dan melakukan pengolahan sederhana yang meningkatkan nilai jual. Potensi kelautan Fakfak pun dinilai berpeluang mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru yang sebelumnya terkendala oleh ketiadaan listrik.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru