Bobibos Belum Final, Pakar Dukung Uji Coba 8 Bulan ESDM Demi Keamanan Publik

Selasa, 18 Nov 2025 23:07
Bobibos Belum Final, Pakar Dukung Uji Coba 8 Bulan ESDM Demi Keamanan Publik
Tiga akademisi sekaligus pakar menjadi pembicara dalam diskusi bertema Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran dari Sudut Pandang Energi di Makassar, Senin (17/11/2025). Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Sejumlah pakar menilai langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan uji coba selama delapan bulan terhadap bahan bakar alternatif Bobibos sudah tepat. Uji coba ini diperlukan untuk memastikan aspek keselamatan, performa mesin, dan kesesuaian standar sebelum bahan bakar berbasis bioetanol tersebut dapat beredar secara komersial di masyarakat.

Pakar energi dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Syarifuddin Nojeng, menegaskan bahwa Bobibos, sebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) alternatif, harus memenuhi berbagai parameter standar.

“Iya pasti, karena sebagai BBM alternatif harus memenuhi standar beberapa parameter misal titik nyala, RON dan sebagainya,” ujar Syarifuddin dalam diskusi bertema "Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Sudut Pandang Energi" di Makassar, belum lama ini.

Syarifuddin menjelaskan, Bobibos termasuk dalam kategori bioetanol yang tengah dikembangkan pemerintah melalui program energi baru terbarukan (EBT). Ia menilai inovasi semacam ini berpotensi besar mendorong bauran energi bersih di sektor transportasi.

“Bobibos termasuk kelompok bioetanol yang terus dikembangkan melalui program E1 dan seterusnya, sampai menuju tingkat keekonomian yang layak,” katanya.

Lebih lanjut, Syarifuddin menegaskan bahwa Bobibos tetap membutuhkan riset mendalam sebelum siap dipasarkan, sama halnya dengan berbagai jenis biodiesel yang dikembangkan secara bertahap. Ia menyoroti pentingnya riset dalam inovasi bioenergi untuk mencapai target bauran energi nasional. Namun, ia mengingatkan agar ketersediaan bahan baku, seperti jerami atau biomassa lain, harus dijamin untuk memastikan pengembangan Bobibos berkelanjutan.

“Pemerintah harus mengakomodasi terutama hasil riset dari PT ataupun lembaga riset lainnya. Misalnya BRIN dan lembaga riset harus pula berkolaborasi dengan swasta sehingga terjadi link and match,” tutur dia.

Hasil Uji Laboratorium Mandiri Tidak Cukup
Hal senada disampaikan oleh Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, M. Kafrawy Saenong. Ia menilai keputusan pemerintah memerintahkan uji coba sebelum Bobibos dipasarkan merupakan langkah yang sangat tepat. Ia memperingatkan bahwa hasil uji laboratorium mandiri oleh pihak Bobibos saja tidak cukup untuk menjamin keamanan penggunaan bagi masyarakat.

“Apakah langkah pemerintah sudah tepat melakukan uji coba sebelum dipasarkan? Ya tentu saya sepakat. Karena jangan sampai bahan bakar ini malah menjadi bencana bagi masyarakat (jika tanpa uji coba yang layak),” kata Kafrawy.

Menurutnya, pemerintah wajib memberi ruang dan dukungan bagi inovasi energi dalam negeri seperti Bobibos. Dukungan ini krusial mengingat bahan bakar alternatif sangat dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

“Ya tentu dalam hal inovasi, tentu pemerintah harus melakukan dukungan ya, dan ya kalau memang ini menjadi sebuah bahan bakar baru, ya tentu ini menjadi hal yang menggembirakan,” ucap Kafrawy.

Kafrawy juga meminta publik untuk bersabar menanti hasil uji edar resmi sebelum menyimpulkan klaim penggunaan 100 persen jerami dalam produksi Bobibos. Ia merujuk pada pengalaman buruk masyarakat terkait klaim bahan bakar alternatif sebelumnya yang tidak terimplementasi.

“Ya tentu kita tidak mau benar kejadian seperti bahan bakar yang dulu Nikuba atau bahan bakar air itu masih menjadi tanda tanya, karena itu ternyata implementasinya tidak ada. Dan sekali lagi kita masih menanti pengumuman resmi setelah ada uji edar,” ujarnya.

ESDM Luruskan Status Uji Bobibos
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa produk BBM baru seperti Bobibos wajib melewati proses uji mutu sebelum layak digunakan masyarakat. Proses uji BBM ini minimal membutuhkan waktu delapan bulan.

"Tapi seperti yang saya jelaskan, untuk menguji suatu BBM lalu menjadi bahan bakar, itu minimal delapan bulan, baru kita putuskan apakah ini layak atau tidak," kata Laode.

Ia juga meluruskan kabar mengenai produk tersebut telah memperoleh sertifikasi dari Lemigas. Laode menjelaskan bahwa hingga saat ini, pihak pengembang baru mengajukan permohonan uji laboratorium dan hasilnya masih bersifat tertutup.

“Jadi gini, mereka mengusulkan uji di laboratorium kami. Tapi kan hasil ujinya kan ini masih secret agreement, maksudnya masih tertutup ya. Saya belum bisa menyampaikan tersebut. Dan kalau minta uji berarti kan hasilnya laporan hasil uji, bukan sertifikasi ya. Ini saya perlu luruskan, biar tidak terjadi simpang siur. Kemarin saya juga dapat, oh sudah disertifikasi. Saya luruskan di sini bahwa ini belum disertifikasi," ungkap Laode.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru