Listrik Hijau Gairahkan Ekonomi dan Pendidikan di Pulau Kodingareng

Tri Yari Kurniawan
Kamis, 03 Agu 2023 17:14
Listrik Hijau Gairahkan Ekonomi dan Pendidikan di Pulau Kodingareng
Berkat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari PLN, kehidupan di Pulau Kodingareng, salah satu pulau terpadat di gugusan kepulauan Spermonde itu kini menjadi lebih baik. Foto/Muchtamir Zaide
Comment
Share
MAKASSAR - Ribuan panel surya tersusun rapi, tepat di depan lapangan sepak bola Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Alat penangkap sinar matahari itu menjadi saksi bisu, sekaligus pemacu aktivitas masyarakat di pulau yang berjarak sekitar 14 kilometer dari pusat Kota Daeng.

Berkat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) milik PT PLN (Persero), kehidupan di salah satu pulau terpadat gugusan kepulauan Spermonde itu menjadi lebih baik. Listrik hijau PLN berhasil menggairahkan perekonomian dan pendidikan masyarakat setempat. Mata pencaharian mereka kini lebih bervariasi, tidak melulu berujung menjadi nelayan.

Manager PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Makassar Selatan, Ari Tirtaprawita, mengungkapkan PLTS Kodingareng dengan kapasitas 260 Kilo Watt Peak (kWp) berkontribusi besar untuk melistriki 1.046 pelanggan. Tidak cuma menggerakkan ekonomi dan pendidikan, pembangkit ini merupakan wujud kepedulian terhadap lingkungan, sekaligus upaya percepatan transisi energi.

Langkah itu selaras dengan target pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM yang menargetkan realisasi Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional mencapai 23% pada 2025. Muaranya, diharapkan mampu merealisasikan dekarbonisasi sistem energi alias net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat.

“Ini langkah nyata dalam mendukung tujuan pemerintah mencapai netral karbon pada 2060. Ini kan energi bersih, energi baru terbarukan atau EBT,” kata Ari, kepada SINDO Makassar, saat memantau operasional PLTS Kodingareng, beberapa waktu lalu.

PLTS Kodingareng bersama PLTS Tanakeke diketahui baru direvitalisasi oleh PLN bersama PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). Sumber listrik hijau di dua pulau tersebut dibenahi agar dapat beroperasi secara optimal, sekaligus upaya meningkatkan bauran EBT di Indonesia.

Menurut Ari, penggunaan PLTS di daerah kepulauan memang paling tepat, dan kini terus didorong demi memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah terluar dan terpencil. Toh, pembangkit ini ramah lingkungan dan paling sesuai dengan kondisi geografis di wilayah kepulauan, yang tidak memungkinkan untuk menarik kabel dari induk atau pulau utama.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sulselrabar, Andy Adchaminoerdin, menambahkan revitalisasi PLTS Kodingareng dan PLTS Tanakeke merupakan bagian dari program dedieselisasi untuk mendukung target pemerintah merealisasikan netral karbon pada 2060. Di samping itu, upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di kepulauan.

"Dengan revitalisasi PLTS Kodingareng dan PLTS Tanakekke, kami optimis listrik dapat tersalurkan 24 jam dan perekonomian masyarakat yang mayoritas sebagai nelayan dapat meningkat. Ini juga merupakan wujud nyata dari PLN untuk mencapai netral karbon pada 2060 dengan mengoptimalkan energi domestik dan untuk menjaga ketahanan energi tanah air," sebutnya.

Dampak Positif PLTS
Listrik Hijau Gairahkan Ekonomi dan Pendidikan di Pulau Kodingareng


Sekretaris Kelurahan Kodingareng, Rugayya, mengakui kehadiran listrik hijau PLN memberikan multiplier effect positif di pulau berpenghuni 4.522 penduduk itu. Selain mampu meningkatkan kesejahteraan, setelah berkembangnya kegiatan ekonomi dan pendidikan, PLTS Kodingareng yang baru direvitalisasi juga membawa berpengaruh baik pada aspek sosial dan pemerintahan.

“Ya, otomatis mata pencaharian masyarakat di pulau kini lebih bervariasi, jadi bisa menambah nilai ekonomi. Pemakaian listrik untuk bisnis sudah ada yang jalan, ada yang menjadi pedagang seperti menjual es batu dan untuk pengawetan ikan atau memilih menjadi penyedia jasa yang menggunakan listrik untuk menjalankan usaha,” ucap Rugayya.

Kehadiran PLTS, kata dia, juga sukses menekan pemakaian energi fosil dari Bahan Bakar Minyak (BBM). Jika dulunya masyarakat ramai-ramai menggunakan bensin maupun solar sebagai bahan bakar genset, kini semakin berkurang dan beralih ke listrik. Toh, penggunaan listrik dari PLTS lebih murah dan ramah lingkungan karena merupakan energi bersih.

Meski demikian, Rugayya menaruh asa agar listrik hijau PLN bisa 100 persen menerangi Pulau Kodingareng. Tanpa ada lagi pembagian atau giliran, khususnya pada siang hari. Dan, secara perlahan tapi pasti diharapkan menggeser Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang lebih dulu hadir, terutama untuk menerangi pulau pada malam hari.

Salah seorang nelayan, Daeng Ranni, mengaku merasakan betul manfaat kehadiran listrik hijau dari PLTS dalam menghemat biaya operasional pengerjaan kapal. Saat masih mengandalkan genset, ia harus merogoh uang yang lebih banyak karena harus membeli BBM. Sedangkan, setelah ada listrik, dirinya bisa berhemat karena tagihan listrik dibayar per bulan.

“Dulu kalau perbaiki kapal menggunakan genset, pasti habis Rp50 ribu untuk beli solar. Berbeda kalau memakai listrik, hanya bayar Rp50 ribu untuk satu bulan,” ucapnya.

Sementara itu, salah seorang guru SDN Kodingareng, Abdul Rahmat, menyebut kehadiran listrik hijau membawa dampak positif bagi seluruh masyarakat, termasuk guru dan siswa di pulau. Untuk siswa, kini dapat belajar kapan saja dan lebih mudah untuk mengakses internet jika ingin belajar daring. Termasuk jika harus menggunakan media pembelajaran, seperti proyektor.

Sedangkan untuk guru, pihaknya terbantu lantaran jika ada laporan yang mendesak dikerjakan, tidak lagi harus tinggal di sekolah. Meski begitu, diharapkannya agar pemerintah lewat PLN dapat lebih mengoptimalkan PLTS Kodingareng untuk memasok listrik secara menyeluruh. Tidak lagi ada pembatasan atau pembagian giliran karena keterbatasan daya yang diproduksi.

“Kami harapkan bisa lebih dimaksimalkan, khususnya untuk di sekolah agar bisa setiap hari. Apalagi sekarang ini, kami sebagai guru juga dituntut untuk mengajar menggunakan alat-alat berbasis IT dan semuanya itu butuh tenaga listrik,” tukasnya.

Energi Masa Depan
Listrik Hijau Gairahkan Ekonomi dan Pendidikan di Pulau Kodingareng

Kementerian ESDM terus mendorong pengembangan PLTS, baik PLTS Atap maupun PLTS Terapung. Toh, pembangkit tenaga matahari masuk program prioritas dalam Rencana Strategi Energi Nasional sebagai upaya menggenjot bauran energi baru dan EBT sebesar 23% pada 2025.

Menteri ESDM RI, Arifin Tasrif, menyampaikan potensi sumber daya energi terbarukan di Indonesia sangat besar. Diperkirakan lebih dari 3.600 Giga Watt (GW), dimana potensi tenaga surya yang paling besar mencapai lebih dari 3.200 GW. Sayangnya, pemanfaatan atau yang terserap baru sekitar 200 Mega Watt (MW).

"Masih menyisakan ruang yang cukup untuk pengembangan di masa depan, karena itu perlu dilakukan langkah-langkah percepatan untuk pemanfaatannya," kata Menteri Arifin, dalam keterangan persnya pada akhir Juli 2023.

Salah satu langkah pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru, khususunya tenaga surya yakni memasukkan energi terbarukan dalam porsi yang lebih besar. Tercatat mencapai 20.923 MW dalam RUPTL PLN 2021-2030.

Selain itu, juga diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Regulasi ini menawarkan harga listrik yang lebih menarik. Muaranya, diharapkan mampu menarik investasi di pembangkit listrik, industri pendukung, dan industri hijau.

Kementerian ESDM juga sudah mematok target pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan sekitar 20,9 GW pada 2030. Bahkan, pada 2060 ditargetkan Indonesia memiliki pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan dengan kapasitas lebih dari 700 GW. Khusus untuk PLTS diproyeksikan mencapai 421 GW pada 2060 atau hampir 60% dari total kapasitas pembangkit listrik.

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, mengaku pihaknya cukup optimistis terhadap masa depan pemanfaatan energi surya di Tanah Air. Meski diakui untuk saat ini, pemanfaatan energi surya masih terbilang sangat rendah dibandingkan dengan potensi yang ada.

Menurut dia, pemanfaatan PLTS adalah keniscayaan, dimana negara-negara lain terus menggenjotnya. Kapasitas PLTS secara global pun dilaporkan tumbuh pesat dalam lima tahun terakhir, bahkan di luar perkiraan pada analis dan perencana energi.

"Kita perlu optimis terhadap masa depan pemanfaatan energi surya di Indonesia, pertama. PLTS adalah global fenomena dan merupakan pilihan utama bagi negara dan bisnis untuk melakukan dekarbonisasi," ungkap dia.

Lebih jauh, Fabby yang juga Direktur Eksekutif IESR menyampaikan, langkah pemerintah mendorong pengembangan PLTS perlu didukung karena merupakan pilihan paling rasional. Pertimbangannya, selain memiliki potensi atau ketersediaan sumber daya yang sangat melimpah, energi surya memiliki karakteristik yang lebih modular dan cepat dipasang, serta harganya yang kian terjangkau.

Potensi pasar PLTS sendiri diketahui amat besar dan menjanjikan. Berdasarkan kajian IESR pada 2019, tercatat potensi teknis rooftop PV di bangunan rumah menembus angka 655 GW. Studi NREL menemukan, dari badan air yang ada di Indonesia, terdapat potensi FPV dari 1800-an lebih water bodies dengan luasan yang sesuai, memberikan potensi 170 hingga 364 GW.
(RPL)
Berita Terkait
Berita Terbaru