OPINI: Menebak Arah Politik Prabowo Subianto

Tim Sindomakassar
Kamis, 27 Apr 2023 14:58
OPINI: Menebak Arah Politik Prabowo Subianto
Basti Tetteng. Foto: Dokumen pribadi
Comment
Share
Basti Tetteng
Dosen Psikologi Politik Universitas Negeri Makassar

Pasca deklarasi Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden (Capres) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) beberapa waktu lalu, sejumlah tokoh semakin gencar bersilaturahmi politik, termasuk yang dilakukan Prabowo Subianto dengan berbagai tokoh politik termasuk dengan Jokowi, Ganjar Pranowo, hingga dengan Airlangga Hartanto.

Menarik membaca apa sebetulnya agenda politik Prabowo di balik silaturahmi politik tersebut, apakah itu berkaitan dengan agenda politik membangun sebuah koalisi bersama PDIP dengan tawaran menjadi cawapres dari Ganjar Pranowo? atau itu hanya sekedar silaturahmi biasa untuk membangun kesepahaman sesama capres dalam kontestasi menuju pemilu 2024 ? ataukah ada kepentingan politik lainnya?.

Jika agenda politik Prabowo pasca deklarasi Ganjar adalah mengkonsolidasi perubahan target politik dari Capres menjadi menjadi cawapres saja dari Ganjar, maka pertanyaan pentingnya adalah apakah itu dapat dengan mudah diterima oleh Ganjar, Jokowi, PDIP atau pihak lain yang juga memiliki kepentingan sama, atau justru berpotensi memicuh “sengketa baru” khususnya di internal kubu pro Istana. PKB misalnya bisa jadi adalah pihak yang paling tidak nyaman dengan agenda politik tersebut. Sekalipun potensinya menang bersama Ganjar (menurut beberapa survei) lebih besar ketimbang maju sendiri sebagai capres, tapi agenda politik ini mestinya dihitung kembali secara matang, sebab memiliki risiko politik yang tidak sederhana.



Pertama persepsi publik akan semakin berkembang liar terhadap Prabowo sebagai pribadi yang “haus kekuasaan”, mau menteri, cawapres atau jabatan yang lain tidak masalah, yang penting berkuasa. Cap sebagai pribadi yang sering bersuara lantang “demi kepentingan bangsa” berubah menjadi cap pribadi yang lebih mencari “aman” atau “mengamankan diri”. Kedua, juga dapat berkembang stigma negatif publik terhadap Prabowo sebagai tokoh politik yang terlalu “menghamba” pada kepentingan Istana, status quo, oligarki ketimbang pro terhadap mereka yang menginginkan perubahan rezim.

Persepsi publik semacam ini tentu sangat merugikan Prabowo. Dalam teori psikologi, persepsi (sekalipun itu tidak benar) dan telah berkembang luas, maka akan diyakini sebagai fakta yang benar. Apalagi pemburuan kekuasaan menjadi capres maupun cawapres sudah pernah dilakukannya pemilu sebelumnya, yakni pada 2004 maju sebagai cawapres dari Megawati, 2009 maju sebagai capres berpasangan cawapres Hatta Radjasa, dan pada 2019 maju sebagai capres berpasangan Sandiaga Uno, namun kesemuanya gagal. Dengan risiko politik semacamnya ini, sekalipun ada peluang menang, patut menduga kecil kemungkinan Prabowo sungguh sungguh mengubah target politik semacam itu.

Lalu apa yang paling mungkin dikonsolidasikan Prabowo pasca ganjar dideklarasikan sebagai capres PDIP?.



Pertama, Prabowo Subyanto sedang mengkonsolidasikan komitmenya untuk tetap maju capres melalui KIB (Gerindra dan PKB), karena ini akan lebih terkesan berwibawa untuk lebih “menjaga marwah partainya dan marwah pribadinya yang sudah terlanjur mendeklarasikan diri sebagai capres. Pilihan ini juga akan menjadi penguat konsolidasi internal partai agar pemilih mereka tidak lari ke partai lain atau kubu capres lain, sehingga berdampak pada peningkatan perolehan suara internal partai.

Kedua, karena komitmen tetap sebagai capres, maka sangat mungkin misi utama Prabowo dalam silaturahmi/konsolidasi politik terkini tersebut adalah bagaimana mencegah Sandiago Uno tidak maju /lamar oleh pihak lain terutama Ganjar Pranowo sebagai cawapres. Sebab jika itu terjadi (Sandiaga Uno menjadi cawapres) akan semakin memperlemah posisi Prabowo sebagai capres Gerindra, sebab sebagian dari gerbong pendukung Prabowo (juga pendukung Sandiaga Uno) diprediksi lari ke Sandiaga Uno. Situasi ini tentu tidak diinginkan Prabowo sehingga diperlukan konsolidasi khusus.

Rujuk kembali Anies Baswedan?

Dalam situasi yang dilematis, Prabowo Subianto dapat mengubah arah politik dengan mempertimbangkan “rujuk kembali” dengan Anies Baswedan, tentu bukan untuk menjadi capres atau cawapres Anies Baswedan, akan tetapi menjadi tim maker bagi Anies Baswedan menjadi Presiden 2024, sebagaimana dulu sukses menyokong Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI. Apalagi Anies Baswedan sekarang sebagai capres dari Koalisi Perubahan telah mendapatkan tempat tersendiri di masyarakat yang menginginkan perubahan. Peluang Anies Baswedan menjadi presiden cukup terbuka karena elektabilitasnya bersaing ketat capres lain.



Kalau itu pilihannya, maka Prabowo akan memberikan tsunami politik yang sangat luar biasa ketimbang tetap maju sendiri dan atau tetap berkoalisi dengan istana. Politik itu adalah seni serba kemungkinan, apapun bisa terjadi tanpa tak terduga sebelumnya. Wallahu’alam. Fastabiqul Khairat.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru