Polemik PLTSa, Wali Kota Makassar Tegaskan Suara Warga yang Utama

Selasa, 19 Agu 2025 19:52
Polemik PLTSa, Wali Kota Makassar Tegaskan Suara Warga yang Utama
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin menerima aspirasi masyarakat terkait proyek PLTSa. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Polemik pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tamalanrea terus bergulir. Terbaru, masyarakat setempat mendatangi Wali Kota menyampaikan langsung penolakan mereka.

Perwakilan warga, Jamaluddin menyampaikan keresahan terkait rencana pembangunan PLTSa yang lokasinya berada tak jauh dari kawasan permukiman dan sekolah. Warga khawatir, keberadaan proyek ini memicu pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan.

"Kalau ini beroperasi, tentu berdampak jangka panjang sampai 30 tahun ke depan. Itulah keresahan bersama kami," tambahnya.

Jamaluddin mengatakan, DPRD Kota Makassar juga menyatakan keberatan atas pembangunan PLTSa di kawasan permukiman. Mereka meyakini proyek tersebut bisa menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat.

Lebih jauh, warga menyoroti adanya aktivitas pengeboran di lokasi meski izin resmi pembangunan belum terbit.

"Kami berharap pemerintah pusat dan daerah meninjau kembali rencana pembangunan PLTSa agar tidak merugikan masyarakat sekitar," harap Jamaluddin.

Dalam kesempatan itu, warga memaparkan bahwa terdapat 8.500 jiwa yang tinggal di sekitar proyek. Mereka berpotensi menghirup bau busuk dari tempat penampungan sampah yang bisa mengolah 1.300 ton perhari.

Juga ada potensi abu terbang, yang bisa menyebabkan infeksi saluran pernafasan (ISPA). Mereka menarik contoh PLTSa Benowo di Surabaya, yang berjarak 1 Km dari pemukiman dengan buffer zone. Menyebabkan kenaikan ISPA 2 kali lipat; Suara Bising, kurang dari 200 m dari pemukiman, akan menghasilkan 50-60 db (1 Turbin), sementara ada 2 turbin nanti di PLTSa ini. Hasil pembakaran menghasilkan Dioksi, Furan dan logam berat penyebab kanker; dan Lindi akan menghasilkan bau dan mencemari air tanah warga.

Menanggapi ini, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin menyambut aspirasi tersebut dengan penuh perhatian. Baginya, pembangunan memang penting, tetapi mendengarkan suara warga jauh lebih utama agar langkah kebijakan tidak menimbulkan masalah hukum dan sosial di kemudian hari.

"Kami Pemkot Makassar tetap menunggu kejelasan regulasi pusat sekaligus memastikan setiap keputusan tidak lepas dari aspirasi masyarakat," ujarnya.

Munafri menegaskan, pemkot tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan proyek PLTSa ini. Menurutnya, pembangunan harus berjalan seiring dengan kepentingan warga, bukan justru merugikan mereka. Kendati demikian, pemerintah tidak bisa serta-merta menolak atau melanjutkan.

Saat ini, pemkot menurut Munafri tengah berkonsultasi dengan kementerian terkait untuk memastikan dasar hukum pembangunan proyek tersebut. Sebab, regulasi sebelumnya berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).

Akan tetapi, kata dia, kementerian tersebut kini sudah ditiadakan. Pengelolaan PSEL selanjutnya disebut akan ditangani oleh Kementerian Koperasi Pangan dan Kementerian Lingkungan Hidup (Kementerian LH).

"Saya sudah bolak-balik bertanya ke kementerian, apakah masih tunduk pada Perpres 35 atau tidak?.Ini agar tidak ada masalah hukum maupun persoalan kesehatan lingkungan di kemudian hari. Saat ini kita menunggu Perpres baru," tambah Appi menjelaskan.

Politisi dari Partai Golkar itu juga menuturkan, dengan adanya wacana itu, bisa memunculkan fenomena dalam rencana pembangunan proyek tersebut. Di antaranya, keterlibatan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang akan menyerap dana APBD dalam jumlah besar.

Ia menekankan pentingnya kejelasan legalitas lahan yang akan digunakan untuk pembangunan PLTSa.

Sebagai alternatif, Pemkot Makassar sedang mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah dengan fokus pada pemisahan dan pengolahan sampah organik. Upaya tersebut sudah mulai diuji coba melalui penyediaan insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan.

"Kalau kita mampu kelola sampah organik, jumlah sampah yang tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSa. Jadi, lebih baik kita kelola langsung di sumbernya, di TPS maupun di rumah tangga," ujarnya.

Pria yang biasa disapa Appi itu mengungkapkan, bahwa sebelum 26 Agustus, dirinya dijadwalkan menghadiri rapat koordinasi di Jakarta bersama sejumlah kepala daerah lain untuk membahas persoalan pembangunan PLTSa secara nasional.

"Ada tiga hal utama yang saya bawa: persoalan lingkungan, legalitas administrasi, dan pemilihan lokasi yang tidak memberi akses pada masyarakat," katanya.

Dirinya mengaku meminta kepada tim Pemkot Makassar untuk menyiapkan kajian maksimal, terutama terkait kapasitas sampah Kota Makassar yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar PLTSa.

"Dari total 1.000–1.300 ton sampah per hari, lebih dari 50 persen merupakan sampah organik yang sulit dijadikan bahan bakar untuk menghasilkan listrik sebesar 20–25 MW. Apakah kapasitas sampah itu cukup? Kalau tidak, apakah harus mengambil sampah dari daerah lain untuk mencukupkan. Ini yang harus dikaji serius," katanya.

Munafri juga menilai bahwa pengelolaan sampah sebaiknya difokuskan pada sumbernya, baik di tingkat masyarakat maupun di TPA. Ia menegaskan pentingnya menghadirkan teknologi yang mampu mengelola sampah di TPA Tamangapa yang saat ini menumpuk dengan ketinggian mencapai 16 meter di atas lahan seluas 19,1 hektare.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru