Ombudsman Serahkan Kajian Perlindungan Sosial untuk Pekerja Informal di Makassar

Tim Sindomakassar
Senin, 11 Nov 2024 22:01
Ombudsman Serahkan Kajian Perlindungan Sosial untuk Pekerja Informal di Makassar
Pimpinan Ombudsman bersama BPJS Ketenagakerjaan dan Pemkot Makassar mengikuti diskusi publik sekaligus penyerahan hasil kajian perlindungan sosial untuk pekerja formal di Makassar. Foto/Tri Yari K
Comment
Share
MAKASSAR - Perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan terus menjadi perhatian utama Ombudsman Republik Indonesia. Melalui diskusi publik di Balai Kota Makassar, Senin (11/11/2024), Pimpinan Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, menyerahkan hasil evaluasi dan kajian sistematik kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar, serta sejumlah tokoh masyarakat, media, tokoh agama, dan pihak BPJS Ketenagakerjaan.

Kajian yang disampaikan oleh Ombudsman mengungkap beberapa masalah yang menghambat perlindungan sosial bagi pekerja informal dan pekerja rentan. Salah satunya adalah ketidaksesuaian regulasi antara pemerintah pusat dan daerah. Meskipun Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2021 mengatur optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker), banyak daerah yang belum memiliki regulasi yang cukup kuat untuk mendukungnya.

Saat ini, diakui Robert bahwa fokus Ombudsman ialah perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja informal, terutama petani dan nelayan. Profesi ini sangat penting dalam pembangunan Indonesia, namun memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap risiko kerja.

Ia menyebut meskipun regulasi di tingkat nasional sudah cukup komprehensif, masalahnya terletak di tingkat daerah, karena tidak semua provinsi/kabupaten/kota memiliki regulasi yang mendukung.

"Kami mengapresiasi Pemerintah Kota Makassar yang telah mengeluarkan Peraturan Walikota, yang diharapkan dapat diperkuat menjadi Peraturan Daerah. Di Sulawesi Selatan, proses finalisasi Perda sedang berjalan, dan kami mendukung agar regulasi ini segera tuntas untuk menjadi payung hukum yang kuat dalam mengalokasikan APBD untuk perlindungan pekerja rentan, terutama petani dan nelayan,” jelas Robert Na Endi Jaweng.

Di tingkat nasional, pekerja informal mendominasi dunia kerja Indonesia. Sekitar 59,17% dari total 84,13 juta pekerja Indonesia adalah pekerja informal yang tergolong sebagai Peserta Bukan Penerima Upah (BPU) dalam sistem jaminan sosial. Di antara profesi tersebut, petani dan nelayan adalah kelompok yang paling rentan terhadap risiko sosial-ekonomi, seperti penyakit, kecelakaan kerja, dan kesulitan ekonomi di masa tua.

Ironisnya, sebagian besar petani dan nelayan belum terlindungi dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan. Hanya sekitar 2 juta petani (6,9% dari total) dan 491 ribu nelayan (38,7% dari total) yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Menanggapi hasil kajian ini, Asisten 3 Bidang Administrasi Umum Kota Makassar, Andi Irwan Bangsawan, mengapresiasi evaluasi Ombudsman tentang optimalisasi BPJS Ketenagakerjaan. Menurut dia, program jaminan sosial ketenagakerjaan ini sejalan dengan upaya Pemerintah Daerah dalam pengentasan kemiskinan ekstrem.

“Kota Makassar telah berupaya mendukung penuh program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan menerbitkan berbagai regulasi, seperti Surat Edaran Wali Kota, Peraturan Wali Kota, dan Keputusan Wali Kota,” ujar dia.

Saat ini, cakupan perlindungan sosial di Kota Makassar mencapai 255.721 jiwa atau 50,50%, yang merupakan coverage tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Kota juga telah mengalokasikan anggaran APBD untuk melindungi 69.024 tenaga kerja, dengan 35.261 di antaranya merupakan pekerja rentan, serta sisanya mencakup pekerja keagamaan (5.696 orang), kader posyandu (6.082 orang), RT/RW (5.888 orang), dan Non-ASN (16.097 orang).

Namun, temuan di beberapa daerah menunjukkan bahwa banyak pekerja informal kesulitan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena faktor ekonomi. Pekerja informal yang tidak terikat dengan perusahaan atau pemberi upah cenderung tidak aktif sebagai peserta. Selain itu, kebijakan PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di tingkat Pemerintah Daerah masih belum seragam. Hanya Kota Makassar yang memiliki peraturan yang mengatur PBI Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Skema PBI untuk Pekerja Informal
Robert Na Endi Jaweng mengatakan Ombudsman RI akan merekomendasikan agar pekerja informal, seperti petani dan nelayan, yang kesulitan membayar iuran dapat memperoleh perlindungan melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Untuk itu, kami mendorong agar Kemenko bersama kementerian terkait dapat menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) yang memastikan petani dan nelayan dapat menerima bantuan iuran PBI,” tambahnya.

Semua langkah ini bertujuan untuk mengharmonisasi regulasi di tingkat pusat dan daerah serta meningkatkan peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk program Jamsosnaker (PBI). Hal ini sangat penting dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia, yang menjadi salah satu fokus utama pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Indonesia Emas.

Kepala Wilayah Sulawesi Maluku BPJS Ketenagakerjaan, Mintje Wattu, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya pekerja informal, akan diperkuat agar lebih banyak pekerja yang terlindungi.

Ia menegaskan BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja, terutama pekerja informal, bahkan di daerah pelosok. Berbagai kanal pembayaran dan pendaftaran telah disediakan untuk membantu peserta yang mendaftar secara mandiri, seperti kerja sama dengan Brilink, PT Pos, dan Perisai.

"Kami sangat mengapresiasi kajian yang dilakukan oleh Ombudsman, yang akan menjadi dasar kami untuk meningkatkan cakupan perlindungan," tutup Mintje.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru