Kejahatan Hipnotis Marak, Ini Tips Ketua PERHISA Agar Terhindar

Rabu, 04 Jun 2025 08:42
Kejahatan Hipnotis Marak, Ini Tips Ketua PERHISA Agar Terhindar
Muhammad Harun, Ketua Perkumpulan Hipnoterapi Profesional Indonesia (PERHISA) Kota Makassar. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Kejahatan hipnotis kembali terjadi di Sulawesi Selatan. Dalam beberapa bulan terakhir, warga di Makassar, Gowa, Takalar, Wajo, dan sekitarnya digemparkan oleh sejumlah kasus penipuan yang dilakukan dengan modus hipnotis. Tak tanggung-tanggung, korban bahkan kehilangan uang dalam jumlah fantastis, ada yang puluhan juta bahkan ratusan juta.

Kasus terbaru terjadi di Makassar pada pekan lalu, saat seorang lanjut usia (lansia) menjadi korban. Beruntung, pihak kepolisian berhasil mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya.

Menanggapi maraknya kasus ini, Muhammad Harun, sebagai Ketua Perkumpulan Hipnoterapi Profesional Indonesia (PERHISA) Kota Makassar memberikan penjelasan dan klarifikasi penting. Ia menegaskan bahwa kejahatan seperti ini tidak bisa disamakan dengan hipnotis ilmiah.

“Saya tidak sepakat kalau hal ini dikatakan pure hipnotis, karena sejatinya hipnotis yang berbasis sains justru bertujuan untuk memberdayakan diri, mental, dan pikiran secara positif," tegas Harun.

"Saya sudah menjadi praktisi hipnotis - hipnoterapi kurang lebih 9 tahun dan tidak pernah satu kalipun menggunakan ilmu ini untuk kejahatan atau tindakan kriminal. Sayangnya, stigma negatif terhadap hipnotis sudah terlanjur melekat di masyarakat," lanjutnya.

Menurutnya, istilah yang lebih tepat untuk fenomena ini adalah penipuan berbasis sugesti, bukan hipnotis dalam konteks ilmiah seperti yang digunakan dalam keilmuan hipnoterapi klinis atau psikologi klinis.

Muhammad Harun yang merupakan dosen di Fakultas Sastra, Ilmu Komunikasi dan Pendidikan (FSIKP) Universitas Muslim Indonesia (UMI) menjelaskan, bagaimana pelaku menjalankan aksinya, ada beberapa hal yang dilakukan tentu dengan modus yang bervariatif, diataranya:

Menciptakan Keadaan Bingung atau Lengah. Pelaku kerap menggunakan confusion technique — mengajukan pertanyaan cepat dan aneh, menyentuh korban, atau memberi instruksi membingungkan.

Selajutnya kata dia, menggunakan sugesti verbal. Ucapan halus namun manipulatif seperti “Tenang saja, serahkan dompetmu,” "Kamu aman kok" atau “Kamu percaya saya, kan?” disampaikan untuk melemahkan pertahanan mental korban.

Kudian memanfaatkan Kondisi Psikologis Korban. Korban yang sedang capek, cemas, mengantuk, lelah mental, atau tidak fokus, akan lebih mudah dimanipulasi.

Terakhir aksi singkat dan cepat. Dalam hitungan menit, pelaku sudah berhasil mengambil barang atau uang korban tanpa disadari, karena berhasil memanipulasi psikologis korban dengan cepat.

“Ini bukan hipnotis seperti di panggung yang kita tonton di televisi. Ini adalah manipulasi persepsi dan reaksi korban melalui komunikasi dan kondisi psikologis yang dimanfaatkan secara licik,” ungkap Harun yang juga adalah Ketua Asosiasi Dosen Swasta Indonesia (ADSI) Sulawesi Selatan.

TIPS MENCEGAH KEJAHATAN HIPNOTIS

Untuk mencegah menjadi korban, Harun mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan tidak terlalu mudah terlibat komunikasi dengan orang asing. Ia juga membagikan sejumlah tips praktis:

1. Jaga kesadaran penuh saat di tempat umum, meski berada di tempat ramai & dianggap aman sekalipun (pasar, mall, masjid, tempat rekreasi, dll). Kita kadang lengah di tempat keramaian ini krn dianggap ramai & aman, padahal disini pelaku bisa beraksi memanfaatkan kelengahan seseorang.

2. Hindari kontak mata terlalu lama dengan orang asing yang tidak dikenal.

3. Jika ada seseorang membuatmu bingung dengan ucapan cepat atau aneh, mundur dan segera pergi.

4. Jangan terlalu mudahan percaya pada orang yang tiba-tiba mendekat dengan alasan aneh (tanya alamat, minta tolong, dll).

5. Jangan mudah percaya pada iming-iming, janji, harapan yang diberikan oleh orang yang tak dikenal atau baru saja dikenal. (Menang undian, hadiah, beasiswa, give away, lulus kerja, dll)

6. Selalu skeptis atau waspada terhadap orang asing yang terlalu ramah atau dominan dalam berkomunikasi, ataupun sok kenal sok dekat (SKSD).

7. Jangan langsung percaya bila ada orang tidak dikenal yang tiba-tiba datang curhat tentang kesedihannya, misalnya: dia korban copet, 3 hari belum makan, yatim piatu, anak sedang sakit, dll).

Kuncinya adalah jangan diladeni dan melanjutkan komunikasi lebih lama terhadap orang asing dengan kondisi seperti diatas, karena pintu awal kejahatan seperti ini adalah komunikasi yang intens. Sebaiknya segera tinggalkan, tentu dengan cara yang elegan dan tetap sopan.
(GUS)
Berita Terbaru