Himpun Dana Ilegal Rp2,7 Triliun, Eks Direktur Investree Terancam 10 Tahun Penjara

Senin, 29 Sep 2025 09:42
Himpun Dana Ilegal Rp2,7 Triliun, Eks Direktur Investree Terancam 10 Tahun Penjara
OJK bersama Polri serta sejumlah kementerian dan lembaga terkait berhasil memulangkan dan menahan AAG, mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya. Foto/IST
Comment
Share
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sejumlah kementerian dan lembaga terkait berhasil memulangkan dan menahan AAG, mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya. Ia diduga terlibat dalam penghimpunan dana masyarakat tanpa izin dari OJK.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, dalam keterangan pers menyampaikan kronologis penangkapan dan pemulangan AAG.

Dalam proses penegakan hukum, ia bilang penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI untuk menjerat tersangka menggunakan Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, serta Pasal 305 ayat (1) jo Pasal 237 huruf (a) UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan jo Pasal 55 KUHP.

"Ancaman pidananya adalah penjara minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun," kata Ismail.

Ia menyebut tersangka diduga telah menghimpun dana masyarakat secara ilegal selama periode Januari 2022 hingga Maret 2024 dengan total nilai mencapai Rp2,7 triliun.

Kegiatan tersebut, lanjut Ismail, dilakukan melalui dua entitas, yaitu PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI), yang digunakan sebagai special purpose vehicle. AAG diduga menggunakan nama PT Investree Radhika Jaya (Investree) untuk menarik dana secara ilegal, yang sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi.

Selama penyidikan berlangsung, AAG tidak menunjukkan sikap kooperatif dan bahkan diketahui berada di Doha, Qatar. OJK kemudian menetapkannya sebagai tersangka dan, melalui koordinasi intensif dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Divisi Hubungan Internasional Polri, menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) dan Red Notice pada 14 November 2024.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri juga mengupayakan proses ekstradisi kepada Pemerintah Qatar melalui jalur G to G (government to government). Selain itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan juga telah mencabut paspor tersangka.

Ismail mengatakan pemulangan AAG ke Indonesia dilakukan melalui kerja sama NCB to NCB dan kolaborasi berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri, dengan dukungan penuh dari KBRI di Qatar.

Saat ini, AAG ditahan oleh OJK dan dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut. OJK juga terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait laporan-laporan dari korban yang masuk baik ke Bareskrim maupun Polda Metro Jaya.

OJK menyampaikan apresiasi kepada Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Luar Negeri, serta PPATK, atas dukungan dan kerja sama dalam pemulangan tersangka AAG.

"Sinergi antar-kementerian dan lembaga ini dinilai sebagai bentuk nyata komitmen bersama untuk memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat," pungkasnya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru