Menjaga Industri Digital Indonesia: Aspirasi Driver Ojek Online dalam Bingkai Kebijakan
Rabu, 29 Okt 2025 20:13
Para Mitra driver ojek online saat berada di Makassar. Foto: Sindo Makassar
JAKARTA - Industri digital Indonesia kini menjadi penopang utama perekonomian nasional. Proyeksi pemerintah menyebutkan lima tahun ke depan nilai ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat, mencapai USD210-360 miliar atau sekitar Rp5.800 triliun.
Faktor pendorongnya kuat yakni populasi besar, penetrasi internet yang masif, dukungan regulasi, serta lahirnya startup lokal yang bahkan sudah berstatus unicorn. Penelitian Prasasti menunjukkan bahwa sektor digital lebih efisien dibanding sektor lain karena memiliki Incremental Capital Output Ratio (ICOR) lebih rendah, artinya setiap rupiah yang diinvestasikan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih besar dibanding sektor tradisional.
Salah satu tulang punggung ekonomi digital adalah layanan on-demand: ojek online, taksi online, dan kurir online. Ekosistem ini bukan hanya menyambungkan pengemudi dengan konsumen, melainkan juga jutaan UMKM. Pada 2023, kontribusi ride hailing terhadap PDB mencapai Rp382,62 triliun (2% PDB), sekaligus menyerap tenaga kerja di tengah badai PHK manufaktur.
Seiring tumbuhnya sektor ini, polemik soal besaran komisi aplikator terhadap driver kian mencuat. Pemerintah telah menetapkan batas maksimum komisi 20%, dengan kewajiban 5% dialokasikan untuk program kesejahteraan driver.
Namun, di tengah pertumbuhan pesat sektor ini, masih muncul protes dari sebagian driver yang menyoroti besaran komisi. Bagi mereka, kebijakan aplikator dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan pengemudi.
Polemik ini penting dicermati, karena hanya dengan memahami aspirasi dan pengalaman para driver aktif, kita bisa menilai apakah isu yang kerap muncul di ruang publik tersebut benar mencerminkan kondisi riil.
Klaim yang disampaikan sebagian pihak adalah bahwa sistem komisi yang diterapkan oleh aplikator bersifat mengeksploitasi driver. Apakah memang demikian?
Untuk menjawabnya, menurut Ekonom Senior Prasasti Piter Abdullah Redjalam, penting memahami aspirasi dari para driver aktif secara langsung. Piter bersyukur bisa mendapatkan hasil dari dua survei terbaru yang diselenggarakan oleh Lembaga terpercaya yakni Tenggara Strategics dan Paramadina Public Policy Institute (PPPI). Kedua survei ini dilakukan terhadap para driver aktif dan hasilnya memberikan gambaran yang menarik.
Survei yang pertama adalah survei yang dilakukan oleh Tenggara Strategics. Survei ini dilakukan pada September 2025 yang lalu terhadap 1.052 driver aktif di Jabodetabek. Hasilnya menunjukkan bahwa 82% driver lebih memilih potongan komisi 20% tetapi orderan tinggi, ketimbang potongan 10% orderan sepi.
Masih terkait potongan komisi, kata Piter, hasil survei juga menunjukkan bahwa dari sejumlah driver yang pernah mencoba platform dengan potongan 10%, 85% mengatakan penghasilan sama saja atau bahkan lebih rendah.
Sementara itu terkait status hubungan aplikator dan driver, hasil survei menunjukkan mayoritas driver (85%) tidak keberatan dengan status “mitra”. Bagi mereka fleksibilitas jam kerja merupakan hal yang utama. Mereka juga memahami bahwa status pekerja justru bisa merugikan bagi driver.
“Secara umum hasil survei Tenggara Strategics menyimpulkan bahwa bagi driver di wilayah metropolitan, kepastian order dan perlindungan tambahan lebih penting daripada sekadar besaran potongan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa potongan rendah tanpa jaminan order tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan,”paparnya.
Survei Paramadina ternyata memberikan hasil yang sejalan dengan survei Tenggara Strategic. Survei Paramadina dilakukan di 6 kota besar dengan sampel 1.623 responden. Hasilnya, 60,8% responden (driver) juga memilih potongan 20% dengan insentif dan promo (yang berarti orderan lebih terjamin tinggi) dibandingkan potongan 10% tanpa insentif yang bisa berarti orderan sepi.
Survei Paramadina juga mengungkap bahwa 81% responden lebih mengutamakan stabilitas pendapatan harian dibandingkan margin per order. Mereka juga memahami bahwa potongan 20% yang dikenakan oleh aplikator akan kembali ke mereka dalam bentuk promo di luar biaya aplikasi.
Mereka juga mendapatkan insentif lainnya seperti diskon servis, paket data atau bahkan sembako. Bagi mereka promo ke pelanggan sangat penting untuk menjaga kontinuitas orderan, terutama bagi driver yang full time (>8 jam per hari).
Temuan survei Paramadina, kata Piter, menegaskan bahwa bagi mayoritas driver, komisi bukanlah isu utama. Yang lebih penting adalah bagaimana aplikator memastikan stabilitas penghasilan harian melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain. Promo dan insentif dipandang krusial untuk menjaga kesinambungan order.
Survei Paramadina juga mengungkap masih adanya kelompok driver yang belum sepenuhnya memahami bagaimana komisi dialokasikan. Inilah yang sesungguhnya memunculkan narasi yang tidak berimbang tentang aplikator mengeksploitasi driver.
“Dari hasil survei Tenggara Strategic dan Paramadina dapat disimpulkan bahwa isu utamanya bukan sekadar angka potongan komisi, melainkan bagaimana komisi itu dikelola dan dikembalikan dalam bentuk manfaat nyata. Dengan kata lain, keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,”paparnya.
Di sisi lain, dapat dipahami aplikator juga menghadapi tekanan tersendiri yakni biaya teknologi dan operasional yang tinggi, persaingan agresif antar platform, serta ekspektasi konsumen akan harga terjangkau. Keberlanjutan model bisnis mereka bergantung pada keseimbangan antara investasi untuk inovasi, subsidi untuk pertumbuhan, dan profitabilitas jangka panjang.
Di tengah dinamika ini, Piter menekankan, peran regulasi pemerintah memang penting untuk menjaga keseimbangan antara aplikator, driver, dan konsumen. Namun, ada risiko ketika aturan dibuat terlalu kaku atau berlebihan.
“Jika negara terlalu jauh masuk mengatur besaran komisi atau detail model usaha, ruang inovasi bisa terhambat. Padahal, fleksibilitas sangat dibutuhkan untuk merespons perubahan pasar digital yang cepat,”lanjutnya.
Aturan yang berlebihan juga bisa berdampak sebaliknya bagi driver maupun konsumen. Tanpa ruang bagi aplikator untuk berinvestasi dalam teknologi, promo, maupun insentif, ekosistem transportasi daring bisa kehilangan daya saing dan justru menurunkan kesejahteraan mereka yang terlibat di dalamnya.
Karena itu, regulasi sebaiknya menjadi pagar pengaman yang menjamin keadilan dan perlindungan, bukan belenggu yang menghambat pertumbuhan.Industri digital Indonesia adalah pilar ekonomi masa depan.
Ride hailing, dengan kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya memberikan bantalan dan akses pendapatan kepada jutaan mitra driver.
Dua survei terbaru tersebut, tambah Piter, justru menegaskan satu pesan bahwa driver tidak sekadar menuntut potongan rendah, melainkan ekosistem yang stabil, adil, dan transparan. Mereka rela berbagi 20% selama aplikator memberi order yang stabil, promo yang efektif, dan perlindungan yang nyata.
Di sinilah titik temu bisa dibangun: aplikator menjaga transparansi dan manfaat, pemerintah mengawal regulasi yang adil, dan driver memahami posisi mereka sebagai mitra mandiri. Jika jalan tengah ini dijalankan, industri digital Indonesia bukan hanya tumbuh besar, tapi juga berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan.
“Saatnya tiga pihak, aplikator, pemerintah, dan asosiasi driver, duduk bersama untuk merancang blueprint keberlanjutan ekosistem digital. Bukan dialog reaktif saat konflik muncul, tapi dialog proaktif untuk membangun standar industri yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Faktor pendorongnya kuat yakni populasi besar, penetrasi internet yang masif, dukungan regulasi, serta lahirnya startup lokal yang bahkan sudah berstatus unicorn. Penelitian Prasasti menunjukkan bahwa sektor digital lebih efisien dibanding sektor lain karena memiliki Incremental Capital Output Ratio (ICOR) lebih rendah, artinya setiap rupiah yang diinvestasikan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih besar dibanding sektor tradisional.
Salah satu tulang punggung ekonomi digital adalah layanan on-demand: ojek online, taksi online, dan kurir online. Ekosistem ini bukan hanya menyambungkan pengemudi dengan konsumen, melainkan juga jutaan UMKM. Pada 2023, kontribusi ride hailing terhadap PDB mencapai Rp382,62 triliun (2% PDB), sekaligus menyerap tenaga kerja di tengah badai PHK manufaktur.
Seiring tumbuhnya sektor ini, polemik soal besaran komisi aplikator terhadap driver kian mencuat. Pemerintah telah menetapkan batas maksimum komisi 20%, dengan kewajiban 5% dialokasikan untuk program kesejahteraan driver.
Namun, di tengah pertumbuhan pesat sektor ini, masih muncul protes dari sebagian driver yang menyoroti besaran komisi. Bagi mereka, kebijakan aplikator dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan pengemudi.
Polemik ini penting dicermati, karena hanya dengan memahami aspirasi dan pengalaman para driver aktif, kita bisa menilai apakah isu yang kerap muncul di ruang publik tersebut benar mencerminkan kondisi riil.
Klaim yang disampaikan sebagian pihak adalah bahwa sistem komisi yang diterapkan oleh aplikator bersifat mengeksploitasi driver. Apakah memang demikian?
Untuk menjawabnya, menurut Ekonom Senior Prasasti Piter Abdullah Redjalam, penting memahami aspirasi dari para driver aktif secara langsung. Piter bersyukur bisa mendapatkan hasil dari dua survei terbaru yang diselenggarakan oleh Lembaga terpercaya yakni Tenggara Strategics dan Paramadina Public Policy Institute (PPPI). Kedua survei ini dilakukan terhadap para driver aktif dan hasilnya memberikan gambaran yang menarik.
Survei yang pertama adalah survei yang dilakukan oleh Tenggara Strategics. Survei ini dilakukan pada September 2025 yang lalu terhadap 1.052 driver aktif di Jabodetabek. Hasilnya menunjukkan bahwa 82% driver lebih memilih potongan komisi 20% tetapi orderan tinggi, ketimbang potongan 10% orderan sepi.
Masih terkait potongan komisi, kata Piter, hasil survei juga menunjukkan bahwa dari sejumlah driver yang pernah mencoba platform dengan potongan 10%, 85% mengatakan penghasilan sama saja atau bahkan lebih rendah.
Sementara itu terkait status hubungan aplikator dan driver, hasil survei menunjukkan mayoritas driver (85%) tidak keberatan dengan status “mitra”. Bagi mereka fleksibilitas jam kerja merupakan hal yang utama. Mereka juga memahami bahwa status pekerja justru bisa merugikan bagi driver.
“Secara umum hasil survei Tenggara Strategics menyimpulkan bahwa bagi driver di wilayah metropolitan, kepastian order dan perlindungan tambahan lebih penting daripada sekadar besaran potongan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa potongan rendah tanpa jaminan order tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan,”paparnya.
Survei Paramadina ternyata memberikan hasil yang sejalan dengan survei Tenggara Strategic. Survei Paramadina dilakukan di 6 kota besar dengan sampel 1.623 responden. Hasilnya, 60,8% responden (driver) juga memilih potongan 20% dengan insentif dan promo (yang berarti orderan lebih terjamin tinggi) dibandingkan potongan 10% tanpa insentif yang bisa berarti orderan sepi.
Survei Paramadina juga mengungkap bahwa 81% responden lebih mengutamakan stabilitas pendapatan harian dibandingkan margin per order. Mereka juga memahami bahwa potongan 20% yang dikenakan oleh aplikator akan kembali ke mereka dalam bentuk promo di luar biaya aplikasi.
Mereka juga mendapatkan insentif lainnya seperti diskon servis, paket data atau bahkan sembako. Bagi mereka promo ke pelanggan sangat penting untuk menjaga kontinuitas orderan, terutama bagi driver yang full time (>8 jam per hari).
Temuan survei Paramadina, kata Piter, menegaskan bahwa bagi mayoritas driver, komisi bukanlah isu utama. Yang lebih penting adalah bagaimana aplikator memastikan stabilitas penghasilan harian melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain. Promo dan insentif dipandang krusial untuk menjaga kesinambungan order.
Survei Paramadina juga mengungkap masih adanya kelompok driver yang belum sepenuhnya memahami bagaimana komisi dialokasikan. Inilah yang sesungguhnya memunculkan narasi yang tidak berimbang tentang aplikator mengeksploitasi driver.
“Dari hasil survei Tenggara Strategic dan Paramadina dapat disimpulkan bahwa isu utamanya bukan sekadar angka potongan komisi, melainkan bagaimana komisi itu dikelola dan dikembalikan dalam bentuk manfaat nyata. Dengan kata lain, keadilan dalam ekosistem ride hailing terletak pada kualitas ekosistem, bukan sekadar persentase,”paparnya.
Di sisi lain, dapat dipahami aplikator juga menghadapi tekanan tersendiri yakni biaya teknologi dan operasional yang tinggi, persaingan agresif antar platform, serta ekspektasi konsumen akan harga terjangkau. Keberlanjutan model bisnis mereka bergantung pada keseimbangan antara investasi untuk inovasi, subsidi untuk pertumbuhan, dan profitabilitas jangka panjang.
Di tengah dinamika ini, Piter menekankan, peran regulasi pemerintah memang penting untuk menjaga keseimbangan antara aplikator, driver, dan konsumen. Namun, ada risiko ketika aturan dibuat terlalu kaku atau berlebihan.
“Jika negara terlalu jauh masuk mengatur besaran komisi atau detail model usaha, ruang inovasi bisa terhambat. Padahal, fleksibilitas sangat dibutuhkan untuk merespons perubahan pasar digital yang cepat,”lanjutnya.
Aturan yang berlebihan juga bisa berdampak sebaliknya bagi driver maupun konsumen. Tanpa ruang bagi aplikator untuk berinvestasi dalam teknologi, promo, maupun insentif, ekosistem transportasi daring bisa kehilangan daya saing dan justru menurunkan kesejahteraan mereka yang terlibat di dalamnya.
Karena itu, regulasi sebaiknya menjadi pagar pengaman yang menjamin keadilan dan perlindungan, bukan belenggu yang menghambat pertumbuhan.Industri digital Indonesia adalah pilar ekonomi masa depan.
Ride hailing, dengan kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya memberikan bantalan dan akses pendapatan kepada jutaan mitra driver.
Dua survei terbaru tersebut, tambah Piter, justru menegaskan satu pesan bahwa driver tidak sekadar menuntut potongan rendah, melainkan ekosistem yang stabil, adil, dan transparan. Mereka rela berbagi 20% selama aplikator memberi order yang stabil, promo yang efektif, dan perlindungan yang nyata.
Di sinilah titik temu bisa dibangun: aplikator menjaga transparansi dan manfaat, pemerintah mengawal regulasi yang adil, dan driver memahami posisi mereka sebagai mitra mandiri. Jika jalan tengah ini dijalankan, industri digital Indonesia bukan hanya tumbuh besar, tapi juga berkelanjutan, inklusif, dan berkeadilan.
“Saatnya tiga pihak, aplikator, pemerintah, dan asosiasi driver, duduk bersama untuk merancang blueprint keberlanjutan ekosistem digital. Bukan dialog reaktif saat konflik muncul, tapi dialog proaktif untuk membangun standar industri yang berkelanjutan,” pungkasnya.
(GUS)
Berita Terkait
News
SPJM Tebar 1.000 Paket Sembako untuk Warga & Ojol di Makassar
SPJM bekerja sama dengan Yayasan Generasi Hebat Sejahtera (98 Resolution Network), menggelar aksi sosial bertajuk “Berbagi untuk Negeri” dengan membagikan 1.000 paket sembako di Kota Makassar.
Sabtu, 11 Okt 2025 12:21
News
Milad ke-19, YBM PLN Gelar Servis Motor Gratis untuk 100 Ojol
YBM PLN UID Sulselrabar melaksanakan program Ojol Care – Servis Motor Gratis dalam rangka Milad ke-19 Yayasan Baitul Maal (YBM) PLN dengan menyasar 100 pengemudi ojol.
Jum'at, 19 Sep 2025 20:41
News
Dukung Polda Ciptakan Situasi Kondusif, Komunitas Ojol se-Sulsel Kutuk Demo Anarkis
Komunitas Ojol se-Sulsel mendukung pihak kepolisian menciptakan situasi kondusif. Ribuan pengemudi ojol tegas mengutuk keras aksi unjuk rasa yang anarkis.
Kamis, 04 Sep 2025 19:09
Makassar City
Doa Bersama untuk Makassar, Ratusan Driver Gojek Ajak Jaga Ketertiban & Perdamaian
Kegiatan ini menjadi simbol kebersamaan masyarakat Makassar, termasuk para mitra driver Gojek, dalam mengajak warga menjaga ketertiban dan kedamaian.
Rabu, 03 Sep 2025 09:37
News
Polisi dan Komunitas Ojol Komitmen Wujudkan Situasi Aman di Kota Makassar
Polda Sulsel dan komunitas ojek online (ojol) komitmen untuk menciptakan situasi yang aman, tertib, dan kondusif di Kota Makassar.
Senin, 01 Sep 2025 15:01
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Ananta Fund Perkuat Kapasitas OMS Agar Siap Hadapi Tantangan Sumber Daya dan Operasional
2
Program Empower Tingkatkan Pendapatan Petani Kakao Wajo Hingga 90 Persen
3
Kopjaya Indonesia Kolaborasi UMKM Skuad Sulsel Tingkatkan Ekonomi Kerakyatan
4
Dukung Ekonomi Daerah, PLN Setrum Industri Rumput Laut 3.465 kVA di Pinrang
5
New Honda Genio Tampil Makin Retro dan Fashionable
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Ananta Fund Perkuat Kapasitas OMS Agar Siap Hadapi Tantangan Sumber Daya dan Operasional
2
Program Empower Tingkatkan Pendapatan Petani Kakao Wajo Hingga 90 Persen
3
Kopjaya Indonesia Kolaborasi UMKM Skuad Sulsel Tingkatkan Ekonomi Kerakyatan
4
Dukung Ekonomi Daerah, PLN Setrum Industri Rumput Laut 3.465 kVA di Pinrang
5
New Honda Genio Tampil Makin Retro dan Fashionable