FGD Teknologi Hijau Batik, Polipangkep Dorong Eco Batik Limbah Pertanian

Senin, 15 Des 2025 15:42
FGD Teknologi Hijau Batik, Polipangkep Dorong Eco Batik Limbah Pertanian
Suasana FGD bertajuk Teknologi Hijau Batik di Kampung Karst Rammang-Rammang, Kabupaten Maros, Kamis 11 Desember 2025. Foto: Istimewa
Comment
Share
PANGKEP - Tim Pengabdian Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (Polipangkep) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Teknologi Hijau Batik di Kampung Karst Rammang-Rammang, Kabupaten Maros, Kamis 11 Desember 2025.

Kegiatan ini menjadi langkah strategis membangun komitmen pentahelix dalam pengembangan produk inovatif eco batik polimasta berbasis pewarna alam ramah lingkungan.

FGD ini dipimpin Ketua Tim Pengabdian, Dr. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP., bersama anggota tim Mariani, S.TP., M.P. (Polipangkep) dan Dr. Ir. Helda Ibrahim, M.Si. dari Universitas Islam Makassar.

Kegiatan melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha dan industri (DUDI), masyarakat, akademisi, hingga media.

“FGD ini bertujuan mempertemukan seluruh pemangku kepentingan untuk membangun komitmen bersama dalam pengembangan eco batik polimasta, sekaligus memperkenalkan produk inovatif hasil riset kepada publik,” ujar Dr. Zulfitriany dalam paparannya.

Ia menjelaskan, eco batik polimasta merupakan produk batik dengan pewarna alami yang berasal dari limbah pertanian yang melimpah di Kota Makassar dan sekitarnya.

Bahan baku tersebut antara lain limbah biji alpukat (Persea americana), kulit rambutan (Nephelium lappaceum), kulit manggis (Garcinia mangostana), sabut kelapa (Cocos nucifera), hingga kayu secang (Caesalpinia sappan).

“Produk ini bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menjadi solusi pengelolaan limbah pertanian yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal,” jelasnya.

Program Teknologi Hijau Batik ini merupakan hasil riset Zapa Emas Polipangkep yang diterapkan melalui skema Program Kemitraan Masyarakat dengan judul Teknologi Hijau Batik untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tamalanrea. Program dijalankan sejak Mei hingga Desember 2025 di Kelurahan Tamalanrea Jaya, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.

Sebanyak 20 ibu rumah tangga nonproduktif dilibatkan dalam program ini dan tergabung dalam komunitas Ekosistem Super. Mereka mendapatkan pelatihan membatik dengan inovasi pewarna alam serta dukungan teknologi tepat guna berupa mesin pencacah Twenty One Blades.

Anggota tim pengabdian, Mariani, menilai hilirisasi produk riset ini memiliki prospek ekonomi yang besar.

“Permintaan pasar global terhadap batik ramah lingkungan dengan pewarna alami terus meningkat. Hilirisasi eco batik polimasta akan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat sekaligus menumbuhkan sentra industri baru di Sulawesi Selatan,” katanya.

Sementara itu, Dr. Ir. Helda Ibrahim, M.Si. menekankan pentingnya diseminasi hasil pengabdian kepada masyarakat yang lebih luas.

“Dengan diseminasi pengabdian ini, limbah pertanian tidak lagi dibuang, tetapi diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi, sekaligus memberdayakan masyarakat dari desa hingga perkotaan,” ujarnya.

FGD menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan serta Ketua IWAPI Provinsi Sulawesi Selatan. Peserta yang hadir meliputi Kapus P3M Polipangkep, Dekranasda Sulsel, Badan Geopark Maros Pangkep, IWAPI Sulsel dan Maros, pelaku industri batik, mahasiswa, hingga duta pemuda.

Rangkaian kegiatan FGD diisi dengan pemaparan selayang pandang Program Teknologi Hijau, diskusi potensi, prospek dan tantangan eco batik polimasta, membatik bersama, pameran produk, serta penayangan profil pengabdian.

Melalui kegiatan ini, Polipangkep menegaskan perannya sebagai Kampus Berdampak yang mempertemukan pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan media untuk mewujudkan keberlanjutan Program BIMA melalui Teknologi Hijau Batik, sekaligus mendorong tumbuhnya wirausaha baru berbasis industri rumah tangga ramah lingkungan.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru