Sibawa Markisa Bubuk: Produk Minuman Instan Inovatif Buah Keresahan Cak Mun
Rabu, 23 Apr 2025 22:21

Cak Mun memegangi dua produk andalannya, Sibawa Markisa Bubuk dan Sibawa Sarabba. Foto: SINDO Makassar/Luqman Zainuddin
GOWA - Pagi itu, Rabu 23 April 2025, Sriwahyuni (23) hendak mencoba minuman siap saji berbentuk serbuk yang diberikan kakaknya. Tampak ia menggenggam dus kecil kemasan Sibawa Markisa Bubuk yang masih terbungkus plastik.
Pelan-pelan Sriwahyuni menyobek plastik pembungkusnya. Dari dalam dus, ia ambil satu saset Sibawa Markisa Bubuk. Ukurannya tidak besar, sederhana. Dus itu berisi 5 saset Sibawa Markisa Bubuk dengan berat masing-masing 25 gram.
Saset yang tidak lebih besar dari telapak tangannya itu kemudian ia sobek. Bubuk markisa di dalamnya ia tumpahkan ke segelas air putih. Ia aduk, kemudian dia minum sedikit demi sedikit.
"Rasa markisa, kecut-kecutnya juga ada," ekspresi pertama Sriwahyuni sesaat setelah meneguk minuman tersebut.
Uni, sapaan Sriwahyuni, memang familiar dengan markisa. Sebab Kabupaten Gowa, daerah asalnya, merupakan penghasil buah ini. Ia juga sudah pernah mencoba produk olahan berbahan markisa, seperti sirup. Namun, untuk bubuk, ini adalah yang pertama seumur hidupnya.
Sibawa Markisa Bubuk merupakan produk inovatif yang lahir dari tangan telaten seorang Muntholib atau lebih dikenal dengan panggilan Cak Mun. Ia merupakan pemilik CML, UMKM yang memproduksi Sibawa Markisa Bubuk. CML yang merupakan kependekan dari Cak Mun Langgeng itu merupakan salah satu UMKM mitra binaan Rumah Kreatif BUMN Makassar.
Cak Mun bercerita, sebagai minuman instan berbahan baku markisa, produknya merupakan yang pertama berbentuk bubuk di Sulsel. Ia menjamin informasi itu, setelah menerima laporan dari stakeholder yang membidangi UMKM dan perdagangan.
"Gak ada loh ini di Sulawesi, khususnya di Sulsel, silahkan dicek," beber Cak Mun ketika berbincang dengan SINDO Makassar di Rumah Kreatif BUMN Makassar di Jalan dr Sam Ratulangi, Senin 21 April 2025 pagi.
Menariknya, Markisa Bubuk ini lahir dari rasa tidak puas usai mengikuti sebuah pelatihan. Saat itu, Cak Mun bersama beberapa pelaku usaha mengikuti sebuah pelatihan, yang salah satu materinya terkait pembuatan produk minuman olahan dari markisa.
"Waktu pelatihan, ada yang ajar bikin sirup markisa. Saya coba tanya instrukturnya, kenapa kita tidak bikin serbuknya? kan sirup dan minuman siap sajinya sudah biasa. (Instruktunya mengatakan) Saya tidak bisa mas. Okelah kalau begitu, saya trial-error," kenang Cak Mun.
Cak Mun mengaku, saat itu dirinya juga resah melihat markisa yang merupakan komoditas andalan Sulsel hanya diolah menjadi sirup saja. Padahal jika berbicara inovasi, hasil olahannya seharusnya memiliki kebaruan. Ia pun sempat termotivasi sebuah produk bakpia yang selainya berisi markisa.
"Inovasi kok cuma itu-itu saja, padahal harusnya kan ada produk (turunan) yang baru," kata Cak Mun.
Hal itu membuat Cak Mun melakukan percobaan pembuatan bubuk markisa. Ia harus melakukannya secara otodidak lantaran tidak ada yang pernah memproduksi. Tak ayal, ia butuh waktu 3 tahun sampai produk bubuk markisanya benar-benar siap konsumsi dan diproduksi dengan lebih banyak.
"Bahan bakunya itu saya dapat dari teman-teman yang memproduksi markisa sirup. Yang saya ambil itu biang-nya (sari atau pati)," sambung pria kelahiran Malang 23 Desember 1972 itu.
Mengolah biang markisa menjadi serbuk tidaklah mudah, sebab buah ini memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Buah jenis ini kata Cak Mun sulit untuk dijadikan serbuk. Namun ketekunan membuatnya tak cepat putus asa. Ia terus mencoba sampai berhasil dengan menggunakan teknik yang dikembangkan sendiri.
Nilai Lokal
Cak Mun bukanlah pria asli Sulsel. Ia datang dari Malang ke Kota Makassar setelah meminang istrinya pada 2017. Saat itu ia sudah punya produk yang sempat dijual di daerah asal, yakni camilan jahe-kencur-kunyit. Namun ketika dibawa ke Sulsel, produk tersebut kurang diminati, karena tidak familiar.
Dari situ, Cak Mun melakukan riset. Ia mencari tahu produk olahan dari rempah dan tanaman herbal mana yang disenangi masyarakat Sulsel. Pilihannya pun jatuh pada sarabba, minuman herbal penghangat tubuh berbahan dasar jahe dicampur gula merah dan bahan lain. Produk itu bernama Sibawa Sarabba. Sama dengan markisa, produk ini juga berbentuk serbuk.
"Tapi bedanya, punya saya memakai habbatussauda (jintan hitam). Yang biasanya kan tidak pakai itu," kata dia.
Baik Markisa Bubuk dan Sarabba milik Cak Mun ini membawa nilai lokal pada namanya, yakni Sibawa. Kata itu memiliki makna bersama, bergandengan, dan saling support. Nama bermuatan lokal itu bak magis bagi Cak Mun, karena membantu produknya lebih dikenal masyarakat Sulsel.
"Saya ingin mengangkat ikon lokal, bahasa lokal yang rupanya membawa keberuntungan untuk saya," kata Cak Mun.
Cak Mun bilang, produknya ini memiliki keunggulan dari sisi kepraktisan. Sebab, dengan hanya kemasan yang mudah dibawa ke mana-mana, menikmati markisa kini bisa di mana saja tanpa perlu membawa buahnya yang utuh atau dalam bentuk kemasan. Sehingga, produknya juga dapat dibawa menjadi buah tangan.
Butuh Perhatian
Cak Mun mengakui, bisnisnya ini masih menerapkan konsep "tusuk sate". Ia mencari bahan baku, mengolah, hingga memasarkannya secara mandiri. Saat ini ia tengah fokus pada pemasaran dan memperkenalkan produknya ke masyarakat yang lebih luas.
"Saya masih kesulitan marketingnya, kalau tusuk sate, selamanya tidak maksimal, harus ada tim, manajemen, tapi saya belum mampu menggaji," kata Cak Mun.
Kendati demikian, dengan keterbatasan itu ia mampu memproduksi 10 kilogram produk Sibawa Markisa Bubuk dan 30 kilogram Sibawa Sarabba setiap bulannya. Kedua produk itu ia produksi di rumah produksinya di Jalan Abd Dg Suro, Kabupaten Gowa. Satu dus berisi 5 saset ia pasarkan seharga Rp25 ribu.
"Dari sisi penghasilan sudah cukup memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga," sambung Cak Mun.
Produk tersebut ia pasarkan ke toko oleh-oleh di Kota Makassar. Ada juga yang ia tempatkan di perhotelan. Kadang, jika ada kegiatan yang dihelat pemerintah maupun Rumah Kreatif BUMN, produknya juga akan ikuti dilibatkan.
Adapun keanggotaannya di Rumah Kreatif BUMN sudah berlangsung sejak 2018. Dari sana ia kerap mengikuti coaching clinic dan pengolahan makanan produksi rumahan.
Kendati begitu, menurut Cak Mun, produknya ini, terutama markisa bubuk bisa lebih optima lagi jika memiliki dukungan dari sisi mesin untuk meningkatkan jumlah produksi dan kualitasnya. Dari sisi pemasaran pun demikian. Sebagai produk markisa bubuk pertama di Sulsel, dukungan pemerintah atau pihak terkait seharusnya bisa lebih optimal lagi.
"Misalnya membantu dari sisi pemasaran. Mereka tentunya lebih bisa didengar, ketimbang kita yang membawanya sendiri," pungkas Cak Mun.
Pelan-pelan Sriwahyuni menyobek plastik pembungkusnya. Dari dalam dus, ia ambil satu saset Sibawa Markisa Bubuk. Ukurannya tidak besar, sederhana. Dus itu berisi 5 saset Sibawa Markisa Bubuk dengan berat masing-masing 25 gram.
Saset yang tidak lebih besar dari telapak tangannya itu kemudian ia sobek. Bubuk markisa di dalamnya ia tumpahkan ke segelas air putih. Ia aduk, kemudian dia minum sedikit demi sedikit.
"Rasa markisa, kecut-kecutnya juga ada," ekspresi pertama Sriwahyuni sesaat setelah meneguk minuman tersebut.
Uni, sapaan Sriwahyuni, memang familiar dengan markisa. Sebab Kabupaten Gowa, daerah asalnya, merupakan penghasil buah ini. Ia juga sudah pernah mencoba produk olahan berbahan markisa, seperti sirup. Namun, untuk bubuk, ini adalah yang pertama seumur hidupnya.
Sibawa Markisa Bubuk merupakan produk inovatif yang lahir dari tangan telaten seorang Muntholib atau lebih dikenal dengan panggilan Cak Mun. Ia merupakan pemilik CML, UMKM yang memproduksi Sibawa Markisa Bubuk. CML yang merupakan kependekan dari Cak Mun Langgeng itu merupakan salah satu UMKM mitra binaan Rumah Kreatif BUMN Makassar.
Cak Mun bercerita, sebagai minuman instan berbahan baku markisa, produknya merupakan yang pertama berbentuk bubuk di Sulsel. Ia menjamin informasi itu, setelah menerima laporan dari stakeholder yang membidangi UMKM dan perdagangan.
"Gak ada loh ini di Sulawesi, khususnya di Sulsel, silahkan dicek," beber Cak Mun ketika berbincang dengan SINDO Makassar di Rumah Kreatif BUMN Makassar di Jalan dr Sam Ratulangi, Senin 21 April 2025 pagi.
Menariknya, Markisa Bubuk ini lahir dari rasa tidak puas usai mengikuti sebuah pelatihan. Saat itu, Cak Mun bersama beberapa pelaku usaha mengikuti sebuah pelatihan, yang salah satu materinya terkait pembuatan produk minuman olahan dari markisa.
"Waktu pelatihan, ada yang ajar bikin sirup markisa. Saya coba tanya instrukturnya, kenapa kita tidak bikin serbuknya? kan sirup dan minuman siap sajinya sudah biasa. (Instruktunya mengatakan) Saya tidak bisa mas. Okelah kalau begitu, saya trial-error," kenang Cak Mun.
Cak Mun mengaku, saat itu dirinya juga resah melihat markisa yang merupakan komoditas andalan Sulsel hanya diolah menjadi sirup saja. Padahal jika berbicara inovasi, hasil olahannya seharusnya memiliki kebaruan. Ia pun sempat termotivasi sebuah produk bakpia yang selainya berisi markisa.
"Inovasi kok cuma itu-itu saja, padahal harusnya kan ada produk (turunan) yang baru," kata Cak Mun.
Hal itu membuat Cak Mun melakukan percobaan pembuatan bubuk markisa. Ia harus melakukannya secara otodidak lantaran tidak ada yang pernah memproduksi. Tak ayal, ia butuh waktu 3 tahun sampai produk bubuk markisanya benar-benar siap konsumsi dan diproduksi dengan lebih banyak.
"Bahan bakunya itu saya dapat dari teman-teman yang memproduksi markisa sirup. Yang saya ambil itu biang-nya (sari atau pati)," sambung pria kelahiran Malang 23 Desember 1972 itu.
Mengolah biang markisa menjadi serbuk tidaklah mudah, sebab buah ini memiliki tingkat keasaman yang tinggi. Buah jenis ini kata Cak Mun sulit untuk dijadikan serbuk. Namun ketekunan membuatnya tak cepat putus asa. Ia terus mencoba sampai berhasil dengan menggunakan teknik yang dikembangkan sendiri.
Nilai Lokal
Cak Mun bukanlah pria asli Sulsel. Ia datang dari Malang ke Kota Makassar setelah meminang istrinya pada 2017. Saat itu ia sudah punya produk yang sempat dijual di daerah asal, yakni camilan jahe-kencur-kunyit. Namun ketika dibawa ke Sulsel, produk tersebut kurang diminati, karena tidak familiar.
Dari situ, Cak Mun melakukan riset. Ia mencari tahu produk olahan dari rempah dan tanaman herbal mana yang disenangi masyarakat Sulsel. Pilihannya pun jatuh pada sarabba, minuman herbal penghangat tubuh berbahan dasar jahe dicampur gula merah dan bahan lain. Produk itu bernama Sibawa Sarabba. Sama dengan markisa, produk ini juga berbentuk serbuk.
"Tapi bedanya, punya saya memakai habbatussauda (jintan hitam). Yang biasanya kan tidak pakai itu," kata dia.
Baik Markisa Bubuk dan Sarabba milik Cak Mun ini membawa nilai lokal pada namanya, yakni Sibawa. Kata itu memiliki makna bersama, bergandengan, dan saling support. Nama bermuatan lokal itu bak magis bagi Cak Mun, karena membantu produknya lebih dikenal masyarakat Sulsel.
"Saya ingin mengangkat ikon lokal, bahasa lokal yang rupanya membawa keberuntungan untuk saya," kata Cak Mun.
Cak Mun bilang, produknya ini memiliki keunggulan dari sisi kepraktisan. Sebab, dengan hanya kemasan yang mudah dibawa ke mana-mana, menikmati markisa kini bisa di mana saja tanpa perlu membawa buahnya yang utuh atau dalam bentuk kemasan. Sehingga, produknya juga dapat dibawa menjadi buah tangan.
Butuh Perhatian
Cak Mun mengakui, bisnisnya ini masih menerapkan konsep "tusuk sate". Ia mencari bahan baku, mengolah, hingga memasarkannya secara mandiri. Saat ini ia tengah fokus pada pemasaran dan memperkenalkan produknya ke masyarakat yang lebih luas.
"Saya masih kesulitan marketingnya, kalau tusuk sate, selamanya tidak maksimal, harus ada tim, manajemen, tapi saya belum mampu menggaji," kata Cak Mun.
Kendati demikian, dengan keterbatasan itu ia mampu memproduksi 10 kilogram produk Sibawa Markisa Bubuk dan 30 kilogram Sibawa Sarabba setiap bulannya. Kedua produk itu ia produksi di rumah produksinya di Jalan Abd Dg Suro, Kabupaten Gowa. Satu dus berisi 5 saset ia pasarkan seharga Rp25 ribu.
"Dari sisi penghasilan sudah cukup memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga," sambung Cak Mun.
Produk tersebut ia pasarkan ke toko oleh-oleh di Kota Makassar. Ada juga yang ia tempatkan di perhotelan. Kadang, jika ada kegiatan yang dihelat pemerintah maupun Rumah Kreatif BUMN, produknya juga akan ikuti dilibatkan.
Adapun keanggotaannya di Rumah Kreatif BUMN sudah berlangsung sejak 2018. Dari sana ia kerap mengikuti coaching clinic dan pengolahan makanan produksi rumahan.
Kendati begitu, menurut Cak Mun, produknya ini, terutama markisa bubuk bisa lebih optima lagi jika memiliki dukungan dari sisi mesin untuk meningkatkan jumlah produksi dan kualitasnya. Dari sisi pemasaran pun demikian. Sebagai produk markisa bubuk pertama di Sulsel, dukungan pemerintah atau pihak terkait seharusnya bisa lebih optimal lagi.
"Misalnya membantu dari sisi pemasaran. Mereka tentunya lebih bisa didengar, ketimbang kita yang membawanya sendiri," pungkas Cak Mun.
(MAN)
Berita Terkait

Lifestyle
Lombok Kuning Simpati: Dari Warung Bakmi, Jangkau 1.500 Toko, dan Impian Pasar Mancanegara
Masyarakat Indonesia sangat akrab dengan lombok. Ketika menyantap makanan, menambah lombok, baik yang mentah maupun olahan menjadi sesuatu yang wajib bagi kebanyakan orang.
Sabtu, 12 Apr 2025 09:42

Makassar City
Konsistensi dan Ketelatenan Bawa Markisa Cemerlang Bertahan hingga 20 Tahun
Markisa Cemerlang menjadi salah satu nama besar di industri minuman buah olahan di Kota Makassar. Ia bertahan selama lebih dari 20 tahun. Konsistensi dan ketelatenan menjadi kuncinya.
Selasa, 25 Mar 2025 17:53

News
UMKM Binaan PLN UID Sulselrabar Siap Go Internasional Lewat Trade Expo Indonesia 2024
Mengusung tema 'Build Strong Connection with The Best of Indonesia," TEI 2024 menekankan pentingnya memperkuat koneksi bisnis global melalui produk unggulan Indonesia.
Kamis, 17 Okt 2024 13:32

Ekbis
Rumah BUMN PLN Raih Omzet Puluhan Juta Rupiah di Expo UMKM Selayar
PT PLN (Persero) melalui Rumah BUMN Selayar berpartisipasi dalam Expo UMKM untuk memperingati Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-77 di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Senin, 23 Sep 2024 20:30

Sulbar
Produk UMKM Rumah BUMN PLN Asal Majene Tembus Pasar Internasional
Terbaru, UMKM Litani Abadi Nusantara, yang juga merupakan binaan dari Rumah BUMN PLN Majene, berhasil menambah kapasitas ekspor sebesar lima container ke Qingdao, Tiongkok.
Jum'at, 13 Sep 2024 17:46
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Ketua LSM di Wajo Bantah Lakukan Dugaan Pemerasan Kepala Desa
2

Pasar Cempalagi Wajo Akan Kembali Difungsikan, Buka 2 Kali Seminggu
3

Peringati Hari Bumi, DKP Sulsel Tanam Mangrove Serentak di 7 Kabupaten/Kota
4

Polda Sulsel Lepas 37 Terduga Pelaku Passobis Tangkapan Kodam XIV/Hasanuddin
5

Muschap Tetapkan Om Esta Pimpin Lagi Pajero Sport Family
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Ketua LSM di Wajo Bantah Lakukan Dugaan Pemerasan Kepala Desa
2

Pasar Cempalagi Wajo Akan Kembali Difungsikan, Buka 2 Kali Seminggu
3

Peringati Hari Bumi, DKP Sulsel Tanam Mangrove Serentak di 7 Kabupaten/Kota
4

Polda Sulsel Lepas 37 Terduga Pelaku Passobis Tangkapan Kodam XIV/Hasanuddin
5

Muschap Tetapkan Om Esta Pimpin Lagi Pajero Sport Family