Polisi Didesak Tetapkan Tersangka Kasus Asusila Eks Komisioner Bawaslu Wajo
Kamis, 16 Okt 2025 19:45

Ilustrasi dari Yayasan Kesehatan Perempuan (ykp.or.id)
WAJO - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak Polres Wajo agar tetapkan Eks Komisioner Bawaslu Wajo inisial HO sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
"Sejak Juni kasus ini bergulir di Polres Wajo namun belum ada penetapan tersangka meski barang bukti bahkan terlapor pun mengakui perbuatannya di hadapan penyidik," ujar Koordinator Bidang Perempuan, Anak, Disabilitas LBH Makassar sekaligus pendamping korban, Ambara pada Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, Polres Wajo dinilai lalai dalam memahami karakteristik pembuktian kekerasan seksual bahkan mencerminkan paradigma hukum yang digunakan penyidik masih terjebak pada cara pandang lama.
"Kekerasan seksual baru dapat dibuktikan apabila terdapat saksi mata atau luka fisik. Meski berbagai bukti telah dikantongi, akan tetapi, Polres Wajo belum menunjukkan langkah konkret untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tegasnya.
"Korban juga telah menyerahkan bukti percakapan digital antara dirinya dan pelaku, surat tugas perjalanan dinas yang menunjukkan keterlibatan keduanya, serta menjalani assessment psikologis di UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan dan pemeriksaan psikiatris di RSUD Lamaddukelleng," sambung Ambara.
Dikatakan, Hasil pemeriksaan medis bahkan menyatakan Korban mengalami F32.3, Depresi Berat dengan Gejala Psikotik (Severe Depressive Episode with Psychotic Symptoms) akibat trauma mendalam dari kekerasan seksual yang dialaminya secara berulang di lingkungan kerja.
"Tapi dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 13 Oktober 2025, Polres Wajo menyatakan hasil penyelidikan sementara “belum memenuhi syarat alat bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP," jelasnya.
"Padahal, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah secara tegas memperluas alat bukti sah. Pasal 24 dan 25 UU TPKS mengakui keterangan korban, keterangan ahli psikolog atau psikiater, serta bukti digital sebagai dasar hukum yang kuat dalam pembuktian perkara kekerasan seksual. Dengan demikian, alasan “belum cukup bukti” dalam kasus ini tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga bertentangan dengan UU TPKS," sambungnya mengurai.
Pihaknya mengatakan sikap tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, terutama ketika pelaku memiliki jabatan publik dan posisi kuasa atas korban.
"Alih-alih memberikan rasa aman dan kepastian hukum, Polres Wajo justru memperpanjang penderitaan korban melalui proses yang berlarut-larut tanpa arah," ucapnya.
"Penundaan penetapan tersangka dalam kasus ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk reviktimisasi, di mana korban kembali disakiti, kali ini bukan oleh pelaku, tetapi oleh sistem hukum yang seharusnya menjadi pelindung. Proses hukum yang tidak sensitif dan berbelit justru memperkuat pesan berbahaya. Bahwa keberanian perempuan untuk melapor bisa berujung pada penderitaan yang lebih panjang,” tambah Ambara.
Olehnya itu, LBH Makassar meminta Polres Wajo menetapkan terlapor sebagai Tersangka.
Kemudian, menghentikan praktik pemerasan dengan dalih “belum cukup bukti”, yang bertentangan dengan semangat UU TPKS dan prinsip perlindungan korban.
Lalu, menjamin perlindungan dan pendampingan psikologis bagi korban selama proses hukum berjalan.
"Karena seluruh unsur pembuktian dalam Pasal 6 huruf a dan c juncto Pasal 15 huruf d dan e UU TPKS telah terpenuhi, termasuk adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban, serta pengulangan perbuatan lebih dari satu kali," paparnya.
"Kini giliran negara, melalui Polres Wajo, untuk menunjukkan keberpihakan nyata. Keadilan tidak bisa terus ditunda atas nama prosedur. Karena di balik setiap prosedur yang tertunda, ada satu perempuan yang terus menunggu, dalam luka yang belum sembuh,” pungkasnya.
Sementara itu, Kaporles Wajo, AKBP Muhammad Rosid Ridho mengaku punya alasan tersendiri belum menetapkan HO sebagai tersangka.
"Belum masih lidik, kami sudah periksa ahli juga belum memenuhi unsur," katanya.
"Ini masih kami dalami niatnya, jangan sampai ada kesalahan," tandasnya.
"Sejak Juni kasus ini bergulir di Polres Wajo namun belum ada penetapan tersangka meski barang bukti bahkan terlapor pun mengakui perbuatannya di hadapan penyidik," ujar Koordinator Bidang Perempuan, Anak, Disabilitas LBH Makassar sekaligus pendamping korban, Ambara pada Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, Polres Wajo dinilai lalai dalam memahami karakteristik pembuktian kekerasan seksual bahkan mencerminkan paradigma hukum yang digunakan penyidik masih terjebak pada cara pandang lama.
"Kekerasan seksual baru dapat dibuktikan apabila terdapat saksi mata atau luka fisik. Meski berbagai bukti telah dikantongi, akan tetapi, Polres Wajo belum menunjukkan langkah konkret untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tegasnya.
"Korban juga telah menyerahkan bukti percakapan digital antara dirinya dan pelaku, surat tugas perjalanan dinas yang menunjukkan keterlibatan keduanya, serta menjalani assessment psikologis di UPT PPA Provinsi Sulawesi Selatan dan pemeriksaan psikiatris di RSUD Lamaddukelleng," sambung Ambara.
Dikatakan, Hasil pemeriksaan medis bahkan menyatakan Korban mengalami F32.3, Depresi Berat dengan Gejala Psikotik (Severe Depressive Episode with Psychotic Symptoms) akibat trauma mendalam dari kekerasan seksual yang dialaminya secara berulang di lingkungan kerja.
"Tapi dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 13 Oktober 2025, Polres Wajo menyatakan hasil penyelidikan sementara “belum memenuhi syarat alat bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP," jelasnya.
"Padahal, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah secara tegas memperluas alat bukti sah. Pasal 24 dan 25 UU TPKS mengakui keterangan korban, keterangan ahli psikolog atau psikiater, serta bukti digital sebagai dasar hukum yang kuat dalam pembuktian perkara kekerasan seksual. Dengan demikian, alasan “belum cukup bukti” dalam kasus ini tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga bertentangan dengan UU TPKS," sambungnya mengurai.
Pihaknya mengatakan sikap tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, terutama ketika pelaku memiliki jabatan publik dan posisi kuasa atas korban.
"Alih-alih memberikan rasa aman dan kepastian hukum, Polres Wajo justru memperpanjang penderitaan korban melalui proses yang berlarut-larut tanpa arah," ucapnya.
"Penundaan penetapan tersangka dalam kasus ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk reviktimisasi, di mana korban kembali disakiti, kali ini bukan oleh pelaku, tetapi oleh sistem hukum yang seharusnya menjadi pelindung. Proses hukum yang tidak sensitif dan berbelit justru memperkuat pesan berbahaya. Bahwa keberanian perempuan untuk melapor bisa berujung pada penderitaan yang lebih panjang,” tambah Ambara.
Olehnya itu, LBH Makassar meminta Polres Wajo menetapkan terlapor sebagai Tersangka.
Kemudian, menghentikan praktik pemerasan dengan dalih “belum cukup bukti”, yang bertentangan dengan semangat UU TPKS dan prinsip perlindungan korban.
Lalu, menjamin perlindungan dan pendampingan psikologis bagi korban selama proses hukum berjalan.
"Karena seluruh unsur pembuktian dalam Pasal 6 huruf a dan c juncto Pasal 15 huruf d dan e UU TPKS telah terpenuhi, termasuk adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban, serta pengulangan perbuatan lebih dari satu kali," paparnya.
"Kini giliran negara, melalui Polres Wajo, untuk menunjukkan keberpihakan nyata. Keadilan tidak bisa terus ditunda atas nama prosedur. Karena di balik setiap prosedur yang tertunda, ada satu perempuan yang terus menunggu, dalam luka yang belum sembuh,” pungkasnya.
Sementara itu, Kaporles Wajo, AKBP Muhammad Rosid Ridho mengaku punya alasan tersendiri belum menetapkan HO sebagai tersangka.
"Belum masih lidik, kami sudah periksa ahli juga belum memenuhi unsur," katanya.
"Ini masih kami dalami niatnya, jangan sampai ada kesalahan," tandasnya.
(UMI)
Berita Terkait

News
Polres Wajo Ciduk 2 Bandar Narkoba, 30 Gram Sabu dan Pil Ekstasi Diamankan
Satuan Reserse Narkoba Polres Wajo amankan terduga pelaku penyalahgunaan Narkoba jenis sabu di Kecamatan Belawa, Rabu (1/10/2025) dini hari.
Jum'at, 03 Okt 2025 19:00

News
OMS Minta DKPP Larang Teradu Komisioner Bawaslu Wajo Jadi Penyelenggara Pemilu Lagi
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulsel mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberikan sanksi tegas kepada Teradu, Heriyanto sebagai Komisioner Bawaslu Kabupaten Wajo yang diduga melakukan pelanggaran etik.
Kamis, 02 Okt 2025 14:29

News
Teradu Tak Hadir, DKPP Tetap Sidangkan Kasus Asusila Komisioner Bawaslu Wajo
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tetap menggelar sidang pemeriksaan terhadap perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar pada Rabu (01/10/2025).
Rabu, 01 Okt 2025 23:29

Sulsel
Bupati Andi Rosman Rotasi Sejumlah Pejabat Eselon II Lingkup Pemkab Wajo
Bupati Wajo Andi Rosman melantik sejumlah pejabat pimpinan tinggi pratama (eselon IIb) lingkup Pemerintah Kabupaten Wajo di Lapangan upacara Kantor Bupati Wajo, Rabu (01/10/2025).
Rabu, 01 Okt 2025 21:21

News
Guru SD di Makassar Diduga Lecehkan Siswi, Kadisdik: Tidak Manusiawi
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Makassar, Achi Soleman mengecam keras tindakan bejat yang dilakukan oknum guru SD Inpres Mangga Tiga berinisial IPT (32), terhadap siswinya.
Rabu, 01 Okt 2025 20:19
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Diduga Terlibat Judol, Oknum Bendahara Desa di Jeneponto Gelapkan Gaji Aparat Desa
2

Pokja Investasi Luwu dan MDA Inisiasi Penguatan Forum Desa Lingkar Tambang
3

Dosen-Mahasiswa Singapura Belajar Produksi Teh Cascara di Desa Binaan YBM PLN
4

Wakil Bupati Gowa Pastikan Korban Busur di Bontoramba Dapat Perawatan Layak
5

Dana TKD Dipangkas, Tamsil Dorong Pemerintah Daerah Kreatif Dongkrak PAD
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Diduga Terlibat Judol, Oknum Bendahara Desa di Jeneponto Gelapkan Gaji Aparat Desa
2

Pokja Investasi Luwu dan MDA Inisiasi Penguatan Forum Desa Lingkar Tambang
3

Dosen-Mahasiswa Singapura Belajar Produksi Teh Cascara di Desa Binaan YBM PLN
4

Wakil Bupati Gowa Pastikan Korban Busur di Bontoramba Dapat Perawatan Layak
5

Dana TKD Dipangkas, Tamsil Dorong Pemerintah Daerah Kreatif Dongkrak PAD